Naga Sakti Sungai Kuning Chapter 13

NIC

keuletan dan tahan uji. Tubuhnya seperti dibakar dari dalam, kepalanya pening berdenyut-denyut, namun, dia masih tabah menghadapi kakek gendut yang menyeringai menyeramkan itu. Bahkan, ketika kakek itu mengulurkan tangan hendak menangkapnya, Han Beng mengelak dengan menyelam. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang bajak sungai yang tentu saja mempunyai keahlian di dalam air selain ilmu silat yang tinggi. Dia tidak mungkin dapat meloloskan diri hanya dengan menyelam terhadap pengejaran kakek ini. Tahu-tahu Han Beng sudah tertangkap lengannya dicengkeram kakek itu. Melihat Han Beng meronta-ronta hendak melepaskan diri dari pegangan kakek itu Giok Cu menjadi marah. Ia tidak rela melihat temannya ditangkap, maka anak perempuan yang pandai renang ini pun meluncur maju dan memukul tangan kanannya kea rah punggung kakek itu.

“Lepaskan dia! Lepaskan!”

“Dukkk!” Pukulan kepalan kecil ke arah punggung itu mengejutkan Ci Kai Liat karena terasa kuat dan menimbulkan nyeri pada punggungnya! Tak disangkanya anak perempuan kecil itu memiliki tenaga sebesar itu. Punggung seperti dipukul palu besi dengan keras. Untung dia memiliki kekebalan. Dia pun membalik dan menangkap pula lengan Giok Cu dan menyeret kedua orang anak itu dan membuat mereka lumpuh tak mampu bergerak lagi. Dengan mudah dia melemparkan tubuh kedua anak itu ke atas perahunya dan dia sendiri menyusul naik.

“Heh-heh-heh, mari ikut dengan aku, anak-anak manis!” katanya sambil mulai mendayung perahunya.

Han Beng yang tetotok tadi, seketika menjadi lumpuh kaki tangannya. Akan tetapi hanya sebentar saja karena hawa panas itu membuat tubuhnya pulih kembali dan dia mampu bergerak lagi. Dia bangkit duduk dan membentak.

“Kakek jahat! Mau apa engkau membawa kami berdua? Kami ingin kembali kepada keluarga kami”

“Ehhh……??!” Ci Kai Liat terkejut sekali melihat Han Beng telah dapat Bergerak lagi. Bagaimana mungkin ini? Totokannya amat kuat. Dan dia melihat anak perempuan itu pun mulai menggerak-gerakkan kakinya! Dia pun teringat! “Aha, kalian sudah menghabiskan darah naga, di tubuh kalian ada darah naga! Kalian harus ikut bersamaku!” dan lalu menubruk Han Beng dan sebelum pemuda itu mampu meronta, dia sudah menotoknya lagi dan dalam keadaan lumpuh sementara itu, Han Beng diikat kaki tangannya. Juga Giok Cu diikat kaki tangannya oleh kakek gendut.

“Hem, bajak rendah, berikan kedua orang anak itu kepadaku!” tiba-tiba terdengar bentakan halus dan nampak sebuah perahu meluncur cepat sekali, tahu-tahu perahu itu sudah dekat dan penumpangnya hanya seorang wanita cantik yang berpakaian mewah, sikapnya dingin dan angkuh. Melihat wanita ini, wajah Ci kai Hiat berubah pucat. Tentu saja dia mengenal Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu.

“Ban-tok Mo-li, engkau carilah anak naga, aku tidak akan mencarinya lagi, aku …… aku suka kepada dua orang anak ini, hendak kuajak pulang, karena aku tidak mempunyai anak, tidak mempunyai murid. Harap jangan halangi aku, Mo-li ”

katanya dengan suara jelas mengandung rasa takut menghadapi wanita cantik itu.

“Berani engkau hendak membohongi aku?” wanita itu membentak.

Tiba-tiba tubuhnya seperti terbang melayang dan tahu-tahu ia sudah berada diatas perahu Ci Kai Liat yang menjadi semakin pucat. Bau harum yang aneh menyengat hidung dan Ci kai Liat yang biasanya merupakan seorang bajak yang amat kejam dan tidak mengenal takut, sekarang nampak menggigil.

