Segera terdengar teriakan-teriakan kesakitan disusul robohnya banyak orang yang terjungkal dari perahu mereka kedalam air. Tubuh mereka diseret air yang mulai deras arusnya karena mereka semakin dekat dengan tepi pusaran air sudah mulai bergolak.
Terjadilah perkelahian hebat diatas permukaan air itu ketika ban-tok Mo-li di keroyok. Perahunya dikepung dan wanita itu dengan pedang di tangan ditangan kanan, kipas di tangan kiri, berkelabat dan berloncatan dari perahu ke perahu. Hebat mukan main gerakan wanita ini. Pedangnya menjadi gulungan sinar yang menyambar-nyambar mendahului tubuhnya yang berkelebat dan kemanaa pun tubuhnya melayang, tentu ada seorang dua orang yang terjungkal keluar dari perahunya.
Akan tetapi, tiba-tiba pengeroyokan terhadap Ban-tok Mo-li terhenti dan sisa orang yang mengeroyoknya, kini mendayung perahunya mengejar ke suatu jurusan. Ban-tok Mo-li memandang dan ia terkejut. Kiranya, perahunya yang ia tinggalkan ketika mengamuk dan berloncatan dari perahu yang satu ke perahu yang lain, perahunya yang ditumpangi dua orang bocah yang masih dalam keadan tertotok lumpuh dan terikat kaki tangannya, kini meluncur kedepan, didayung oleh dua orang bocah itu yang entah bagaimana telah dapat bergerak kembali dan tidak terikat kaki tangan mereka! Ia tidak tahu bahwa telah terjadi keanehan pada diri Han Beng dan Giok Cu.
Dua orang bocah ini telah menghisap darah ular yang aneh, yang membuat tubuh mereka panas seperti dibakar dan menimbulkan kekuatan dasyat sekali. Hal ini tadipun sudah nampak ketika dua orang anak itu tertotok oleh Ci kai Liat. Totokan itu buyar dengan sendirinya dilanda hawa pasas yang berputar-putar di seluruh tubuh mereka.
Ketika Ban-tok Mo-li tadi dikeroyok orang dan perahu itu ditinggalkan, Han Beng dan Giok Cu yang tersiksa oleh hawa panas, berusaha untuk menggerakkan kaki tangan mereka. Dan Begitu Han Beng menggerakkan kaki tangannya,
maka tali ikatan kaki tangan yang amat kuat itupun putus!
Dia melihat Giok Cu meronta dan mencoba melepaskan kaki tangannya, lalu dibantunya anak perempuan itu dan dengan mudah saja dia dapat membikin putus tali pengikat kaki tangan Giok Cu. Tali itu seolah-olah rambut bertemu api saja ketika tersentuholeh tangannya! Mereka merasa semakin tersiksa oleh hawa panas yang kini membuat mereka seperti hendak melayang-layang, kepala seperti membengkak dan akan meledak.
“Hayo kita lari !” kata Han Beng dan dia pun mengambil
dayung dalam perahu itu. Giok Cu mengambil dayung kedua dan mereka pun mendayung perahu untuk melarikan diri. Anehnya, begitu mereka mendayung, maka gerakan mereka mengandung tenaga yang amat kuat sehingga perahu meluncur cepat sekali.
Melihat betapa dua orang anak yang diperebutkan itu melarikan diri mereka yang mengeroyok Ban-tok Mo-li segera meninggalkan iblis betina itu dan melakukan pengejaran. Ban-tok Mo-li mengeluarkan teriakan marah. Tubuhnya berkelebat dan dua orang penumpang perahu terlempar keluar. Ia lalu dengan cepatnya melakukan pengejaran pula.
