Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 78

NIC

Sambil menepuk pundak Peng-say, dengan tertawa ia berkata.

"Anak baik, cucu sayang, kau telah membual bagi kakek, bahwa kakek suka menumpas yang lalim dan menolong kaum lemah, semua obrolanmu itu sungguh sangat menyenangkan hatiku!" Tapi ia terkejut karena tepukannya tidak membuat pegangan Ciamtay Cu-ih terlepas.

Maka sembari bicara dengan Soat Peng-say ia terus mengerahkan tenaga dalamnya, waktu dia menepuk lagi untuk kedua kalinya, sekarang telah digunakan tenaga sepenuhnya.

Pandangan Peng-say menjadi gelap, darah terasa bergolak dan hampir saja tertumpah keluar, sebisanya dia bertahan dan menelan kembali darah yang akan membanjir keluar itu.

Tangan Ciamtay Cu-ih sekarang juga merasa kesakitan dan tidak sanggup menjabat lebih erat lagi, terpaksa ia lepas tangan dan mundur selangkah, pikirnya: "Keji amat hati orang bungkuk ini, demi untuk menggetar lepas tanganku, dia tidak segan2 menimbulkan luka dalam anak-buahnya sendiri." Tapi Soat Peng-say lantas bergelak tertawa, katanya kepada Ciamtay Cu-ih: "Haha, tampaknya Kungfu Honghoa-wan kalian juga cuma begini saja, kalau dibandingkan Soat-cianpwe ini sungguh selisih sangat jauh, kukira lebih baik kau angkat guru saja kepada Soat-cianpwe dan mungkin kau akan tambah pandai.

" Sebenarnya luka dalam Soat Peng-say cukup parah, waktu bicara, isi perutnya serasa berjungkir balik tak keruan, sekuatnya ia selesaikan ucapannya dan tubuhpun ter-huyung2.

Ciamtay Cu-ih berkata: "Baik, kau suruh aku belajar kepada Soat-siansing, saranmu ini memang sangat baik.

Kau sendiri adalah anak murid Soat siansing, kepandaianmu tentu juga sangat tinggi biarlah kubelajar kenal dulu dengan kau." Dengan ucapannya itu secara langsung dia menantang Soat Peng-say, sebagai seorang tokoh ternama, dengan sendirinya Soat Ko-hong tidak dapat ikut campur.

Soat Ko-hong lantas menyurut mundur dua tindak, katanya dengan tertawa; "Eh.

cucuku sayang, kukira kepandaianmu masih terlalu cetek, jelas kau bukan tandingan Hong hoa-wancu, begitu gebrak tentu kau bisa dibinasakan olehnya.

Padahal kakek sudah terlanjur sayang kepada cucu ganteng seperti kau ini, jika terbunuh tentu sukar mencari cucu yang lain.

Begini saja, kau berlutut dan menyembah serta panggil kakek padaku dan mintalah agar kakek turun tangan bagimu." Soat Peng-say memandang Ciamtay Cu-ih sekejap, lalu memandang Soat Ko-hong pula.

Pikirnya: "Jika benar harus kuhadapi orang she Ciamtay ini, bisa jadi sekali gebrak saja aku akan terbunuh lalu cara bagaimana dapat kuselamatkan adik Leng" Sebaliknya, seorang lelaki gagah perwira mana boleh tanpa alasan menyebut orang bungkuk ini sebagai kakek, aku terhina tidak menjadi soal, tapi leluhur juga ikut terhina, itulah yang tidak boleh terjadi.

Sekali aku menyembah padanya, itu berarti aku telah minta perlindungan kepada Say-pak-beng-to lalu selamanva sukar lagi bagiku untuk mengangkat namaku sendiri." Karena pikirannya bergolak, tubuh Peng-say menjadi gemetar.

"Hm.

kukira kau memang pengecut!" demikian Ciamtay Cu-ih mengejek pula, "Maka lebih baik kau menyembah dan mobon bantuan orang, kan tidak menjadi soal bagimu?" Lamat2 ia dapat melihat hubungan Soat Peng-say dan Soat Ko-hong rada2 luar biasa, jelas bukan anggota keluarga sendiri, buktinya Peng-say cuma menyebut tokoh bungkuk itu sebagai "Cianpwe" dan tidak menggunakan panggilan lain.

Sebab itulah ia sengaja memancingnya dengan kata2 yang menusuk perasaan, asalkan Soat Pengsay tidak tahan dan maju sendiri untuk menghadapi dia, maka urusan menjadi mudah diselesaikan.

