Manusia Aneh di Alas Pegunungan Chapter 04

Ha ? ah, tidak, hanya sekedar menanya saja ! jawab Cu Hong-tin cepat.

Diantara orang2 yang hadir disitu, si Ikan terbang dari danau Tong-ting, Bok Siang- hiong, adalah yang paling pendiam, tapi cerdik.

Sekilas dapat dilihatnya sikap Cu Hong- tin rada aneh ketika mendadak menanya Lou-jun-yan tadi, namun ia tetap diam saja, pura-pura tidak tahu.

Tidak lama sesudah keluar kembali, segera Jing-ling-cu berkata .

Ai, sungguh tidak nyana bahwa muka sobat ini ternyata begitu menakutkan.

Tentu nona Lou tadi dikejutkan, bukan ? Ya, tapi tak apa2 sudah! sahut Jun-yan sambil elus2 dadanya.

Kiranya ketika sekilas tangan orang aneh itu menjadi kendor hingga mukanya kelihatan, ternyata macamnya tidak berwujut muka manusia lagi, tapi keadaannya benjal benjol tidak rata penuh belang bekas luka, kedua biji matanya se-akan2 mencolot keluar, tampaknya sudah buta, jeleknya tak terkatakan.

Jika kepergok di tengah malam buta, heranlah kalau orang tidak menyangka genderuwo (hantu).

Tadi pinto hendak bercerita tentang diketemukan orang aneh ini, tapi telah terputus oleh tindakan nona Lou tadi, maka kini biarlah aku melanjutkannya, kata Jing-ling-cu kemudian.

Hm, coba kalau tiada aku, boleh jadi seumur hidup kalian takkan dapat melihat wajah orang jelek macam dia ! sela Jun-yan, rupanya ia penasaran karena dikatakan memotong cerita orang.

Namun Jing-ling-cu tidak menghiraukannya lagi, ia tersenyum dan meneruskan ceritanya yang belum lagi dimulai tadi.

Kiranya tidak jauh dari belakang Lo-seng-tian itu adalah tebing2 jurang yang curam, kira2 setengah bulan yang lalu, ketika Jing-ling-cu habis melatih diri diwaktu subuh, dalam isengnya ia ber-jalan2 kebelakang kuilnya dan sampai ditebing curam yang disebut sik-sin-khe itu, mendadak didengarnya semacam suara yang aneh.

Suara itu tidak mirip mengaumnya binatang buas, juga tidak serupa suara manusia, tapi kedengarannya sedih dan sangat mengharukan.

Ketika didengarkannya lebih teliti, ia merasa berjangkitnya suara aneh itu kadang2 jauh dan tempo-tempo dekat, juga mendadak nadanya sangat tinggi, lain saat tiba-tiba menjadi rendah, suatu tanda betapa cepat perubahan tempat berjangkitnya suara itu.

Diam-diam Jing-ling-cu teperanjat sekali, ia pikir, tak perduli suara itu suara manusia atau binatang, tapi gerak-geriknya begitu pesat, sungguh hal yang susah dimengerti.

Dikalangan Bu-lim, Jing-ling-cu terkenal seorang yang budiman dan suka menolong sesamanya.

Ia pikir, meski sedikit tamu2 yang mengunjungi kuilnya sehari2, tapi disekitar gunung itu tidak sedikit tukang2 kayu yang mencari nafkah, jikalau suara aneh yang didengarnya itu adalah suara binatang buas, lalu kepergok oleh tukang2 kayu, terang sekali nasib malang takkan dapat terhindar, kebetulan saat itu suara aneh tadi telah berhenti pada suatu tempat yang tidak terlalu jauh, pula nadanya telah berubah rendah lirih.

Segera Jing-ling-cu mendekatinya per-lahan2 sambil menggendong tangan.

Tatkala itu sang betara surya sudah memancarkan sinarnya yang gilang gemilang menguning emas, dan diutara puncak2 gunung yang se-akan2 gundukan arang terbakar oleh sinar emas sang surya, disitulah orang aneh itu diketemukan oleh Jing- ling-cu.

Saat mana dilihatnya manusia aneh itu lagi berdiri diatas tebing Sik-sin-khe yang bertepikan jurang curam, kedua tangannya nampak dipentang keatas, kepalanya mendongak, dan mengeluarkan suara teriakan aneh menyeramkan tadi.

Melihat gelagatnya, dengan suara teriakannya yang aneh itu, agaknya orang aneh itu lagi melampiaskan perasaan hatinya yang penuh penasaran dan amarah yang tak terhingga kepada alam semesta.

