Sekarang ia sendiri mendengar Gi-lim menyinggung Siang-liu-kiam-hoat, tentu saja ia terkesiap, seketika ia menjadi tegang, tanyanya: "Di ..
dimana.
" Maklum, sejak tersiarnya berita tentang Siang-liu-kiamhoat nomor satu di dunia, sejak itu hampir setiap orang persilatan sama menaruh perhatian terhadap jejak kitab pusaka ilmu pedang itu, siapapun ingin menemukan kitab itu dan menjadi jago pedang nomor satu di dunia.
Hanya saja selama berpuluh tahun cuma berita itu saja yang tersiar, tapi belum pernah terbukti Siang-liu-kiam-hoat muncul di dunia persilatan, maka lama2 orangpun sama melupakannya dan menganggapnya sebagai isyu belaka.
Tapi Ciamtay Cu-ih tahu Siang-liu-kiam-hoat itu benar2 ilmu pedang keluarga Sau dari Pak-cay dan bukan omong kosong belaka.
Selama 27 tahun ini tidak pernah dia melupakan jejak Siang-liu-kiam- boh meski dia jauh berada dilautan timur sana, Sekarang mendadak terdengar beritanya, maka iapun ingin tahu dan bertanya dimana beradanya kitab pusaka itu.
Tapi segera teringat olehnya bilamana terang2an ia ikut bertanya tentang kitab pusaka itu, hal ini sama artinya dirinya juga mengincar kitab pusaka yang dianggap cuma isyu oleh orang lain itu.
Sebab itulah dia tidak lantas bertanya lebih lanjut, diam2 ia hanya berharap Gi-lim yang masih hijau itu akan bercerita terus terang rahasia apa yang didengarnya.
asalkan dirinya mengetahui jejak kitab pusaka itu.
maka tidak sulit baginya untuk memastikan pemilik kitab itu masih hidup atau sudah mati.
Jadi yang diperhatikan olehnya sesungguhnya bukan dimana beradanya Siang-liu-kiam-hoat melainkan matihidupnya Sau Ceng-in dari Pak-cay.
Semua orang tidak memperhatikan gerak-gerik Ciamtay Cu-ih, merekapun tidak peduli cerita Gi-lim tentang Siangliu-kiam-boh segala, sebab mereka menganggap hal itu cuma isyu, cuma desas-desus cuma omong-kosong belaka, di dunia ini hakikatnya tidak ada Siang-liu-kiam-hoat, Mereka cuma menduga sebabnya Sau Peng-lam menyebut Siang-liu-kiam-boh sebelum ajalnya itu pasti mempunyai maksud tujuan tertentu.
Betul juga, segera terdengar Gi-lim bercerita pula: "Ketika mendengar Sau-toako bicara tentang ilmu pedang nomor satu di dunia, Lo Ci-kiat jadi ketarik dan ingin tahu.
ia mendekati Sau-toako dan berjongkok, ia ingin mendengarkan kitab pusaka itu berada dimana.
Diluar dugaan mendadak Sau-toako menyambar pedangnya yang terjatuh dilantai itu, terus dicobloskan ke perut Lo Ci kiat.
Kontan orang jahat she Lo itu terjungkal, kaki dan tangannva berkelejotan, dan tidak dapat bangun lagi.
Kiranya Sau-toako dapat menyelami ketamakan orang yang mengincar Siang-liu-kiam-boh, maka ia sengaja memancing si jahat she Lo itu kedekatnya, lalu membunuhnya untuk melampiaskan sakit hatinya.
" Habis bercerita, Gi-lim menjadi lemas lunglai, ia bergeliat dan jatuh pingsan.
Cepat Ting-yat menahan pinggang Gi-lim dan memandang Ciamtay Cu-ih dengan menndelik.
Semua orang sama terdiam, semuanya sama membayangkan betapa mendebarkan pertarungan yang terjadi di Cui-sian-lau itu.
Dalam pandangan Thian-bun Tojin, Bun-sian-sing, Ho Sam-jit dan lokoh2 kelas tinggi, sudah tentu ilmu silat Sau Peng-lam, Lo Ci-kiat dan lain2 mungkin tiada sasuatu yang istimewa, tapi apa yang terjadi dalam pertarungan sengit itu sangat ngeri dan jarang terjadi didunia Kangouw.
Apalagi kejadian itu dk'sahkan o!eh seorang N'koh jilita se-bagai Gi litr, je'as nada seiuatu yang sengajn di-besar2kan atau di-bumbu2i.
Thian-bun Tojin lantas tanya Te-coat Tojin; "Sute, setelah terluka, lalu kau kemana?" "Maksudku hendak lari ke bawah loteng untuk mencari bala bantuan guna menumpas bangsat cabul itu," tutur Te-coat, "Tapi lantaran lukaku terlalu parah.
setiba dibawah aku lantas jatuh tersungkur dan tidak dapat bergerak lagi." "Jika demikian, jadi kau pun menyaksikan sendiri apa yang terjadi itu?" tanya Thian-bun.
"Ya, Sau Peng-lam dan Lo Ci-kiat sama2 berhati keji dan bertindak kejam, akhirnya keduanya gugur bersama," jawab Te-coat Tojin.
Sorot mata Ciamtay Cu-ih lantas beralih ke arah Kiau Lo-kiat.
dengan muka guram ia mendengus: "Kiau-hiantit, beberapa hari yang lalu Sau Peng-lam telah melukai Ci-eng dan Ci-hiong, pagi tadi dia membinasakan Ci-kiat pula di tempat yang sama.