Sungguh mengherankan sekali betapa seorang bajak yang diikuti banyak orang itu kini menggigil berhadapan dengan seorang wanita cantik. “Hayo terangkan mengapa engkau hendak mengambil darah kedua orang bocah ini!” Ia mengacungkan jari telunjuknya yang berkuku panjang dan kini Ci Kai Liat bergidik.

“Maaf, Mo-li. Aku tidak ingin berbohong. Kedua orang anak ini …… entah bagaimana tadi dibelit dan digigit anak naga!

Dan kedua orang bocah ini juga menggigit, bahkan menghisap darah anak naga sampai kedalam tubuh mereka. Oleh karena itu ”

“Pergi kau! Dua orang anak ini untuk aku!” tiba-tiba kaki wanita itu bergerak.

Cepat sekali tendangannya itu dan tahu-tahu tubuh Ci Kai Liat yang gendut telah terlempar kedalam air!

“Byuuuur !” air muncrat dan Ci kai Liat menyelam, tidak

berani muncul ke permukaan air sebelum jauh dari perahunya yang kini dirampas wanita itu berikut dua orang anak kecil. Dia menyumpah-nyumpah, namun tetap saja tidak berani berbuat sesuatu. Ci kai Liat sudah mengenal benar siapa adanya Ban- tok Mo-li Phang Bi Cu, bahkan pernah dia hampir tewas di tangan iblis betina itu. maka kini, begitu bertemu dia seperti tikus bertemu seekor kucing.

Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu mendekati dua orang anak yang terikat itu, tidak tahu bahwa Ci kai Hiat yang penasaran, melampiaskan rasa penasarannya dengan mengabarkan tentang dua orang anak yang menghisap habis darah anak naga itu kepada para tokoh kang-ouw yang berputar-putar di sekitar tempat itu.

Kini semua tokoh sudah tahu belaka bahwa naka ulat telah hilang, darahnya telah disedot habis oleh dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang kini tertawan oleh ban-tok Mo-li. Ketika Ban-tok Mo-li meraba tubuh Han Beng dan Giok Cu, ia terkejut dan menarik kembali tangannya. Wajahnya berseri dan matanya berkilat. Tubuh dua orang anak kecil itu panas seperti api!

“Bagus,” katanya mengangguk-angguk

“Kalian harus ikut denganku!” Ia pun mempergunakan dayung untuk mengerakkan perahu meninggalkan tempat itu.

Tiga buah perahu, masing-masing ditumpangi dua orang, menghadangnya. Mereka adalah enam orang tokoh kang-ouw yang juga mendengar berita yang disebar luaskan oleh Ci Kai Hiat, maka kini mereka menghadang perahu Ban-tok Mo-li dengan senjata terhunus. Dua orang memegang golok, dua orang lagi memegang pedang, dan dua orang yang lain memegang trisula. Wajah mereka garang dan agaknya enam orang itu walaupun bukan dari satu kelompok, karena jerih kalau harus menghadapi Ban-tok Mo-li sendiri saja, sudah sepakat untuk mengeroyok iblis betina ini.

“Hemmmm, kalian ini enam ekor tikus mau apa menghadang perahuku!” Ban-tok Mo-li berkata dengan suara dingin.

Seorang berkumis tebal yang memegang trisula, mewakili teman-temannya menjawab :

“Ban-to Mo-li, kami berenam mohon agar engaku suka menyerahkan seorang diantara dua orang anak itu kepada kami.”

Wanita cantik itu tersenyum. Senyuman yang membuat wajahnya manis sekali, akan tetapi juga penuh ejekan.

“Huh, enak saja berbicara. Tak seorangpun boleh menjamah dua orang anak yang menjadi milikku ini!” “Aih, Mo-li, harap berlaku adil dan jangan tamak. Seorang pun lebih dari cukup untukmu. Berilah yang seorang kepadaku agar dapat kami bagi berenam.”

“Tikus-tikus busuk, pergilah dan jangan ganggu aku! Ataukah kalian sudah bosan hidup barangkali?”

Karena mengandalkan banyak teman, enam orang ini tidak mau menyingkir bahkan mendekatkan perahu mereka, dengan senjata terangkat dan sikap mengancam mereka menyerbu.

