Pedang Pusaka Naga Putih Chapter 15

NIC

"Aku tidak berhasil apa-apa, bahkan hampir aku mati terbunuh!"

"Bagaimana bisa terjadi?"

"Tidak kuketahui bahwa di gedung wan-gwe itu ada setannya! Baru saja aku mendarat di atas genteng, tiba-tiba sebuah genteng terbang menyambar kepalaku. Berkali-kali genteng terbang menyambarku hingga tubuh dan kepalaku luka dan mencucurkan darah! Anehnya, sama sekali aku tidak melihat orangnya yang menyambit itu. Maka, kalau bukan setan, siapakah lagi?" Han Liong tak dapat menahan senyumnya,

"Hm, kalau begitu maukah kau menolong aku untuk menyelidiki, apakah hartawan Lie itu yang bernama Lie Ban atau bukan?"

"Baik, kongcu, baik. Sore nanti akan kukirim berita hasil penyelidikanku padamu." Mereka lalu berpisah dan Han Liong kembali ke kamarnya. Ia masih ragu-ragu apakah hartawan itu benar-benar musuh besarnya yang dicari-carinya itu? Ia harus bertindak dengan hati-hati jangan sampai gegabah yang bisa mencelakakan orang lain yang tak bersalah, karena salah alamat. Sore harinya, betul saja Tan Sam datang, dengan muka berseri-seri, ia menceritakan hasil penyelidikannya.

"Tidak percuma kau minta tolong dan mempercayaiku, kongcu! Hartawan she Lie itu betul-betul Lie Ban Naga Tanduk Besi!"

"Bagaimana kau tahu begitu pasti?" tanya Han Liong teliti.

"Karena aku yakin, untuk dapat masuk ke gedung itu tipis benar harapan, karena sangat berbahaya, maka aku gunakan akal. Aku pancing-pancing keterangan di antara pelayan-pelayan gedung itu, dan dari mereka aku tahu bahwa semua pelayannya berasal dari kota ini, di antaranya terdapat seorang pelayan tua yang dibawa oleh Lie wan-gwe dari Lam-ciu. Kebetulan sekali pelayan tua itu keluar dari gedung lalu kuculik. Setelah kupaksa, akhirnya pelayan tua itu mengaku juga, bahwa Lie-wan-gwe itu ialah Lie Ban si Naga Tanduk Besi itu sendiri! Ia bekas panglima perang yang kini telah berhenti. Tapi kalau kau hendak memusuhi orang she Lie ini, hati-hatilah, kongcu, karena aku mendengar bahwa baru beberapa hari ini di rumahnya kedatangan kawan-kawannya yang terdiri dari ahli-ahli silat terkemuka. Bahkan sejak mereka pindah ke sini, selalu gedung itu dijaga oleh adiknya sendiri Oei-kak-liong Lie Kong dan dua saudara Jie-pa-cu yang bernama Beng Liok Hui dan Beng Liok Houw. Mereka ini merupakan penjaga-penjaga yang kuat dan tinggi ilmu silatnya, kini ditambah lagi dengan tamu-tamunya yang datang itu, maka gedung orang she Lie itu merupakan sarang harimau-harimau galak yang tidak mudah dikalahkan. Hm, kalau kuingat aku masih merasa sakit hati, kongcu. Tidak heran ketika aku coba-coba datang ke sana dulu, genteng-genteng beterbangan melukaiku. Aku tidak tahu bahwa di situ bersarang jagoan-jagoan besar. Ah, untung mereka masih mengampuni aku dan tidak membunuhku!"

Alangkah lega dan girang hati Han Liong mendengar keterangan-keterangan ini. Ia sekarang tidak ragu-ragu lagi, karena ternyata Oei-kak-liong Lie Kong adik Lie Ban dan dua saudara macan tutul itupun berada di situ, tepat seperti yang diceritakan oleh gurunya Liok-tee-sin-mo Hong In, yang menolong dirinya juga ketika itu bertempur dengan mereka berempat ini di masa lalu! Mendengar penjagaan yang kuat itu, sedikitpun ia tidak gentar, bahkan semangatnya bertambah. Ia yakin, dengan berkumpulnya orang-orang itu, maka pembalasannya akan menjadi lengkap! Ia mengucapkan terima kasih kepada Tan Sam dan memberinya potongan uang emas, tapi hadiah ini ditolak oleh Tan Sam dengan manis.

"Kongcu, kau adalah orang baik. Aku tahu benar bahwa kau seorang berbudi luhur yang pernah kucopet. Aku senang membantumu, kongcu. Jika kau ada apa-apa, carilah aku di jembatan kelima jalan barat sana!" Kemudian ia pergi.

Malam itu kebetulan tanggal empat belas dan sore-sore sang ratu malam telah menampakkan diri, bulan purnama memancarkan sinarnya terang benderang seolah-olah tersenyum manis pada setiap mahluk dan segala benda yang ada di permukaan bumi. Tidak tampak sedikitpun awan gelap yang mengganggu. Suasana tampak menggembirakan, penuh damai dan tenteram, sehingga tak seorang juapun menyangka bahwa di malam itu akan terjadi suatu peristiwa besar yang mengerikan. Di atas genteng-genteng rumah-rumah yang berjajar-jajar di bagian kota itu tampak berkelebat bayangan yang gesit sekali. Jika ada orang yang kebetulan berada di atas genteng rumahnya ia akan melihat bayangan saja yang berpusing tanpa terlihat orangnya, tentu ia akan menyangka bahwa bayangan itu adalah bayangan burung terbang. Sebetulnya adalah Han Liong sendiri yang berpakaian putih dengan ikat pinggang warna kuning panjang berkibar-kibar di belakangnya.