Terjadilah kejar-kejaran yang hiruk-pikuk dan mengangkan. Perahu yang didayung oleh dua orang anak kecil itu ternyata dapat melaju dengan amat cepatnya sehingga membikin banyak orang menjadi heran dan juga bingung. Perahu itu menyelinap diantara perahu-perahu yang menghadang, mengepung dan mengejar dan sampai lama tidak dapat orang menangkap mereka. Akan tetapi, Han Beng dan Giok Cu jadi bingung karena mereka tidak dapat menemukan dua buah perahu keluarga mereka.
Mereka berputar-putar dan pandang mata mereka semakin berkunang, kepala semikin pening dan tubuh semakin panas. Tiba-tiba ada benda hitam menyambar dar atas dan tahu-tahu selembar jala hitam telah jatuh menimpa tubuh Han Beng dan Giok Cu. Dua orang anak ini terkejut, akan tetapi karena sudah pening, ketika jala itu menyelimuti mereka dan kemudian ditarik, mereka pun jatuh ke air, di dalam jala yang amt kuat itu.
Mereka meronta, namun tidak berdaya dan mereka terseret kedalam air oleh tiga orang yang memegangi tali dan ujung jala. Bagaikan tiga ekor ikan saja, tiga orang ini menyelam dan menyeret jala yang terisi dua orang anak itu.
Han beng dan Giok Cu gelagapan, namun karena mereka sudah biasa bermain di dalam air, mereka segera menahan napas dan membiarkan diri mereka diseret.
“Huang-ho Saam-ki (Tiga setan Huang-ho) telah menawan anak-anak itu!” terdengar teriakan dan keadaan kacau. Mereka semua mengejar siapa adanya Huang-ho Sam-kwi. Mereka semua mengenal siapa adanya Huang-ho Sam-kwi, tiga orang tokoh sesat yang amat terkenal di sepanjang sungai Huang-ho. Ilmu silat tiga orang ini tidaklah amat tinggi, akan tetapi mereka memiliki ilmu di dalam air yang membuat semua orang merasa jerih kalau harus melawan mereka di air.
Mereka tiada ubahnya ikan-ikan saja. Dan kini mereka menawan dua orang bocah yang dijadikan rebutan itu dan membawa dua orang aanak-anak itu menyelam kedalam air.
Hal ini sungguh membuat tidak tahu kemana dua orang itu dibawa oleh tiga orang Huang-ho Sam-kwi. Perahu-perahu hilir mudik mencari-cari dan mengharapkan melihat tiga setan itu muncul di permukaan air membawa dua orang tawanannya agar mereka dapat menyerang dan merampas dua orang anak itu.
Betapun pandainya Huang-ho Sam-kwi bermain di air, mereka tetap saja manusia biasa dan bukan ikan. Mereka harus keluar untuk menghirup udara sgar dan tidak mungkin mereka bersembunyi terus di dalam air.
Mereka segera berenang di dalam air, menyeret dua orang tawanan mereka, menuju ke tepi sungai sebelah selatan. Sebagai tiga setan Huang-ho, mereka agaknya hafal akan keadaan sungai itu, bahkan ketika berada di dalam air, mereka dapat mengira-ngira ke tepi bagaian mana mereka dapat mendarat tanpa diketahui orang lain. Mereka memilih tepi yang sunyi, tepi yang merupakan bagian dari hutan lebat.
Akhirnya, Huang-ho sam-kwi mendarat di tepi yang landai dan yang bersambung dengan padang rumput di tepi jalan itu. mereka mendarat dan menyeret jala yang berisi Han Beng dan Giok Cu. Dua orang anak itu kini pingsan dengan perut agak kembung kemasukan air ketika mereka diseret di bawah permukaan air. Dua orang anak itu masih berada di dalam jala dan tidak bergerak seperti dua ekor ikan besar terjala. Begitu tiga orang pria yang bertubuh tinggi kurus dan berpakaian serba hitam itu mendarat dan menyeret jala termuat dua orang bocah itu, tiba-tiba berkelebat bayangan dua orang dari kanan kiri.
