Pada saat itu, Han Beng sudah berenang dekat. Melihat anak perempuan itu dibelit ular yang besarnya selengan orang tua dan panjangnya satu setengah meter, membuat anak perempuan itu tidak dapat berenang lagi dan gelgapan, Han Beng lalu merasa kuatir dan menjadi nekat. Dia memegang leher ular itu menarik-narik lilitannya agar terlepas dari tubuh Giok Cu! Ular itu memang melepas lilitannya pada tubuh Giok Cu, akan tetapi kini dengan marah menggerakkan kepalanya dan mulutnya tahu-tahu sudah mengigit pundak Han Beng!
Rasa nyeri yang amat hebat membuat tubuhnya seperti kejang dan panas dan juga seolah-olah ada ribuan semut berapi yang mengigit seluruh tubuhnya. Pundaknya terasa seperti dibakar. Han Beng Tiba-tiba menjadi marah sekali pada ular itu. kepala ular itu masih menempel di pundaknya dan tubuh ular itu mulai membelit dada dan lehernya.
Dia menjadi nekatdan dengan mengerahkan sepenuh tenaganya, dia menangkap tubuh ular itu, menariknya ke dekat tubuh ular itu, menariknya kedekat mulutnya dan diapun menggigit tubuh ular itu dibagian leher.
Begitu dia mengigit dengan sekuat tenaga sehingga menembus kulit ular yang licin dan amis itu, dia merasakan sesuatu yang manis dan juga amis membasahi mulutnya. Itulah darah ualar! Diapun teringat bahwa ular itu masih menggigitnya, pundaknya nyeri bukan main, maka dalam kemarahannya, untuk membalas kepada ular itu, diapun menggigit semakin kuat dan menghisap darah ular itu, ditelannya sampai berteguk-teguk!
Aneh sekali, begitu dia menelan darah ular itu, hatinya merasa senang! Rasakan kamu, pikirnya. Kalau perlu, kita mati berbareng! Dia menghisap terus tanpa mengendurkan gigitannya sedikitpun juga.
Sementara itu, melihat kawannya digigit ular pada pundaknya dan tubuh ular itu membelit tubuh Han Beng, Giok Cu tidak tinggal diam. Ia tadi ditolong oleh Han Beng sehingga belitan ulr pada tubuhnya terlepas. Kini iapun tidak mau tinggal diam, dan ia pun meniru perbuatan Han Beng yang mengigit leher ualar.
Giok Cu tidak dapat membantu karena ia tidak memegang senjata, maka satu-satunyA senjatanya hanyalah gigi dan iapun mengigit ekor ular itu sekuat tenaga! Dan seperti Han Beng, ia merasakan darah ular manis dan amis, akan tetapi ia tidak melepaskan gigitannya dan bahkan menghisap sehingga sedikit darah ular memasuki perutnya!
Tadinya, para tokoh kang-ouw mengerutkan alis dan marah melihat dan mendengar kegaduhan yang dibikin seorang anak perempuan, akan tetapi ketika mereka melihat bahwa yang kena pancing itu anak naga yang dijadikan rebutan, semua orang terkejut dan perahu-perahu itu meluncur datang. Karena banyaknya perahu, terjadi kekacauan dan ada perahu-perahu yang bertabrakan!
Hal ini membuat mereka agak lambat mendekati Han Beng dan Giok Cu yang bergulat dengan ular yang oleh para tokoh kang-ouw disebut anak naga itu.
Han Beng terus menggigit leher ular dan menghisap darah ular sekuatnya. Demikian pula Giok Cu yang juga menghisap darah ular yang dirasakan manis dan amis itu. akan tetapi karena anak perempuan itu menggigit baagian ekor ular atau “Anak Naga” itu, darahnya dihisapnya tidaklah sebanyak yang dihisap Han Beng.
