"Apa kongcu kira aku ini orang yang serendah-rendahnya? Biar usiaku sudah tua, biar tenagaku sudah lenyap, biarpun telah kukatakan terus terang bahwa aku tangat ketakutan, tani aku tidak sudi meninggalkan kewajibanku!" Dan ia terus mendayung, kini ia mulai berani, agaknya diperkuat oleh pernyataannya yang bersemangat itu. Kemudian dari arah pantai tampak tiga buah perahu dangan sangat laju mengejar mereka. Ketiga perahu itu bercat hitam dan bergambar ular dan kepala perahunyapun merupakan kepala ular yang sedang membuka lebar mulutnya. Dengan cepatnya perahu itu dapat mengejar perahu Lo Sam, dan sekarang terlihat bahwa di tiap perahu duduk tiga orang tinggi besar memegang golok. Perahu pertama berada paling dekat dan di situ berdiri seorang berpakaian hijau membolak-balikkan goloknya.
"He, perahu di depan, ayoh berhenti dan ke pinggir! Tinggalkan dulu barang-barangmu," teriak bajak itu.
"Yang ada hanya barangku sendiri, kenapa harus ditinggalkan? Kami kan tidak punya hutang padamu." jawab Han Liong.
"Jangan banyak mulut kau, anjing kecil," bajak itu mengancam.
"Mulutku hanya satu, anjing besar." Han Liong mempermainkan bajak itu, hingga ia menjadi marah. Karena perahu mereka kini hanya terpisah paling jauh satu tombak, bajak itu mengayun kakinya meloncat ke arah perahu Han Liong sambil mengangkat goloknya! Han Liong tekankan tangan kirinya pada kepala perahunya yang segera meluncur ke samping seakan-akan terdorong dari sisi oleh tenaga yang kuat sekali. Tidak heran bahwa ketika kaki bajak yang melompat itu turun, ia mencebur ke dalam air karena perahu itu seakan-akan berkelit! Kawan-kawan bajak itu merasa heran, bahkan ada beberapa orang diantara mereka melihat pemimpin mereka begitu bodoh hingga melompat ke perahu begitu dekatpun tidak becus! Sama sekali mereka tidak sangka bahwa bukan pemimpin mereka yang tak dapat melompat, tapi adalah tenaga Han Liong yang kuat telah membuat perahu seakan-akan menyingkir.
"Ayoh serbu!" teriak seorang bajak lain yang segera meloncat pula ke arah perahu Han Liong. Tapi kembali ia menginjak tempat kosong dan mencebur juga ke dalam air. Sementara itu Lo Sam terheran heran dan berkaki-kali berteriak,
"Eh, eh, eh!!" dikala perahunya kelihatan seperti berjiwa dan dapat bergerak ke sana ke mari berkelit menghindarkan kaki para bajak yang melompat. Akhirnya semua bajak yang berjumlah sembilan orang itu masuk ke dalam air.
"Teruskan dayung, Lo Sam." kata Han Liong, tapi di saat itu pemimpin bajak sambil menggigit goloknya telah berenang mendekat dan hendak menggunakan tangannya memegang pinggiran perahu. Lo Sam melihat ini segera mengangkat dayungnya dan memukul tangan yang memegang pinggiran perahunya itu, hingga si bajak menjerit kesakitan karena jari-jari tangannya dipukul keras!
"Bagus, Lo Sam, kau sungguh gagah," Han Liong memuji dan Lo Sam dengan wajah bangga segera mendayung perahunya laju ke depan, meninggalkan para bajak itu berenang kembali ke arah perahu mereka dan segera mengejar kembali dengan secepat mungkin.
"Cepat, Lo Sam, gunakan seluruh tenagamu. Mereka datang mengejar!" kata Han Liong yang lalu mengambil dayung cadangan yang kecil dari dalam perahu dan mulai membantu dengan perlahan.
"Ayoh bantu, jangan perlahan begitu, kuat-kuat!" teriak Lo Sam yang sibuk juga melihat bajak-bajak dengan pakaian basah kuyup itu membalapkan perahu mereka mengejar.
"Aku tidak biasa, kaulah yang harus mendayung kuat-kuat," jawab Han Liong, tapi sementara itu ia mengerahkan tenaganya. Lo Sam juga menggunakan seluruh kepandaian dan tenaganya yang sudah tua untuk membuat perahu mereka meluncur cepat. Sebentar saja perahu mereka dengan laju dan cepat maju ke muka, dan meninggalkan para bajak itu berteriak-teriak.
