Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 73

NIC

-Sau toako juga lantas membentak.

"Tutup mulut! Jika kau sembarangan omong lagi, mau-tak-mau aku bertindak Pokoknya, jika tidak kau lepaskan dia, biarlah kita bertempur lagi mati2an.' Thio Yan-coan tertawa, katanya: 'Kau bukan tandinganku, bertempur hanya akan bikin jiwamu amblas.' Tapi Sau-toako membantah, katanya: 'Jika bertempur dengan berdiri aku memang bukan tandinganmu, tapi bertempur dengan berduduk jelas kau bukan tandinganku.

.." Dari penuturan Gi-lim tadi semua orang sudah tahu cara bagaimana Thio Yan-coan berduduk menghadapi serangan Te-coat Tojin yang lihay.

dari sini dapat diketahui betapa lihaynya dia bertempur sambil berduduk.

Tapi sekarang Sau Peng-lam justeru menyarankan bertempur dengan berduduk pasti dapat mengalahkan Thio Yan-coan, jelas kata2 ini hanya ingin memancing kemarahan lawan saja.

Ho Sam-jit manggut2, katanya: "Terhadap bangsat cabul begitu kalau dapat memancingnya berjingkrak dan murka, lalu mencari kesempatan untuk turun tangan, jalan ini memang akal bagus." "Akan tetapi Thio Yan-coan itu tidak menjadi marah setelah mendengar ucapan Sau-toako itu," tutur Gi-lim lebih lanjut.

"Dia malah tertawa dan berkata: Sau-heng, yang kukagumi adalah ketabahan dan jiwa ksatriamu, tapi bukan ilmu silatmu.' Kontan Sau-toako menjaWab: 'Dan yang kukagumi adalah kecepatan golokmu jika bertempur dengan berdiri, tapi bukan permainan golokmu dengan berduduk.' "Thio Yan-coan ter-bahak2 pula, kataya, 'Dalam hal ini ada yang tidak diketahui olehmu Waktu muda pernah kakiku menderita penyakit dan selama dua tahun terpaksa aku harus berlatih golok sambil berduduk.

Jadi bertempur dengan berduduk adalah kemahiranku.

Tadi aku bergebrak dengan si Tojin hidung kerbau itu degan berduduk bukan karena aku menghina dia, soalnya aku memang sudah biasa bertempur dengan berduduk, jadi malas untuk berdiri.

Untuk ini, jelas kau pun bukan tandinganku.' -Sau-toako menjawab pula: 'Agaknya Thio-heng juga tidak tahu akan diriku, bahwa kau berlatih ilmu golok dengan berduduk selama dua tahun lantaran kau menderita sakit pada kakimu, tapi tahukah kau bahywa dahulu setiap hari aku berlatih lmu pedang dengan berduduk".

" Sampai di sini, pandangan semua orang sama tertuju kearah Kiau Lo-kiat, semua orang ingin tahu apakah ucapan Sau Peng-lam itu betul atau tidak" Maklumlah, selama ini mereka tidak tahu apakah diantara ilmu silat Lam-han yang terkenal itu terdapat Cara latihan dengan berduduk seperti apa yang dikatakan Sau Peng-lam" Terpaksa Kiau Lo-kiat menggeleng dan berkata: Toasuheng sengaja menipu dia, didalam perguruan kami sama sekali tidak terdapat cara berlatih demikian." "Ya, Thio Yan-coan juga tidak percaya," tukai Gi-lim.

"Dia menegas: 'Apakah betul ucapan Sau-heng ini" Wah, rasanya aku menjadi ingin belajar kenal dengan ilmu pedang Lam-han yang bernama ilmu pedang.

ilmu pedang apa, Sau-heng", -Sau-toako tertawa, jawabnya: 'Sesungguhnya ilmu pedungku ini bukan ciptaan guruku melainkan hasil pemikiranku sendiri.' Mendengar ini, air muka Thio Yan-coan seketika berubah, katanya: 'O.

kiranya demikian.

Wah.

bakat Sauheng sungguh sangat mengagumkan'.

" " Semua orang maklum apa sebabnya Thio Yan-coan sangat tertarik oleh keterangan Sau Peng-lam itu.