Sesungguhnya Tang-wan kami ada permusuhan apa dengan Lam-han kalian sehingga tanpa sebab musabab Suhengmu selalu mencari perkara kepada anak murid Tang-wan kami?" Kiau Lo-kiat menggeleng, jawabnya: "Entah, Tecu tidak tahu.
Semua itu adalah sengketa pribadi antara Sau-toasuheng dengan Lo-suheng dari Tang-wan kalian, sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan hubungan baik antara Tang-wan dan Lam-han." Walaupun begitu, dalam hati Kiau Lo-kiat berpikir besar kemungkinan Toa-suheng mengetahui tindak-tanduk anak murid Tang-wan yang tidak pantas, makanya Toa-suheng menjadi marah dan sengaja hendak menghajar mereka.
Sudah tentu kuatir bikin marah Ciamtay Cu-ih, maka apa yang dipikirnya itu tidak berani dikatakannya.
Ciamtay Cu-ih lantas mendengus: "Hm, tidak ada sangkut-paut apa, mengapa kau mengelakkan tanggungjawab.
" Belum habis ucapannya, mendadak terdengar suara gedubrakan, daun jendela disebelah kiri mendadak terpentang didobrak orang, lalu melayang masuk satu orang.
Para hadirin adalah jago2 kelas tinggi dan dapat memberi reaksi dengan cepat, begitu melihat sesuatu, segera mereka menyingkir kesamping dan siap siaga.
Belum lagi terlihat jelas siapa orang yang melayang masuk itu, "brak", kembali melayang masuk pula satu orang.
Keduanya terus mendekam di lantai dan tidak bergerak.
Dari pakaian mereka yang serba putih jelas mereka adalah anak murid Tang-wan.
Di bagian bokong mereka jelas kelihatan ada bekas di depak oleh kaki.
Terdengar di luar jendela ada orang berseru lantang: "Inilah gaya belibis hinggap di padang pasir dan jatuh dengan pantat lebih dulu!" Secepat terbang Ciamtay Cu-ih terus melayang keluar jendela disertai dengan suatu pukulan dahsyat, sebelah tangannya menolak ambang jendela, ttubuhnya terus melayang ke atap rumah, dengan sebelah kaki berdiri ditepi emper, berpuluh tombak disekelilingnya dapat dilihat dengan jelas.
Akan tetapi suasana sunyi senyap.
hujan rintik2, malam kelam, tiada nampak bayangan seorangpun, ia pikir orang ini tentu sembunyi disekitar sini, tidak mungkin dalam waktu sekejap ini menghilang tanpa bekas.
Ia menyadari orang ini pasti lawan tangguh, segera ia lolos golok melengkung, dengan gerak cepat ia mengitar satu keliling gedung keluarga Wi ini.
Waktu itu kecuali Thian-bun Tojin yang menjaga gengsi dan tetap berduduk ditempatnya, yang lain seperti Ting-yat Suthay, Ho Sam-jit, Bun-siansing dan tokoh2 lain serentak juga ikut melompat keluar.
mereka sempat melihat seorang tua berjubah putih bertubuh pendek gemuk sedang meluncur dengan cepat dalam kegelapan, begitu cepat sehingga mirip sejalur bayangan putih berkelebat di kejauhan.
Diam2 mereka sangat kagum terhadap Ginkang Ciamtay Cu-ih yang tinggi dan tidak malu sebagai salah satu tokoh Su-ki yang terkenal itu.
Meski sangat cepat Ciamtay Cu-ih memeriksa sekitar kediaman keluarga Wi itu, hampir setiap pelosok telah ditelitinya.
Sesudab mengitar satu keliling, lalu dia melompat masuk kembali keruangan tamu tadi.
Dilihatnya kedua muridnya masih meringkuk dilantai, pada pantat mereka masih terlihat jelas bekas kaki yang membikin matu Hong hoa-wan dari Tang wan itu.
Segera Ciamtay Cu-ih meraih salah seorang itu sehihgga rebah telentang, dilihatnya orang ini adalah muridnya yang bernama Sun Ci-cun, sedang seorang lagi ialah Ko Ci-thong.
Dia menepuk Hiat-to Sun Ci-cun, lalu bertanya: "Kau dikerjai siapa tadi?" Sun Ci cun ingin bicara, tapi sukar mengeluarkan suara.
Ciamtay Cu ih terkejut.
Caranya membuka Hiat-to yang tertutuk itu sudab hampir menggunakan tenaga dalam yang penuh, tapi Hiat-to Sun Ci-cun ternyata beium lagi terbuka, maka dapat diketahui tenaga tutukan lawan terlebih kuat dari pada dirinya.
Biarpun perawakan Ciamtay Co-ih pendek gemuk, tapi semangat tempurnya sangat kuat, setelah mengetahui sedang menghadapi musuh lihay, dia tidak menjadi keder, sebaliknya bertambah semangat.
Diam2 ia mengerahkan tenaga dalam sendiri dan disalurkan ke Leng-tay-hiat di punggung Ci-cun.
Selang sebentar lagi, pelahan2 Ci-cun mulai dapat bersuara: "Su ....
Suhu .
" Ciamtay Cu-ih tidak menjawabnya, ia menyalurkan tenaga dalamnya lebih lanjut.
Akhirnya dapatlah Ci-cun bicara dengan jelas: "Suhu, Tecu tidak tahu siapa lawan itu." "Dimana kalian dikerjai dia?" tanya Ciamtay Cu-ih.
"Tecu dan Ko-sute sedang buang air diluar sana, mendadak Tecu merasa punggung kesemutan dan begitulah kami telah dikerjai oleh keparat jahanam itu,"' tutur Ci-cun.