"Kau kuat sekali, Lo Sam," Han Liong memuji dan kendurkan tenaganya. Perahu menjadi perlahan majunya dan Lo Sam mengaso dengan napas terengah-engah.
"Kalau cuma bajak-bajak kecil itu saja mana bisa mengejarku," katanya sombong.
"He, Lo Sam, mengapa bajak-bajak itu berhenti mengejar?" tiba-tiba Han Liong bertanya. Lo Sam menengok ke belakang, tapi matanya yang tua hanya melihat titik-titik hitam jauh di belakang.
"Kau tidak tahu, kongcu, sekarang kita sudah memasuki daerah yang dikuasai Oei-Coa Tai-Ong, maka kita harus hati-hati. Bajak-bajak yang tadi adalah anak buah Hek Sam Ong." Betul saja, ketika perahu mereka sampai di sebuah tikungan, ternyata di depan telah menghadang sepuluh buah perahu besar yang memenuhi sungai. Tiap perahu memuat lebih kurang dua kelas orang berpakaian kuning yang semuanya memegang senjata tajam. Yang terdepan adalah sebuah perahu besar warna kuning pula, di mana berdiri seorang pendek gemuk yang berwajah seperti kanak-kanak. Di pinggang orang ini tergantung pedang.
"Awas, itu dia Oei-Tai-Ong sendiri mencegat kita," Lo Sam berbisik dengan suara gemetar. Han Liong melihat bahwa perahunya tak mungkin lewat, bangun berdiri lalu menjura kepada kepala bajak itu.
"Maafkan kami Tai-Ong, apakah sebabnya maka Tai-Ong, mencegat kami?" Kepala bajak itu tersenyum dan balas menjura,
"Hohan, kami sudah mendengar akan sepak terjangmu ketika diganggu oleh anak buah Hek sute tadi. Maka kini siauwte sendiri mengundangmu untuk singgah sebentar belajar kenal." Han Liong heran akan keluar biasaan orang ini. Demikian cepat ia telah tahu akan peristiwa tadi dan dapat menduga bahwa ia adalah seorang yang berkepandaian. Maka tak ragu-ragu lagi ia menjura sambil menjawab,
"Baiklah, Tai-Ong, dan terima kasih atas budimu ini." Dengan ketakutan, tapi bercampur terheran-heranan. Lo Sam menurut saja ketika perahunya ditarik ke pinggir. Dengan tenang Han Liong melangkah turun lalu bersama-sama Oei-Coa Tai-Ong Si Ular Kuning, berjalan menuju ke tengah rimba. Di sepanjang jalan menuju ke kemah raja sungai itu nampak barisan bajak berdiri rapi berjajar sambil memegang golok atau tombak, merupakan barisan kehormatan.
Ternyata Hek Sam Ong sendiri juga berada di situ. Ia adalah seorang tinggi besar, berkulit hitam dan cambang bauknya lebat menakutkan. Dialah yang mendahului datang ke situ dengan anak buahnya untuk ikut mencegat anak muda yang istimewa itu. Di dalam ruangan kemah telah tersedia meja penuh hidangan. Oei-Coa Tai-Ong duduk di kursi tuan rumah, di kanannya duduk Hek Sam Ong dan di kirinya disediakan kursi untuk Han Liong. Masih ada dua orang lagi duduk di meja itu, ialah Kong Tat dan Kong Ta yang dijuluki orang Sepasang Garuda Sungai Lien-ho dan menjadi pembantu kedua bajak sungai itu. Hek Sam Ong mengambil sepasang sumpit lalu menghampiri Han Liong. Ia tancapkan sumpit itu di depan Han Liong sambil berkata,
"Terimalah sumpit untukmu, tuan yang gagah." Sepasang sumpit itu menancap di meja sampai satu dim lebih. Han Liong tersenyum melihat demonstrasi tenaga dalam ini dan ia menepuk-nepuk meja sambil berseru,
"Bagus! Bagus!" Sungguh ajaib, biarpun ia hanya menepuk perlahan saja, namun sepasang sumpit gading yang tertancap di atas meja itu berlompatan ke atas dan jatuh kembali tepat di atas lobang yang tadi hingga tetap berdiri di atas meja. Hek Sam Ong menjura dan mundur, lalu duduk kembali ke atas kursinya. Tiba-tiba terdengar suara ketawa Oei-Coa Tai-Ong yang bangun berdiri, sambil menjura ke arah Han Liong.
"Saudara masih muda tapi berilmu tinggi, bolehkah kiranya saya mengetahui namamu?"