Pikiran Peng-say juga sedang bekeria, teringat olehnya selama lebih sebulan ini, sejak di Siau-ngo-tay-san dirinya dikalahkan Liok-ma, ber-turut2 ditemui pula tokoh2 kelas tinggi, kepandaian sendiri sesungguhnya selisih sangat jauh dibandingkan anak murid Su-ki maupun Sam-yu, jelas untuk menolong adik Leng bukanlah pekerjaan yang mudah.

Tapi teringat olehnya cerita sejarah di jaman permulaan dinasti Han, sebelum masa jayanya Han Sin pernah dihina orang dengan disuruh merangkak lewat selangkangan, tapi dia rela melakukannya dan akhirnya malah mendapat pahala dan jadilah dia panglima yang tak terkalahkan dan berhasil ikut membangun dinasti Han yang jaya itu.

Seorang lelaki sejati, jika tidak sabar terhadap soal kecil, tentu akibatnya akan mengacaukan urusan besar.

Asalkan kelak dapat berjaya dan menonjol, apa halangannya sekarang mendapatkan sedikit hinaan" Karena pikiran itulah, mendadak ia membalik tubuh terus berlutut kepada Soat Ko-hong, disembahnya tokoh bungkuk itu, katanya: "Kakek, kelakuan Ciamtay Cu-ih ini tiada ubahnya seperti hewan, setiap orang Bu-lim wajib membunuhnya.

Untuk itu hendaklah kakek menegakkan keadilan dan menumpas orang jahat ini bagi dunia Kangouw.

Perbuatan Soat Peng-say ini benar2 diluar dugaan siapapun juga termasuk Soat Ko-bong dan Ciamtay Cu-ih, tiada seorangpun yang menyangka anak muda yang keras kepala ini mau tunduk dan menyembah kepada orang.

Hendaklah dimaklumi bahwa setiap orang persilatan pada umumnya mengutamakan nama dan kehormatan, biarpun di-sayat2 juga tidak mau tunduk, apalagi dihina di depan umum.

Tadinya semua orang mengira si bungkuk muda ini adalah cucu Soat Ko-hong, umpama bukan cucu sungguh2, mungkin juga cucu murid atau cucu keponakan dan sebagainya.

Hanya Soat Ko-hong sendiri yang tahu anak muda ini tiada sangkut-paut sedikitpun dengan dirinya.

Namun Ciamtay Cu-ih dapat melihat ketidak beresan diantara hubungan Soat Ko-hong dan Soat Peng-say itu, hanya saja ia tidak dapat menerka dengan pasti huhungan sesungguhnya antara kedua orang itu, namun didengarnya panggilan "kakek" yang diucapkan Peng-say itu terasa sangat dipaksakan.

ia menduga mungkin anak muda itu takut mati, maka terpaksa memanggil kakek kepada si bungkuk untuk minta perlindungan.

Begitulah Soat Ko-hong lantas bergelak tertawa dan berseru: "Hahahaha! Cucu sayang, bagaimana, apakah kita benar2 hendak main2?" Kedengarannya dia bicara kepada Soat Peng-say, tapi dia berkata sambil menghadapi.

Ciamtay Cu-ih, jadi ucapannya "cucu sayang" itu se-akan2 ditujukan kepada tokoh Tang-wan itu.

Keruan Ciamtay Cu-ih tambah murka, ia tahu pertarungan ini bukan saja menyangkut mati-hidupnya sendiri, bahkan juga menyangkut jaya dan runtuhnya Honghoa-wan.

Maka diam2 ia menghimpun tenaga dan siap siaga, ia tertawa hambar dan berkata: "Rupanya Soat-siansing ada maksud pamer ilmu saktinya di depan orang banyak, agar semua orang dapat menambah pengalaman, terpaksa kuiringi kehendak Soat-siansing." Dari tepukan Soat Ko-hong tadi Ciamtay Cu-ih sudah tahu tenaga dalam si bungkuk terlebih kuat daripada dirinya, bahkan kelihatan sangat keras, sekali dilontarkan sukar ditahan lagi dan pasti akan terus melanda lawan seperti gugur gunung dahsyatnya.

Maka diam2 Ciamtay Cu-ih mengambil keputusan dalam serarus jurus pertama hanya akan bertahan saja tanpa menyerang, akan ditunggunya bilamana kekuatan musuh sudah mulai lemah baru dia akan melancarkan serangan balasan.

Sesungguhnya ilmu silat Hong-hoa-wan di lautan timur juga berasal dari Tionggoan, mengutamakan kelunakan untuk mengatasi kekerasan, maka dalam hal kesabaran Ciamtay Cu-ih cukup tahan uji.

Ia pikir asalkan dapat bertanding sama kuatnya dengan tokoh bungkuk ini, maka nama baik Hong-hoa-wan dapatlah ditegakkan kembali dan berjaya seperti 27 tahun yang lalu.

