Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 74

NIC

JiKa tidak tahu, tidak perlu kau tanyakan." "O, kiranya bukan kata2 baik," ucap Gi-lim.

"Sehabis mendengar ucapan Sau-toako itu, Thio Yan-coan lantas melototi Sau-toako dan bertanya: 'Memangnya kau yakin pasti akan menang"' Sau-toako menjawab: "Ya, pasti! Bila bertempur dengan berdiri, di dunia ini nomor urutanku adalah ke-39.

tapi kalau bertempur dengan berduduk, nomor urutanku ialah ke 2!' -Tampaknya Thio Yan-coan sangat heran oleh keterangan Sau-toako ini, ia tanya: 'O, kau cuma nomor 2 lantas siapa yang nomor satu," Sau-toako menjawab: 'Yang nomor satu ialah Mo-kaukaucu (ketua agama) Tonghong Put-pay!'.

." Air muka semua orang sama berubah demi mendengar Gi-lim menyebut "Mo-kau-kaucu Tong-hong Put-pay".

Agaknya Gi-lim juga merasakan suasana diruangan besar ini mendadak berubah aneh, ia menjadi heran dan juga takut, ia menyangka ucapannya tadi ada yang keliru, maka cepat ia tanya: "Suhu, apakah ucapanku tadi ada yang tidak benar?" "Jangan kau sebut lagi nama orang ini," kata Ting-yat, "Kemudian bagaimana jawaban Thio Yan-coan.

Dia lantas mengangguk dan berkata: "Baik, jika kau bilang jago nomor satu ialah Tonghong-kaocu, akupun setuju.

Cuma kau mengaku nomor dua, kukira agak tertalu besar bualanmu.

Memangnya kau dapat melebihi ayahmu.

Sau-siansing" Sau-toako menjawab: 'Yang kumaksudkan kan bertanding sambil berduduk" Jika bertempur dengan berdiri, ayahku memang menduduki urutan keenam.

Aku sendiri ke-39.

jelas selisih sangat jauh dengan beliau.' -Thio Yan-coan mengangguk, katanya: 'O, kiranya demikian.

Lantas aku nomor berupa jika bertempur dengan berdiri" Siapa pula yang memberikan nomor urutan itu"' Sau-toako menjawab sambil Setengah berbisik, katanya: 'Wah, inilah rahasia besar.

Karena persahabatan kita, biarlah kukatakan terus terang, tapi jangan kau katakan pula kepada orang lain, kalau tidak, bisa jadi dunia persilatan akan terjadi pergolakan hebat....

Tiga bulan yang lalu, kelima Ciangbunjin Ngo-tay-lian beng kami berkumpul di Soh-hok-han dan membicarakan tokoh Bulim masa kini.

Saking gembiranya dalam ber-bincang2 itu, kelima Ciangbunjin lantas memberikan daftar urutan para tokoh dunia sekarang.

Terus terang, Thio-heng, kelima guru kami itu sangat benci kepada kepribadianmu, kau dicaci-maki habis2an dan tidak laku satu peserpun.

Tapi bicara mengenai ilmu silatmu, mengenai Kungfumu, semuanya merasa kepandaianmu masih boleh juga.

Kalau bertempur dengan berdiri menurut urutan di dunia persilatan sekarang ini kau terhitung jago nomor 13." Serentak Thian-bun Tojin dan Ting-yat Suthay berkata: "Si Sau Peng-lam itu sermbarangan mengoceh, mana pernah terjadi pertandingan begitu?" "O, kiranya Sau-toako cuma membohongi dia," kata Gi-lim "Thio Yan-coan itu tampaknya juga setengah percaya setengah tidak.

Dia berkata: 'Para ketua Ngo tay-lian-beng adalah pimpinan dunia persilatan masa kini, bisa mendapatkan pujian mereka sungguh akupun merasa bangga.

Bahwa, diriku diberi nomor urutan ke-13, haha, aku harus berterima kasih.

Eh, Sau-heng, apakah di depan kelima Ciangbunjin itu kaupun mempertunjukkan kau punya ilmu pedang kakus yang berbau busuk itu" Kalau tidak, mengapa mereka memberi kau kau nomor dua"' -Sau-toako tertawa dan menjawab; 'Tentang ilmu pedang kakus ini memang kurang sopan jika kumainkan di depan umum, apalagi harus kuperlihatkan di depan kelima Ciangbunjin.

Gaya ilmu pedang berbau busuk ini tidak pantas dilihat, namun sangat lihay.

Pernah kubicara dengan tokoh terkemuka dari Ma-kau dan mereka pun mengakui di dunia ini selain Tonghong-kaucu sendiri tiada orang lain lagi yang mampu menandingi diriku.