"Siauwte yang rendah bernama Han Liong she Si, harap Tai-Ong tidak tertawakan kebodohan siauwte," jawab Han Liong.
"Ah, ah, sudah pandai, sopan santun pula. Jarang menjumpai seorang muda seperti kau, Si Enghiong. Aku yang kasar sudah sepatutnya memberi hormat dengan secawan arak." Ia menutup kata-katanya ini dengan menuangkan arak dari guci secawan penuh. Arak di cawan itu penuh sekali hingga hampir melimpah, tapi aneh benar, seakan-akan ada tenaga yang menahan arak itu hingga tak sampai tumpah, si pendek gemuk itu lalu maju selangkah ke arah Han Liong,
"Terimalah hormatku melalui secawan arak ini, Si Enghiong." Ia berikan cawan arak itu kepada Han Liong, tapi diam-diam ia mengerahkan tenaga Iweekangnya menekan ke bawah.
Ketika Han Liong menerima cawan itu, ia merasa suatu tenaga besar menekan ke bawah. Ia tersenyum dan ingin unjuk kepandaiannya, karena kalau sampai tangannya tertekan dan arak yang hampir melimpah itu tumpah, ia akan mendapat malu. Dengan tenang ia terima cawan itu dan pada saat itu juga Oei-Coa Tai-Ong diam-diam merasa terkejut sekali, karena ia merasa cawannya itu seakan-akan menyentuh kapas, namun demikian seakan-akan dasar cawan lekat pada tangan pemuda itu! Oei-Coa Tai-Ong kerahkan tenaganya makin keras, tapi kali ini ia merasa tangannya sakit sekali karena tenaganya sendiri membalik hingga terasa sampai ke tulang-tulangnya! Terpaksa ia lepaskan cawan itu. Han Liong dengan senyum di bibir mengangkat cawan arak itu ke arah mulutnya lalu memiringkan cawan itu untuk menuangkan arak itu ke mulutnya.
"Ah, arakmu terlalu kental, tai ong," kata Han Liong. Semua orang heran melihat arak itu melimpah ke sisi cawan, tapi tidak juga jatuh atau tumpah. Han Liong tanpa minum araknya meletakkan kembali cawan itu ke atas meja. Ketika ia melepaskan tangannya, maka arak itu tumpah dan membasahi meja. Oei-Coa Tai-Ong tersenyum menyindir,
"Rupanya kau pandai ilmu iweekang, anak muda. Entah bagaimana pula ilmu silatmu!"
"Siauwte hanya bisa satu dua jurus ilmu pukulan yang tidak berarti saja," jawab Han Liong tetap merendah.
"Jangan banyak tingkah. Marilah kau coba ilmu silatmu dengan kami dua saudara Garuda Sungai Lien-ho," tiba-tiba Kong Tat menantang.
"Satu sama satu juga aku tidak mungkin menang, apa lagi dikeroyok dua." kata Han Liong, tapi ia bangun juga berdiri dengan sabar. Tiba-tiba di sudut dilihatnya Lo Sam duduk dengan beberapa orang pemimpin laskar bajak yang sedang menggodanya dan melolohnya dengan arak.
"He, Lo Sam, kesinilah kau!" teriak Han Liong. Tapi ketika Lo Sam hendak berdiri, beberapa orang bajak memegang lengannya dan memaksanya duduk kembali. Han Liong segera bertindak menghampiri dan memegang lengan Lo Sam untuk diajaknya pindah duduk. Tapi lengan Lo Sam yang sebelah lagi masih dipegang oleh dua orang berandal. Han Liong menyambar sumpit Lo Sam dan menggunakan sumpit itu untuk mengetok dengan perlahan tangan orang-orang yang memegangi Lo Sam. Terdengar jeritan-jeritan ngeri dan dua orang itu berjingkrak-jingkrak kesakitan sambil memegang lengannya yang terketok sumpit itu. Mulut mereka tiada hentinya mengeluh.
"Aduh, aduh!" Tiga orang bajak lain merasa penasaran dan dengan golok mereka menyerang Han Liong. Han Liong menggunakan sumpit kayu itu menangkis dengan sekali kebut.
"Traang!!" Tiga buah golok itu terpental jauh, bahkan sebuah diantaranya meluncur cepat melukai kaki seorang bajak lain! Melihat kelihaian pemuda ini para bajak sungai itu menjadi takut dan tak berani bergerak. Dengan tenang Han Liong menggandeng tangan Lo Sam dan kembali ke tempatnya. Kemudian ia menghadapi Sepasang Garuda Sungai Lien-ho yang menantangnya tadi sambil tersenyum.