Han beng yang tadinya merasa pundaknya yang digigit itu amat nyeri dan panas, bahkan tubuhnya seperti ditusuki ribuan jarum di dalam, kini merasa betapa ada hawa panas yang berputaran di seluruh tubuhnya dan rasa nyeri di pundak itu pun lenyap.
Kini terganti oleh hawa panas yang seolah-olah membakar tubuhnya didalam. Karena siksaan hawa panas itu di menjadi nekat dan menggigit semakin kuat. Kini gigitan ular pada pundaknya terlepas dan ular itu menjadi lemas gerakannya tidak sekuat tadi. Pada saat itu, sebuah perahu sudah datang paling dekat dan seorang kakek tua berperut gendut dengan muka selalu berseri, mulut yang selalu menyeringai, telah menggerakkan tangannya dan di lain saat, kakek itu telah menyambar tengkuk Han Beng dan ditariknya anak itu naik keAtas perahunya.
Han beng yang sudah berkunang matanya, pening kepalanya dan hawa panas seperti membakar seluruh isi perut dan kepala, seperti tidak sadar bahwa ia diangkat orang naik ke perahu. Dia masih terus menggigit leher ular dan menghisap daraahnya, dan ketika dia ditarik ketas perahu, ular itu pun ikut pula tertarik.
Dan di ujung ularitu, Giok Cu yang menggigit ekor dan menghisap darah, ikut pula tertarik! Anak perempuan ini pun mulai merasa pening dan tubuhnya terasa panas seperti dibakar.
Biarpun ia tidak sehebat Han Beng terasa oleh hawa panas karena darah ular yang dihisapnya tidak sebanyak yang dihisap Han Beng, namun ternyata hawa panas dalam tubuhnya hampir tak tertahankan dan anak perempuan ini pun dalam keadaan tidak begitu sadar ketika tubuhnya tertarik ke atas perahu kakek gendut.
Kakek gendut yang kepalanya bulat seperti bal itu terkekeh girang melihat anak naga yang masih menggeliat-geliat lemah.
“Ha-ha, anak naga terdapat olehku ha-ha!”
Dia menangkap tubuh ular itu dan terdengar dia berteriak kaget
“Wah, celaka! Anak naga ini hampir mati, darahnya hampir habis! Wah, kiranya kau hisap darahnya, anak setan!” Kakek gendut berkepala bulat itu adalah seorang tokoh kong-ouw kenamaan bernama Ci Kai Liat, seorang bajak sungai yang terkenal lihai sekali dan ditakuti banyak orang. Biarpun mukanya selalu berseri dan mulutnya selalu menyeringai lebar, nampaknya seperti orang yang selalu riang dan ramah, namanya sesungguhnya dia memiliki watak yang amat kejam dan berdarah dingin.
Dia dapat membunuh atau menyiksa orang sambil tertawa- tawa, dan melihat penderitaan orang lain seperti sebuah hal yang amat menggembirakan dan lucu.
Ci Kiat Liat marah sekali melihat bahwa “Anak Ular” itu sudah hampir habis darahnya, dihisap oleh anak laki-laki dan anak perempuan itu, akan tetapi sebelum dia menentukan apa yang harus dilakukannya, tiba-tiba nampak bayangan hitam meluncur datang. Sebuah perahu yang didayung oleh Liu Bhok Ki sudah tiba dan kakek perkasa ini membentak dengan suaraa keren.
“Bajak Hina Ci Kai Liat, berikan anak naga itu kepadaku!” Berkata demikian, Liu Bhok Ki meloncat keatas perahu
bajak itu. ci Kai Hiat sudah mengenal pria perkasa itu, maka
dia melepaskan ular yang sudah lemas dan masih digigit oleh Han Beng dan Giok Cu, lalu menyambut tubuh Liu Bhok Ki dengan hantaman dayungnya yang terbuat dari pada baja! Dihantamkan sekuat tenaga kearah kepala orang yang melompat ke perahu itu.