Hanya saja, Thio-heng, persoalannya harus dipikirkan kembali, meski ilmu pedangku ini sangat hebat, kecuali kugunakan menusuk lalat waktu berak, sesungguhnya sukar dipraktekkan.

Habis, coba kau bayangkan, bilamana benar2 bertempur, siapakah yang mau bertanding denganku sambil berduduk" Seumpama kita sudah berjanji akan bertandig dengan berduduk, bilamana nanti kau kalah, bisa jadi dari malu kau menjadi gusar, lalu mendadak berdiri.

Padahal kau jago nomor 13 jika bertempur dengan berdiri maka dengan mudah dapat kau bunuh diriku yang jago nomor dua jika bertempur sambil berduduk.

Maka dari itu, kau ini jago nomor 13 tulen, sebaliknya aku ini jago nomor dua cuma nama kosong belaka.' -Thio Yan-coan mendengus, katanya: 'Hm, Sau-heng, mulutmu ini memang pintar bicara Dari mana pula kau tahu bahwa bertempur dengan berduduk aku pasti kalah, darimana pula kau tahu dari malu aku akan menjadi gusar, lalu berdiri dan membunuhmu"' Sau-toako menjawab: 'Asakan kau berjanji setelah kalah kau takkan membunuhku, maka syarat kedua tentang menjadi Thaykam boleh kita batalkan, supaya kau tidak sampai putus turunan dan berdosa kepada leluhurmu.

Nah, tidak perlu banyak bicara lagi, marilah kita mulai bergebrak!' -Habis berkata, kontan Sau-toako menjungkir-balikkan meja sehingga mangkuk piring berantakan.

Kedua orang lantas duduk berhadapan, yang satu memegang golok dan yang lain memegang pedang.

-'Hayolah mulai! Siapa yang berdiri lebih dulu, siapa yang mengangkat pantat lebih dulu meningggalkan kursinya, dia dianggap kalah"' seru Sau-toako.

'Baik, ingin kulihat siapa yang akan berdiri lebih dulu!'jawab Thio Yan-coan." Gi-lim berbenti sejenak, lalu menyambung pula: "Baru saja mereka mau bergebrak, tiba2 Thio Yan-coan melirik sekejap ke arahku dan mendadak tertawa ter-bahak2, katanya: 'Sau heng, sudahlah, aku menyerah saja.

Rupanya diam2 kau menyembunyikan teman dan sengaja hendak membikin susah padaku, bila kita sudah ,ulai bertanding, temanmu terus mengganggu, atau nikoh cilik ini meng-kili2 dibelakangku kan mungkin aku akan terpaksa berbangkit.' -Sau-toako tertawa, katanya: 'Tidak, kujamin tak ada orang ketiga yang ikut campur pertandingan kita ini, Nikoh cilik, apakah kau menghendaki aku kalah bertanding"' -Aku menjawab: 'Sudah tentu kuharapkan kau menang, kau jago nomor dua jika bertempur dengan berduduk, manabisa kalah.' Sau-toako mengangguk, katanya: 'Bagus, jika begitu silakan kau pergi saja, makin cepat makin baik, makin jauh makin baik! Sialan, jika ditunggui seorang pere mpuan gundul begini, tanpa bertempur saja aku sudah kalah.' -Tanpa menunggu tanggapan Thio Yan-coan kontan pedang Sau-toako lantas menusuknya.

Thio Yan-coan menangkis dan balas menyerang sambil berkata: 'Hebat, sungguh akal bagus caramu menolong si Nikoh cilik ini.

Sau-heng, kau benar2 seorang pencinta yang baik hati.

Cuma pertaruhanmu ini terlalu besar dan juga terlalu berbahaya bagimu.' -Waktu itu barulah aku paham, kiranya maksud Sautoako bertanding dengan berduduk dan barang siapa bangkit lebih dulu dianggap kalah, tujuannya adalah untuk menyelamatkan diriku agar aku sempat melarikan diri.

Agar tidak dianggap kalah Thio Yan-coan tidak dapat meninggalkan kursinya dengan sendirinya dia tak sempat menawan diriku." Mendengar sampai disini, diam2 semua orang merasa gegetun atas usaha Sau Peng-lam dengan susah payah itu.

Ilmu silatnya tak dapat mengungguli Thio Yan-coan, selain mengalahkan dia dengan akal memang tiada jalan lain untuk menolong Gi-lim.

"Tentang pencinta segala, semua itu kata2 kasar.

selanjutnya jangan kau sebut dan jangan kau pikir," kata Ting-yat.

Gi-lim menunduk, jawabnya: "O, kiranya kata2 itupun tidak baik.