Ia menduga bila si bungkuk tak dapat merobohkan lawannya, akhirnya tentu akan gelisah dan menyerang secara ceroboh, apabila pertarungan sudah melebihi ratusan jurus, bukan mustahil akan dapat ditemukan lubang2 kelemahan si bungkuk, tatkala mana dapatlah dia merobohkan lawan tersebut dengan mudah.

Rupanya maksud kedatangannya kedaratan Tionggoan ini salah satu tujuannya ialah ingin menegakkan nama Hong-hoa-wan.

Maklumlah sudah 27 tahun dia mengasingkan diri, pada umumnya orang Bulim sudah melupakan dia.

Di dunia persilatan sekarang orang hanya memuja Sam-yu Ji-ki atau Tiga serangkai dan dua tokoh sakti, yaitu apa yang sekarang bergabung di dalam Ngo tay-lian-beng atau persekutuan lima besar ini.

Terhadap Ji-ki atau dua tokoh sakli yang lain, meski diketahui Ciamtay Cu-ih masih hidup dilautan bebas sana, tapi dianggap sudah menghilang seperti halnya Sau Ceng-in dari Pak-cay.

Nama "Say-pak-beng-to" atau si untu sakti dari utara, memang tidak segemilang Sam-yu dan Ji-ki, tapi dalam pandangnn tokoh2 angkatan tua, ilmu silat si makhluk aneh ini bahkan diatas kelima tokoh besar itu.

Apabila sekarang Ciamtay Cu-ih dapat mengalahkannya sejurus-dua, maka harga diri Ciamtay Cu-ih pasti akan menanjak dan tiada seorangpun yang berani meremehkan dia.

Soat Ko-hong sendiri juga sedang me-nimang2 lawannya, ia lihat perawakan Ciamtay Cu-ih kurus kecil seperti badan anak kecil, kalau ditimbang mungkin tidak ada 80 kati.

tapi berdirinya ternyata begitu tegak dan kukuh seperti bukit yang tak tergoyahkan, sikapnya yang kereng jelas menampilkan gaya seorang guru besar suatu aliran tersendiri, jelas betapa tinggi Lwekang si kakek kecil ini tidak boleh dipandang enteng.

Maka diam2 Soat Ko-hong merasa waswas, betapapun si bungkuk tidak boleh terjungkal ditangan seorang kakek kecil begini.

Karena itulah dia tidak berani sembarangan melancarkan serangan, tapi mengawasi lawan dengan cermat.

Begitulah kedua orang pendek itu saling menatap dengan prihatin, senyuman mereka sudah lenyap dan pertarungan sengit segera akan terjadi.

Thian-bun Tojin, Ting-yat Suthay dan lain2 sama tidak suka kepada Ciamtay Cu-ih.

sebab pada 27 tahun yang lalu, pada masa jayanya Ciamtay Cu-ih, boleh dikatakan di mata tokoh Tang-wan itu tidak merasakan adanya Tionggoansamyu, anak murid tiga serangkai itupun sering dihinanya.

Tapi sekarang jaman telah berubah, Sam-yu dan Ji-ki telah bersekutu dan memimpin dunia persilatan, namun Ciamtay Cu-ih sama sekali tidak memberikan salam atau kata2 pujian lain, dalam pandangannya se-olah2 persekutuan lima besar itu telah merosotkan harga diri Bulim-suki dahulu.

Mengenai pribadi Soat Ko-hong, namanya sangat busuk di dunia persilatan.

Meski dia tidak melakukan kejahatan dan memusuhi Ngo-tay-lian-beng, tapi hampir semua tokoh utama kelima besar itu lama memandang Soat Ko-hong sebagai manusia rendah dan tidak sudi berkumpul dengan dia.

Sebab itulah, bagaimana hasil dari pertarungan antara Ciamtay Cu-ih dan Soat Ko-hong ini bukan soal bagi mereka.

Bahkan dalam hati Thian-bun Tojin dan Ting-yat Suthay berharap semoga pertarungan kedua orang itu berlangsung dengan sengitnya, kalau keduanya mampus bersama malahan kebetulan bagi mereka.

Hanya Wi Kay-hou saja yang mempunyai hubungan yang rada akrab dengan Ciamtay Cu-ih, di samping itu iapun tuan rumahnya, maka sedapatnya ia ingin mencegah pertarungan kedua orang itu.

Akan tetapi kedua orang itu adalah tokoh yang punya harga diri, barang siapa mundur lebih dulu berarti kalah.

Walaupun keduanya juga menyadari pertarungan ini tanpa tujuan berarti, cuma keduanya sudah kadung sama ngotot sehingga mau-tak-mau harus saling gebrak.

Posting Komentar