“Serahkan seorang anak kepadaku!” bentak orang yang datang dari kiri. Dia adalah Kiu-bwe-houw Gan Lok yang bertubuh tinggi kurus dan di tangan kanannya nampak sebatang pecut berekor sembilan. Senjata inilah yang membuat dia dijuluki Kiu-bwe-houw (Harimau ekor sembilan) dan di dunia kang-ouw namanya cukup terkenal.
“Yang seorang lagi serahkan kepadaku!” bentak orang yang datang dari kanan dan dia ini adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiang, pendekar dari Luliangsan yang berperut gendut dan tubuhnya pendek itu. sebatang tongkat berada di tangannya dan dia bertolak pinggang dengan sikap angkuh.
Tiga orang Huang-ho Sam-kwi terkejut mereka memandang kepada dua orang itu. di bawah sinar bulan purnama mereka dapat mengenal kedua orang itu yang merupakan tokoh-tokoh persilatan yang tangguh. Orang pertama dari Huang-ho sam- kwi, yang dahinya terdapat beks luka memanjang, segera memberi hormat kepada mereka berdua.
“Harap Ji-wi Eng-hiong (kalian berdua orang gagah) tidak mengganggu kami. Dua ekor ikan ini adalah hasil jala kami dan menjadi hak kami.”
Kim-kauw-pang Pouw In Tiang menggoyangkan tongkatnya yang berselaput emas itu sambil tersenyum mengejek.
“Huang-ho Sam-kwi, kita semua tahu bahwa dua orang anak ini menjadi perebutan diantara kita semua. Siapa yang unggul ilmunya, dialah yang berhak mendapatkan mereka!” Biarpun tiga orang setan Sungai Kuning itu maklum akan kelihaian dua orang ini, namun karena mereka sudah merasa berhasil mendapatkan dua orang abak itu, tentu saja mereka tidak menyerahkan korban itu begitu saja kepada orang lain. Mereka segera mencabut pedang masing-masing yang tergantung dipunggung, siap melakukan perlawanan.
Dua orang jagoan itu pun menggerakkan senjata masing- masing menyerbu kedepan, disambut oleh Huang-ho Sam-kwi dan terjadilah perkelahian mati-matian di tepi sungai yang sunyi itu.
Sementara itu, Han Beng lebih dulu siuman dari pingsannya. Dia merasa betapa tubuhnya masih panas terbakar dari dalam, akan tetapi perutnya kembung penuh air. Aneh sekali, ketika dia menggunakan tangan menekan perutnya ada hawa panas yang kuat mendesak perut itu dan Han Beng membuka mulutnya, memuntahkan air dari dalam perut seperti pancuran. Dan air itu pun panas, mengeluarkan uap! Akana tetapi sebentar saja perutnya mengempis dan tidak terasa kembung lagi.
Pada saat itu, Giok Cu juga mengeluh dan bergerak. Han Beng membantu anak perempuan itu melepaskan diri dari libatan tali jala dan ketika Giok Cu mengeluh tentang perutnya yang membesar kembung, Han Beng teringat akan keadaan dirinya.
“tekan perutmu itu dengan tangan agar airnya keluar lagi melalui mulutmu!” Giok Cu menurut dan menekan-nekan perutnya, akan tetapi tidak berhasil.
“Mari kubantu,” kata han Beng dan tanpa ragu-ragu diapun ikut menekan perut kembung anak perempuan itu dengan telapak tangannya. Dan seketika ada hawa panas yang kuat menekan perut dan mendesak keluar air dari perut kembung itu. giok Cu muntah-muntah dan air dari dalam perutnya memancur keluar. Air ini pun panas, namun tidak sepanas air yang keluar dari perut han Beng.
Biarpun kepala mereka masih pening dan tubuh panas sekali namun kedua orang anak ini masih dapat melihat betapa tiga orang yang menjala mereka dan menyeret mereka ke dalam air tadi kini berkelahi melawan dua orang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih.