Mutiara Hitam Chapter 71

NIC

Kaget sekali Bu-tek Siu-lam. Hawa panas yang keluar dari kepala Hoan-lokai itu amat hebat dan kalau ia melawannya keras sama keras, dia terancam bahaya karena perut merupakan bagian tubuh yang lemah dan gawat. Kalau sampai sebuah di antara isi perutnya terluka, hebatlah akibatnya. Tentu saja ia tidak mau mengambil resiko berat ini dan sambil berseru keras ia membusungkan perutnya sehingga tubuh Hoan-lokai bagaikan sebuah peluru meluncur ke arah manusia kate yang lihai itu. Sambil tertawa-tawa Siauw-bin Lomo menggerakkan tangan kirinya dan sekali tangan ini bergerak entah bagaimana, tubuh Hoan-lokai yang menyambar ke arahnya itu tiba-tiba membalik dan kini dengan kecepatan yang tak kalah besarnya meluncur dan menyambar kembali ke arah Bu-tek Siu-lam.

Kiranya sekarang ternyata bahwa Si Kecil ini sama sekali tidak bermaksud menolong Hoan-lokai, melainkan tadi melalui tubuh Hoan-lokai hendak mencoba-coba kepandaian Si Iblis Banci. Kasihan sekali nasib Hoan-lokai. Dia boleh jadi tergolong seorang tokoh yang berkepandaian tinggi di antara para anggauta Hek-coa Kai-pang, akan tetapi di tangan dua orang aneh ini, ia seolah-olah menjadi seekor kelinci di antara dua ekor harimau buas"

Sama sekali tidak berdaya dan kepalanya pening pandang matanya berkunang-kunang ketika tubuhnya kini menjadi semacam bola yang ditendang pergi datang oleh hawa pukulan kedua orang aneh itu. Tanpa menyentuh tubuhnya, dua orang aneh itu hanya dengan dorongan tangan dari jauh, dapat membuat tubuhnya terlempar ke sana ke mari"

Sambil mempermainan tubuh Hoan-lokai yang beterbangan pulang pergi di udara, dua orang itu sudah bercakap-cakap seenaknya"

"Heh manusia kerdil, melihat bahwa kau sudah mengenal namaku dan memiliki kepandaian yang tidak buruk, kau tentu bukan sembarang orang. Siapakah kau dan apakah nyawamu rangkap maka kau berani mencoba untuk main-main dengan aku?"

Bu-tek Siu-lam bertanya, sikapnya masih memandang rendah dan mengejek.

"Hoh-hoh-huh-huh, manusia pesolek, Bu-tek Siu-lam. Kau boleh. jadi merupakan setan di barat dan ditakuti orang, akan tetapi jangan mengira bahwa aku Si Tua Bangka yang sudah terlalu tua takut kepadamu. Ha-ha-hah, alangkah lucunya kalau seorang tokoh muda hijau seperti Bu-tek Siu-lam mengira bisa membikin gentar Siauw-bin Lo-mo"

Kakek kecil itu tertawa terus, akan tetapi mulutnya tidak bergerak dan kini dorongannya membuat tubuh Hoan-lokai makin cepat dan kuat meluncur ke arah Bu-tek Siulam.

"He-he-hi-hi-hik."

Kiranya Siauw-bin Lo-mo si Iblis Tua Bangka. Pantas, pantas sekali. Orangnya ternyata lebih buruk daripada namanya"

Bu-tek Siu-lam tidak menanti sampai tubuh Hoan-lokai menyambar dekat. Ia memapaki dengan dorongan jarak jauh sambil mengerahkan tenaga.

Dua tenaga sinkang raksasa bertemu di udara, menggencet tubuh Hoan-lokai dan.. tubuh kakek pengemis itu terhenti di udara, di tengah-tengah antara mereka seakan-akan tertahan oleh dua tenaga besar yang saling bertemu di udara"

Kini setelah saling memperkenalkan diri dan tahu bahwa lawan masing-masing adalah seorang yang memiliki kepandaian hebat, kedua orang ini tidak main-main lagi. Dengan berdiri tegak, tangan kanan mereka diulur ke depan dengan jari tangan terbuka dari mana meluncur tenaga sakti yang tak tampak, yang "menahan"

Bahkan mendorong tubuh Hoan-lokai di tengah udara. Wajah mereka berkeringat, tekanan makin hebat dan keduanya tidak mau saling mengalah.

Celaka sekali adalah Hoan-lokai. Tadi ia diperlakukan seperti sebuah bola dilontarkan ke sana ke mari sehingga kepalanya pening, pandang matanya berkunang dan kini, tertahan oleh gencetan dua tenaga dahsyat itu, ia merasa tubuhnya terjepit dan sukar bernapas. Makin lama makin hebat dan akhirnya ia mengeluarkan teriakan menyeramkan, tubuhnya lalu menjadi lemas dan dari hidung, mulut dan telinganya bercucuran darah. Hoan-lokai tewas dalam keadaan masih mengapung di tengah udara. Melihat ini, kedua orang aneh itu menarik kembali tangannya dan tubuh Hoan-lokai terbanting berdebuk ke atas tanah. Bu-tek Siu-lam tertawa terkekeh-kekeh dan berkata,

"Iblis tua bangka kurus kering benar-benar mengagumkan"

Siauw-bin Lo-mo tertawa juga.

"Engkau hebat, akan tetapi belum tentu aku kalah. Bangkai ini tak menyenangkan, lebih baik disingkirkan saja"

Mendengar ucapan datuk mereka, orang-orang Thian-liong-pang maju hendak menyeret mayat Hoan-lokai, akan tetapi Siauw-bin Lo-mo mencegah dengan gerakan tangan, lalu berkata.

"Tak usah, tak usah, kenapa banyak repot untuk menyingkirkan bangkai ini?"

Anak buah Thian-liong-pang mundur kembali dan memandang heran.

Kakek kecil itu sambil mengeluarkan suara tertawa-tawa lalu meraba bumbung bambu di punggungnya, mengambil sebuah botol kecil dan membuka tutup botol, menuangkannya beberapa tetes cairan berwarna kuning ke atas mayat Hoan-lokai. Tampak asap mengebul dan bau sangit. Ketika semua orang memandang ke arah mayat itu, mereka membelalakkan mata saking kaget dan herannya. Bahkan Bu-tek Siu-lam sendiri bergidik. Mayat itu berikut pakaiannya mulai lenyap, melumer menjadi cairan berwarna kuning. Bukan main kakek ini, pikir Bu-tek Siu-lam. Racun cairan di dalam botol tadi benar-benar amat hebat. Dengan racun seperti itu saja, kakek ini sudah dapat menebus kekalahan ilmu silat dan merupakan lawan yang amat berbahaya dan harus diperhatikan. Dalam waktu singkat saja lenyaplah mayat Hoan-lokai. Cairan kuning lenyap pula, masuk ke dalam tanah. Siauw-bin Lo-mo masih tertawa-tawa, kemudian menghadapi Bu-tek Siu-lam sambil berkata.

"Bagaimana, bocah tampan. Apakah kau masih belum mau mengakui kelihaian kakekmu?"

Bu-tek Siu-lam mengangguk-angguk.

"Memang hebat. Patut kau menjadi iblis bangkotan dari selatan. Akan tetapi, tentang kedudukan bengcu, nanti dulu. Belum mau aku menyerahkannya kepadamu sebelum kau mengalahkan aku dan agaknya takkan mudah bagimu untuk mengalahkan guntingku ini, orang tua, biarpun kau mempunyai racun neraka itu"

"Huah-hah-hah, bocah muda omongannya besar. Apakah hanya engkau saja yang menjadi sainganku? Ataukah masih ada yang lain? Kalau masih ada, lebih baik suruh mereka maju semua agar tidak kepalang tanggung aku turun tangan membuang keringat menghadapi mereka"

Ucapan kakek kecil ini membuat Bu-tek Siu-lam mendongkol. Wah, tua bangka ini benar-benar sombong bukan main, pikirnya, tentu memiliki ilmu simpanan yang ampuh. Sebelum Bu-tek Siu-lam sempat menjawab, terdengar bunyi pekik seperti lolong serigala, terdengar dari utara. Lolong ini hebat bukan main, menggetarkan tanah dan pohon-pohon di puncak itu, dan bergema di sekeliling puncak. Belum lenyap gema suara melolong mengerikan ini, orangnya sudah muncul.

Kakek yang muncul kali ini sama anehnya dengan dua orang pertama, akan tetapi lebih lucu lagi agaknya. Tinggi kurus, mukanya seperti tengkorak, kepalanya ditutupi sebuah topi yang tinggi, sepasang matanya hanya tampak dua lubang hitam yang amat dalam sehingga tak tampak biji matanya, tangan kanan memegang sebuah senjata yang aneh, berbentuk seperti pedang, ujungnya berkait dan bergigi seperti gergaji. Tangan kirinya memegang segulung tali kecil yang ujungnya mengikat sebuah pancing bermata kail pula. Benar-benar seorang aneh, akan tetapi pakaiannya tidak kalah mewah oleh pakaian Bu-tek Siu-lam. Berbareng dengan munculnya tokoh aneh ini, muncul pula serombongan orang tinggi besar yang galak sikapnya dan aneh pakaiannya. Kiranya mereka ini adalah orang-orang Khitan dan Mongol, orang orang dari utara. Melihat rombongan ini, mudah saja diduga siapa tokoh aneh itu.

"Heh-heh-hik-hik. Siapa lagi badut ini kalau bukan Jin-cam Khoa-ong (Raja Algojo Manusia)"

Kata Bu-tek Siu-lam. Mendengar ini, Siauw-bin Lo-mo memandang penuh perhatian dan amat tertarik, kemudian sambil tertawa-tawa ia pun berkata,

"Aha, kiranya yang hadir adalah Pak-sin-ong yang terkenal. Bagus, tidak percuma kalau begini kedatanganku, bertemu dengan orang-orang yang bernama besar"

Bu-tek Siu-lam adalah seorang yang cerdik. Tadi, sungguhpun hanya mengukur kekuatan sinkang masing-masing, ia telah mencoba kelihaian Siauw-bin Lo-mo dan maklum bahwa betapapun lihai kakek kecil itu, ia sanggup menandinginya. Kini muncul lagi seorang saingan yang namanya sudah terkenal sekali, maka ia pun tidak mau menyia-nyiakan waktu dan ingin mencobanya sebelum bertanding memperebutkan kedudukan bengcu. Sambil tersenyum mengejek ia lalu menghadapi Pak-sin-ong atau Jin-cam Khoa-ong dan berkata.

"Pak-sin-ong terkenal sebagai seorang algojo, maka ke mana-mana membawa gergaji. Agaknya tali itu untuk mengikat korban selain untuk mancing, dan gergaji itu jelas untuk menggorok leher. Hi-hi-hik. Senjatamu lucu sekali, Pak-sin-ong akan tetapi aku sangsi apakah cukup kuat menandingi gunting dan jarum benangku"

Sambil berkata demikian, Bu-tek Siu-lam sudah mencabut guntingnya yang dipegang di tangan kiri sedangkan tangan kanannya sudah mengeluarkan sebatang jarum besar dengan gulungan benangnya. Pak-sin-ong mengerutkan keningnya. Dia memang aneh dan lucu pakaiannya, akan tetapi sikapnya sama sekali tidak ramah apalagi lucu. Ia seorang yang sikapnya angkuh.

Tadi begitu muncul dan menghadapi teguran-teguran Bu-tek Siu-lam dan Siauw-bin Lo-mo, ia hanya berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar, dada dibusungkan dan kepala dikedikkan, muka agak berdongak memandang kedua orang itu dengan sikap angkuh sekali. Hal ini tidak aneh karena di dunia utara, ia mengangkat diri sendiri menjadi raja, bahkan diperlakukan sebagai raja oleh anak buahnya, yaitu segolongan bangsa Khitan dan Mongol. Kini mendengar ucapan Bu-tek Siu-lam yang tidak hanya amat menghina akan tetapi juga terang-terangan menantangnya itu, mukanya seketika menjadi merah sekali dan dari dua lubang matanya menyambar sinar berapi. Mulut yang seperti tengkorak hidup itu agak tersenyum mengejek, kemudian terdengar suaranya,

"Bu-tek Siu-lam, sudah lama kudengar namamu. Ternyata memang kau pesolek, genit, sombong dan menjemukan. Nah, rasakan kelihaian Pak-sin-ong"

Begitu kata-katanya berhenti, sinar putih yang menyilaukan mata sudah menyambar ke depan. Itulah senjata gergajinya yang sudah ia gerakkan membacok dengan gerakan menarik ke arah perut Bu-tek Siu-lam. Kecepatan gerak dan angin yang didatangkan oleh serangan ini cukup dahsyat dan agaknya kalau perut orang kena disambar gigi-gigi gergaji dengan kekuatan sehebat itu, tentu akan terbelah dan isi perutnya akan cerai-berai.

"Traanggg.."

Pak-sin-ong terhuyung mundur tiga langkah, juga Bu-tek Siulam terdorong ke belakang ketika senjata gergaji itu bertemu dengan gunting besar di tangan Si Tokoh Genit. Mereka memandang kagum dan muka mereka berubah sedikit. Pertemuan kedua senjata ini cukup bagi mereka untuk mengetahui bahwa lawan tak boleh dipandang ringan.

"Siuuuuutttt.."

Kini sinar yang kecil panjang menyambar dari tangan kiri Pak-sin-ong, sinar ini melengkung dan melayang ke atas, lalu dari atas menyambar ke arah kepala Bu-tek Siu-lam.

"Cringgg.."

Posting Komentar