Tahulah Tecu sekarang." "Kesempatan baik itu mestinya kau gunakan untuk angkat kaki bukan" Jika Thio Yan-coan berhasil membunuh Sau Peng-lam, tentu kau tak dapat kabur," kata Ting-yat pula.

"Ya, Sau-toako juga terus mendesak, terpaksa aku memberi hormat kepadanya dan berkata: "Terima kasih atas pertolongan Sau-suheng.

Habis itu aku lantas meninggalkan tempat itu.

Tapi baru sampai diujung tangga.

mendadak kudengar Thio Yan-coan membentak: 'Kena!' Waktu aku menoleh.

dua titik darah muncrat pada mukaku.

Kiranya pundak Sau-toako telah terkena golok.

Terlihat Thio Yan-coan lagi tertawa dan berkata: 'Bagaimana ilmu pedang jago nomor dua di dunia ini, kukira juga cuma begini saja!' Sao-toako menjawab: 'Sebelum Nikoh itu pergi, mana bisa kukalahkan kau" Ai, agaknya memang sudah ditakdirkan aku mesti mengalami petaka ini.' -Kupikir Sau-toako jemu kepada Nikoh, jika kutinggal lagi disitu mungkin akan membikin celaka jiwanya.

Terpaksa kuturun dari loteng restoran itu.

Setiba dibawah, kudengar dering nyaring beradunya senjata, kembali terdengar Thio Yan-coan membentak: 'Kena!' Tentu saja aku terkejut dan berkuatir, kuyakin Sau-toako pasti terluka pula.

Tapi aku tidak berani naik lagi keloteng, terpaksa aku berputar kebelakang dan melompat keatas wuwungan restoran itu, dari situ aku mengintip ke bawah melalui jendela.

Kulihat Sau-toako masih terus bertempur dengan sengit meski tubuhnya sudah berlepotan darah segar, sebaliknya Thio Yan-coan sama sekali tidak terluka.

Tidak lama kemudian, kembali Thio Yan-coan membentak dan lengan kiri Sau-toako terbacok lagi satu kali.

Ia lantas menarik goloknya, katanya dengan tertawa: 'Sau-heng, seranganku ini sengaja kuberi kelonggaran!' -Sau-toako menjawab dengan tertawa: 'Dengan sendirinya kutahu.

Jika bacokanmu agak keras, tentu lenganku ini sudah buntung!' Coba, Suhu, dalam keadaan begitu Sau-suheng masih dapat tertawa.

Maka Thio Yan-coan berkata pula: 'Dan pertarungan ini dilanjutkan tidak"' Dengan tegas Sau-toako menjawab: 'Sudah tentu diteruskan, kalah atau menang kan belum jelas, siapapun belum ada yang berdiri.' -Thio Yan-coan itu membujuk: 'Kukira lebih baik kau mengaku kalah saja dan berdirilah.

Biarlah kita batalkan segala perjanjian tadi dan kau tidak perlu mengangkat guru kepada Nikoh cilik itu' Namun Sau-toako tidak mau terima.

jawabnya: 'Tidak bisa.

Seorang lelaki sejati, sekali sudah bicara tidak nanti dijilat kembali.' -Thio Yan-coan berkata: 'Sudah banyak lelaki kepala batu di dunia ini, tapi orang seperti Sau-heng baru sekarang untuk pertama kalinya kulihat.

Baik, anggaplah kita seri, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.

Bagaimana" kalau kita sudahi pertandingan ini"' -Sau-toako tertawa dan memandangi dia tanpa bersuara.

Darah segar bercucuran dari luka yang memenuhi tubuhnya.

Mendadak Thio Yan-coan membuang goloknya.

baru saja dia mau berbangkit, sekonyong2 teringat olehnya bila berdiri akan berarti kalah.

makanya tubuhnya cuma bergeliat sedikit, Lalu berduduk kembali sehingga belum sampai berbangkit dari kursinya.

Dengan tertawa Sau-toako berkata: 'Thio-heng, kau sungguh sangat cerdik!.

" Mendengar sampai disini, tanpa terasa semua orang sama menghela napas menyesal, semuanya merasa sayang bagi usaha Sau Peng-lam.

Gi-lim lantas menyambung pula: "Thio Yan-coan menjemput kembali goloknya dan berkata: 'Awas, Sauheng, akan kumainkan golok kilat.

Bila terlambat sebentar lagi mungkin Nikoh cilik itu akan kabur dan sukar disusul.' Aku menjadi gemetar mendengar dia akan mengejar diriku.

Akupun kuatir Sau-toako akan dicelakai olehnya, aku menjadi bingung.

Tiba2 teringat olehku sebabnya Sautoako bertempur mati2an dengan orang jahat itu adalah demi menolong diriku.

Posting Komentar