Sebab bukan sesuatu pekerjaan mudah untuk menciptakan sejurus ilmu pukulan atau ilmu pedang kalau tidak memiliki Kungfu maha tinggi dan mempunyai pengetahuan yang luas serta kecerdasan luar biasa, tidak nanti dapat menciptakan sesuatu jurus baru atau membuat aliran tersendiri.

Diam2 Kiau Lo-kiat jadi berpikir: "Wah, kiranya diam2 Toa-suheng telah menciptakan sejurus ilmu pedang baru, mengapa dia tidak pernah lapor kepada Suhu" Apakah dia ingin mendirikan perguruan tersendiri dan melepaskan diri dari Lam-han?" Didengarnya Gi-lim menyambung pula: "Sau-toako tertawa dan berkata: 'Ah, ilmu pedang yang berbau busuk masa kau kagumi"' Thio Yan-coan sangat heran dan bertanya: 'Bau busuk apa maksudmu"' -Akupun sangat heran, paling2 ilmu pedangnya dikatakan jelek, masa dibilang bau busuk" Tapi Sau-toako lantas menjelaskan: 'Terus terang kukatakan, setiap pagi hari, bila aku kebelakang untuk buang air besar, ketika berjongkok didalam kakus itulah, aku merasa sebal melihat kawanan lalat terbang kian kemari.

Maka pedang kuangkat dan kugunakan menusuki kawanan lalat.

Semula tusukan pedangku selalu meleset, tapi lama2 menjadi jitu, setiap pedangku bergerak si lalat lantas jatuh.

Lambat-laun dari gerakan menusuk lalat itu dapatlah kupikirkan sejurus ilmu pedang.

Cuma waktu memainkan pedang itu selamanya kuberjongkok dalam kakus, sebab itulah kukatakan berbau busuk.' -Aku merasa geli oleh ceritanya itu.

Sau-toako memang jenaka, bisa saja dia berlatih pedang cara aneh begitu.

Sebaliknya air muka Thio Yan-coan menjadi kelam setelah mendengar keterangan Sau-toako itu, katanya: 'Sau-heng, kuanggap kau sebagai sahabat, tapi uraianmu ini kurasakan terlalu menghina, memangnya kau anggap Thio Yan-coan ini sebagai lalat didalam kakus itu" Baik.

akan kubelajar kenal dengan ilmu ....

ilmu pedang.

!" Sampai disini, diam2 semua orang mengangguk.

Mereka tahu, pertandingan diantara jago silat kelas tinggi tidaklah boleh lengah dan gelisah, Cara bicara Sau Peng-lam itu sengaja hendak memancing kemarahan pihak lawan.

Sekarang Thio Yan-coan benar2 dibikin marah, jadi langkah pertamanya sudah berhasil.

"Lalu bagaimana?" Ting-yat bertanya.

"Sau-toako tertawa," tutur Gi-lim, "Katanya: 'Caranya kulatih ilmu pedangku ini hanya karena iseng saja dan tiada maksud tujuan hendak kugunakan untuk mengadu kepandaian dengan orang lain, maka janganlah Thio-heng salah paham, betapapun aku tidak berani mengangap Thioheng sebagai lalat didalam kakus.' -Aku merasa geli mendengar dia menyebut lalat didalam kakus, tanpa terasa aku tertawa Thio Yan-coan menjadi gusar, golok diloloskan dan ditaruh di atas meja, katanya; 'Baik.

sekarang boleh kita mulai bertarung dengan berduduk.' -Diam2 aku merasa kuatir melihat sorot matanya yang buas itu, jelas orang she Thio itu tidak kenal ampun lagi dan bermaksud membunuh Sau-toako.

Tapi Siu-toako tetap tenang2 saja.

katanya dengan tertawa: "Main senjata dengan berduduk jelas kau bukan tandinganku.

Padahal kita baru saja bersahabat, kenapa mesti cekcok pula.

Apalagi seorang lelaki sejati tidak nanti kutarik keuntungan dari sahabat sendiri dengan mengandalkan Kungfu kemahiran sendiri' -Tapi Thio Yan-coan menjawab: 'Aku sendiri yang ingin bertanding dan takkan kutuduh kau menarik keuntungan atas diriku.' 'O, jadi Thio-heng bertekad harus bertanding"' 'Ya, harus!' jawab Thio Yan-coan.