“Dukkkk!” Liu Bhok Ki menangkis dengan lengannya dank arena tubuhnya masih berada di udara, pertemuan tenaga itu membuat tubuhnya melayang kembali ke atas perahunya sendiri, sedangkan Ci Kai Hiat terjengkang di dalam perahunya karena hebatnya benturan lengan Liu Bhok Ki ketika menangkis dayungnya. Dari kenyataan ini saja dapat diketahui bahwa dalam hal tenga sin-kang bajak ini bukanlah lawan Liu Bhok Ki yang lihai.
“Hayo, lepaskan anak naga ini!” Ci Kai Hiat membentak dan dia menendang tubuh Giok Cu. Anak perempuan yang sudah merasa pening ini terkena tendangan, gigitannya pada ekor ular terlepas dan ia pun terjatuh ke dalam air!
Melihat ini, han Beng marah sekali. Dia merasa bahwa darah ular itu telah habis dan ular itu agaknya sudah tidak mampu bergerak lagi. Akan tetapi dia tidak sudi menyerahkan ular kepada si Gendut yang dengan kejam menendang Giok Cu, maka dia segera melemparkan tubuh ular yang sudah lemas itu kearah perahu yang di tumpangi Liu Bhok Ki!
Orang gagah ini segera menangkap “anak naga” itu dan tanpa ragu-ragu lagi, dia lalu menggigit kepala naga sampai pecah, dan didalam kepala itu terdapat sebuah benda kuning, seperti kuning telur. Cepat benda ini dimasukkan ke dalam mulut dan ditelannya!
Tiba-tiba wajah Liu Bhok Ki menjadi pucat, kerut merut dan dia menggigit bibirnya. Terasa betapa perutnya seperti diremas-remas dari dalam, nyeri bukan main dan akhirnya, orang gagah perkasa itu roboh pingsan di dalam perahunya!
Sementara itu, Han beng sudah meloncat ke dalam air untuk menolong Giok Cu kalau-kalau anak perempuan itu terancam bahaya. Namun, dia merasa lega melihat Giok Cu berenang dan dalam keadaan selamat.
“Giok Cu ……!” Han Beng berseru “Mari kita kembali ke perahu kita!”
“Han Beng, aku….. aku pening sekali……” Anak perempuan itu terengah-engah. Han beng juga merasa pening sekali, dan tubuhnya seperti sebuah balon yang penuh dengan hawa panas, seperti akan meledak setiap saat. Namun dia tidak mau menyatakan hal ini, melainkan menangkap lengan Giok Cu da menariknya.
“Hayo kita cari perahu kita… ”Akan tetapi, biarpun bulan
purnama menerangi permukaan air, tetap saja sukar untuk mencari perahu keluarga mereka diantara banyak perahu berseliweran itu.
“Ha-ha, kau hendak pergi ke mana.’ Tiba-tiba ada suara terdengar di dekat mereka. Kiranya kakek gendut berkepala bulat tadi sudah berada di dekat mereka sambil menyeringai. “Anak naga tidakdapat, akan tetapi darah naga bisa kuperoleh dari tubuh kalian. Ha-ha-ha! Mari ikut dengan aku, ana-anak manis!” Orang itu adalah Ci Kai Liat. Setelah melihat betapa anak naga itu tadi terjatuh ke tangan Liu Bhok Ki, Ci Kai Liat merasa terkejut, menyesal dan penasaran. Namun, dia teringat betapa dua orang anak itu telah menghisap darah anak naga sampai hampir habis. Dengan demikian, darah kedua orang anak itu amat bermanfaat, mengandung darah naga! Demikian dia mendengar dongeng tentang naga. Maka, kini timbul niatnya untuk menangkap dua orang anak yang telah minum habis darah naga, dan dia akan mengambil darah kedua orang anak itu.
“Tidak, tidak sudi ikut denganmu” Han Beng membentak. Anak ini memang memiliki ketabahan luar biasa disamping