“Berikan seorang kepada kami atau kami terpaksa akan merampas keduanya!” bentak pula si kumis tebal.

“Kiranya kalian sudah bosan hidup!” bentak Ban-tok Mo-li dan tanpa memperdulikan enam orang dalam tiga perahu itu, ia mendayung terus ke depan. Sebuah perahu menghadang didepan, yang du buah lagi menyerang dari kanan kiri. Enam orang itudengan nekat, berlompatan dari perahu mereka keatas perahu Ban-to Mo-li sambil menggerakkan senjata masing-masing!

Namun, ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dengan sikap tenang saja menyambut serbuan enam orang itu dengan kipas ditangan kiri mengebut-ngebut lehernya seperti orang kepanasan, sedangkan tangan kanan tetap mendayung perahu. Melihat enam orang itu berloncatan, tiba-tiba ia menggerakkan kipasnya kekiri kanan dan depan. Terdengar suara berciut bersama dengan menyambarnya sinar hitam ketiga penjuru dan lima orang yang sedang berloncatan menyerbu itu mengeluaran teriakan dan tubuh mereka runtuk keatas air yang bergelombang.

Seorang diantara mereka berhasil menghindarkan diri dari sambaran jarum yang keluar dari gagang kipas dengan memutar pedangnya, dan dia berhasil turun keatas perahu didepan Ban-tok Mo-li. Melihat lima orang temannya tewas semua, dia menjadi marah dan mengangkat pedangnya lalu menerjang Ban-to Mo- li yang masih duduk dengan tenang. Wanita itu tersenyum, lalu meludah kearah orang yang menyerangnya dengan pedang.

Air ludah meluncur keluar dari mulut yang manis itu, tepat mengenai muka si penyerang. Orang itu terkejut, lalu berteriak-teriak kesakitan sambil mencakari muka sendiri. Pedangnya terlempar dan dia pun roboh jatuh ke air sambil masih mencakari mukanya dan berteriak-teriak!

Han Beng dan Giok Cu yang dalam keadaan tertotok dan terbelunggu kaki tangan mereka itu menyaksikan ini semua dan keduanya terbelalak dengan muka pucat. Wanita cantik ini sungguh lihai bukan main, dalam sekejap mata lelaki yang berkepandaian tinggi. Han beng ngeri dan takut, akan tetapi juga kagum bukan main.

Kembali ada banyak perahu menghadang, bahkan kini mengepung. Tidak kurang dari lima belas buah perahu mengepung Perahu yang ditumpangi Ban-tok Mo-li, Han beng dan Giok Cu. Semua tokoh kini tahu belaka bahwa mereka tidak lagi memperbutkan anak naga, melainkan memperebutkan dua orang bucah yang kabarnya menghisap habis darah anak naga sehinggadua aorang bocah itu kini memiliki darah yang mengandung darah naga.

oooOOooo

Melihat betapa perahunya dihadang dan dikepung banyak orang, Ban-to Mo-li menjadi marah bukan main. Ia berhenti mendayung dan kini ia bangkit berdiri tegak di tengah perahunya, pedang telanjang di tangan kanan dan kipas di tangan kiri, sikapnya ganas dan penuh ancaman. Teriakan- teriakan banyak orang yang minta agar seorang diantara dua anak yang berada dalam perahunya diserahkan kepada mereka membuat Ban-to Mo-li mengerti bahwa mereka itu sudah tahu tentang dua orang bocah yang telah menghisap habis darah anak naga. Tahulah ia bahwa ia harus mempertahankan anak itu mati- matian dan banyak bicara tidak ada gunanya lagi. Perebutan anak naga itu kini berubah menjadi perebutan dua orang anak ini.

“Kalian ini tikus-tikus yang sudah bosan hidup!” teriaknya dan kipasnya dikebutkan kedepan, kanan dan kiri berhamburan jarum-jarum beracun yang amat berbahaya.

Senjata-rahasia ini amat kecil, berwarna hitam pula dan ketika meluncur keluar dari ujung gagang kipasnya amatlah cepatnya. Dalam cuaca yang hanya diterangi sinar bulan purnama, pula dengan adanya kebisingan mereka, bagaimana mungkin dapat melihat atau mendengar datangnya jarum- jarum pembawa maut itu?

Posting Komentar