-'Bertanding sambil berduduk' Sau-toako menegas.

-'Ya, bertanding dengan tetap berduduk.' jawab Thio Yan-coan.

"Akhirnya Sau-toako berkata: "Baik, jika demikian, kita harus menetapkan suatu peraturan.

Sebelum kalah-menang diketahui, barang siapa berdiri lebih dulu akan kuanggap kalah.' Tanpa pikir Thio Yan-coan menjawab; 'Betul, sebelum kalah atau menang diketahui, barang siapa berdiri lebih dulu dianggap kalah.' "Sau-toako lantas bertanya pula: 'Dan bagaimana bagi yang kalah"' 'Terserah padamu.' jawab Thio Yan-coan.

Sau-toako termenung, katanya: 'Baiklah, bagi yang kalah, pertama, kelak bila melihat Nikoh cilik ini tidak boleh lagi berkata kasar dan bersikap kurang sopan padanya, tapi harus memberi hormat dan menyapa: 'Siau-suhu, Tecu Thio Yancoan menyampaikan salam hormat.' "Thio Yan-coan mengomel: 'Huh, darimana kau tahu aku yang bakal kalah" Jika kau yang kalah.

lalu bagaimana"Sau-toako menjawab: 'Aku-pun begitu.

Pokoknya.

siapa yang kalah harus menjadi cucu murid Tingyat Losuthay atau menjadi murid Nikoh kecil ini.' Suhu, coba bayangkan.

jenaka bukan Sau-toako itu" Masa mereka bertanding sendiri, yang kalah harus menjadi murid Siong-san-pay dan mana boleh kuterima mereka sebagai murid." -ooo0dw0ooo- Bicara sampai disini, tersembul senyumannya yang hambar, Sejak tadi dia merasa sedih dan menangis, Kini terunjuk senyumannya sehingga menambah kecantikannya.

"Lelaki bangor begitu, segala kata apapun dapat diucapkan mereka, masa kau sangka sungguh2," ujar Tingyat, "Kukira tujuan Sau Peng-lam itu hanya ingin memancing marah Thio Yan-coan Lalu cara bagaimana orang she Thio itu menjawabnya?" "Thio Yan-coan menjadi ragu2 meiihat sikap Sau-toako yakin pasti menang itu," tutur Gi-lim.

"Maka Sau-toako memancing lagi: 'Bagaimana,jika kau merasa pasti kalah dan tidak ingin menjadi murid Siong-san-pay, maka bolehlah kita batalkan pertandingan ini.' -Dengan gusar Thio Yan-coan menjawab: 'Omong kosong! Baik.

jadi, barang siapa kalah dia harus mengangkat Nikoh cilik ini sebagai guru!' Cepat aku berseru: "He, tidak boleh jadi! Aku tidak mau menerima kalian sebagai murid.

Kungfuku rendah, lagi pula guruku juga tidak mengizinkan.

Setiap orang Siong-san-pay kami adalah Nikoh, mana boleh ....' -Tapi Sau-toako lantas memotong ucapanku, katanya: 'Itulah keputusan hasil kompromi kami, mau atau tidak harus kau terima dan jangan banyak omong, lalu dia berpaling dan berkata pula kepada Thio Yan-coan: 'Dan kedua, barang siapa kalah, dia harus angkat golok dan sekaii potong, jadilah dia sebagai Thaykam.' Suhu, entah apa artinya sekali potong dengan golok lantas menjadi Thaykam?" Pertanyaan ini membikin semua orang sama tertawa, mereka anggap Nikoh cilik ini benar2 hijau pelonco dan tidak tahu seluk beluk orang hidup.

Thaykam adalah orang kasim, orang kebiri, dayang keraton.

Arti sekali potong dengan golok lantas menjadi Thaykam ialah yang kalah harus mengebiri dirinva sendiri.

Ting-yat juga merasa geli meiihat kepolosan anak muridnya itu, tapi dia hanya tersenyum saja dan menjawab: "Ah, itupun kata2 kasar kaum bergajul.

Posting Komentar