Langsung Han Liong menuju ke rumah Lie Ban yang besar dan mewah itu. Setibanya di luar gedung, Han Liong mengencangkan ikat pinggangnya dan kemudian mengayunkan tubuhnya ke atas genteng. Tindakan kakinya demikian ringan hingga sedikitpn tak mengeluarkan suara. Ia berhenti di atas sebuah kamar besar di mana menyala api lilin yang dipasang lebih dari empat tempat hingga menerangi seluruh kamar. Diam-diam ia membuka genteng dan mengintip ke dalam. Di tengah-tengah kamar itu terdapat beberapa orang sedang duduk mengelilingi meja bundar. Kelihatan seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tegap duduk di kepala meja. Di kanan kiri dan depannya duduk lima orang laki-laki yang semuanya bertubuh kuat menandakan bahwa mereka adalah orang-orang ahli silat yang pandai.

Ternyata mereka tengah asyik bercakap-cakap dan dari kata-kata mereka, Han Liong mendapat kesan bahwa orang-orang itua adalah orang baik-baik yang berbicara tentang silat dan tempat-tempat indah di berbagai tempat. Pemuda itu ragu-ragu, lalu loncat ke tempat lain melanjutkan penyelidikannya, tiba-tiba ia mendengar suara wanita sedang bercakap-cakap. Hatinya berdebar-debar, karena bukankah nyonya Lie Ban adalah ibunya sendiri? Teringat ini hatinya menjadi perih, karena selalu ia mengenangkan ibunya dengan dua perasaan menjadi satu, perasaan cinta dan kecewa. Ia segera melakukan pengintaian lagi. Kamar itu lebih kecil daripada kamar yang lain. Di situ hanya terdapat sebuah lilin yang kecil sehingga keadaan dalam kamar suram. Tampak olehnya seorang wanita setengah tua tengah berbaring dan di sampingnya duduk seorang perempuan muda yang memijat-mijat kakinya.

"Anakku," terdengar suara wanita setengah tua itu dengan suara halus penuh kasih sayang hingga Han Liong yang mendengarkannya merasa terharu.

"Kurangilah kebiasaanmu pergi merantau. Kau adalah anak perempuan seorang bekas pembesar, seorang cian kim siocia yang sepatutnya berdiam di rumah belajar pekerjaan halus-halus. Kalau kau bertemu dan berkenalan dengan segala bangsa kasar, derajatmu dengan sendirinya akan turun."

"Ah, ibu. Aku bosan kalau terus-terusan berada di dalam rumah. Aku ingin meluaskan pandangan dan menambah pengalaman," jawab anak perempuan tadi sambil mengelus-elus kaki ibunya.

"Dasar anak sekarang. Tapi, hati-hatilah, nak, karena menurut pengalamanku, lebih banyak orang jahat daripada orang baik. Nah, sekarang mengasolah, ibumu hendak tidur." Han Liong tidak dapat melihat tegas wajah mereka karena cahaya lilin sangat suram. Ia mellat betapa wanita muda itu turun dari pembaringan dan meninggalkan ibunya, memasuki kamar lain dan wanita itu bangun dari pembaringan lalu duduk di kursi. Ia nampak kurus dan tua. Karena ingin kepastian, Han Liong tidak ragu-ragu lagi lalu melompat turun di depan pintu kamar itu, dan menolak daun pintu perlahan-lahan. Perempuan itu menengok, agaknya terkejut melihat pemuda yang tidak dikenal itu. Tapi ia segera dapat menetapkan hatinya.

"Siapa kau?" tanyanya dengan suara tenang. Han Liong melihat ada sebuah lilin yang agak besar belum dipasang di atas meja, maka tanpa menjawab pertanyaan itu, dengan cepat ia mengambil lilin itu dibakarnya dengan lilin kecil yang masih menyala itu. Kamar menjadi terang dan dengan sekilas pandang Han Liong dapat melihat wajah yang membayangkan kesedihan itu, dan dapat pula dilihatnya dengan nyata bahwa muka itu persis seperti bekas wajah wanita cantik Kemudian sambil memandang dengan tajam, ia menjawab lemah,

"Namaku Han Liong... Si Han Liong!!"

Wanita itu terkejut bagai disentakkan oleh tenaga gaib. Kedua tangannya diulurkannya, sepasang matanya terbelalak memandang seakan-akan melihat setan, penuh pancaran tidak percaya, kedua kakinya tiba-tiba gemetar dan bergerak maju tanpa disengaja. Kemudian secepat kilat ia menangkap tangan kiri Han Liong dan membalikkan telapak tangan anak muda itu. Ia membiarkan saja. Terlihat di nadi Han Liong sebuah titik hitam. Wanita itu memandang Han Liong pula dari kepala sampai ke kaki, kedua mataaya yang terbelalak lebar perlahan-lahan menjadi basah dan air mata menetes turun di sepanjang pipinya. Kemudian ia mundur terhuyung-huyung, tapi kedua lengannya terbuka seakan-akan hendak memeluk.

"Han Liong... Han Liong... anakku...!!" Ia mengharapkan puteranya itu maju menubruk dan memeluknya, tapi Han Liong diam saja, berdiri tegak laksana patung.

Posting Komentar