Sebagai seorang tokoh, begitu melihat tempat dimana orang itu berdiri, segera Jing- ling-cu tahu orang aneh itu pasti memiliki ilmu ginkang yang luar biasa, apalagi mendengar suara yang aneh itu, rendah, tapi penuh tenaga dan mencapai jauh, terang kalau Iwekangnya belum mencapai tingkatan sempurna, tak mungkin mampu melakukannya.

Dasar watak Jing-ling-cu memang suka bersahabat, pula ketarik oleh kelakuan orang aneh itu, maka iapun segera menegurnya dengan suara kumandang yang disertai tenaga dalam .

Ksatria darimanakah telah sudi mengunjungi Ciok-yong-hong ini, silahkan omong2 kedalam kuil kami saja? Diluar dugaan, demi mendengar suaranya, orang aneh itu mendadak menghentikan suara rintihannya, tanpa berpaling lagi se-konyong2 orangnya terus menerjun kedalam jurang sik-sin-khe itu.

Keruan Jing-ling-cu luar biasa terkejutnya.

Ia cukup tahu akan kedalaman jurang disitu yang sedikitnya ber-ribu2 kaki, kalau terjun ke bawah, jangan kata bisa hidup, sedang mayatnya pasti akan hancur lebur juga.

Dalam kuatirnya, secepat kilat Jing-ling cu pun melompat maju ketempat si orang aneh berdiri tadi, dan ketika melongok kedalam jurang, namun dibawah hanya kabut tebal belaka yang menutupi permukaan jurang, lebih dari itu tiada sesuatu lagi yang kelihatan.

Mengira orang itu takkan bisa tertolong lagi dibawah jurang yang tak terkirakan dalamnya, apa daya ? Terpaksa Jing-ling-cu menghela napas dan kembali kekuilnya.

Siapa tahu, ketika besok subuh ia melakukan latihan pagi seperti biasanya, kembali suara aneh orang itu dapat didengarnya.

Segera Jing-ling-cu mendatangi pula tempat kemarin, betul saja, disitu dapat dilihatnya orang aneh itu masih tetap berdiri mendongak sambil mengeluarkan suara teriakan atau lebih mirip rintihan yang mengharukan.

Dan ketika Jing-ling-cu mendadak menegurnya pula, tahu2 orang aneh itu terjun lagi kedalam jurang.

Jing-ling-cu menjadi ragu2, ia tahu tentu dibawah jurang itu ada apa2nya hingga meski orang menerjunkan diri kebawah, tidak sampai terbinasa.

Tiba2 tergerak pikirannya, ia melompat keatas suatu pohon yang ada disitu dan memotes sebatang dahan sebesar lengan yang lebat daunnya, dengan dahan itu sebagai payung yang dia pegangi kencang2, kemudian iapun terjun kebawah jurang menyusul si orang aneh tadi.

Maka seperti parasut saja Jing-ling-cu melayang2 kedalam jurang, karena adanya daya tahan payung itu, daya terjerumusnya menjadi agak lambat, namun begitu, Jing- ling-cu merasa cukup cepat tubuhnya menurun, sampai lama sekali barulah nampak dataran bawah.

Dan begitu kakinya menyentuh tanah, mendadak pluk , kakinya telah kejeblos.

Kiranya didasar jurang itu adalah sebuah kolam lumpur.

Lekas2 Jing-ling-cu sabetkan dahan pohonnya tadi kepermukaan lumpur, menyusul itu cepat ia tutul kakinya se-kuat2nya, dan pada saat dahan pohon itu belum amblas kedalam lumpur, orangnyapun mencelat keatas setinggi lebih dua tombak.

Sekali tangannya meraup, tepat dapat dipegangnya dahan sebuah pohon Siong yang tumbuh ditepi tebing jurang itu.

Apabila ia melongok lagi kebawah, maka dahan pohonnya tadi ternyata sudah menghilang kedalam lumpur.

Diam2 Jing-ling-cu bersukur atas nasibnya tadi.

Ketika ia me-ngamat2i sekitarnya, ternyata keadaan lembab dan agak gelap, dari dalam lumpur tadi tiada hentinya mengeluarkan suara pluk-pluk , kadang2 berbuih, tempo2 menongol keluar ular berbisa dan binatang2 lain yang tak dikenal namanya.

Semakin jauh mata memandang, keadaan makin gelap, tumbuh2an lebat yang tak pernah terlihat diatas gunung, teramat banyak, hingga keadaan disitu ternyata berwujut suatu dunia lain.

Jing-ling-cu merasa dirinya percuma saja berdiam selama berpuluh tahun dipuncak Ciok-yong hong itu, tapi tak mengetahui bahwa dibawah gunung ternyata ada lagi tempat yang seram bagai akherat ini.

Dan selagi ia meneliti sekitarnya, tiba2 tidak jauh dari tempatnya ada sesuatu suara perlahan ketika dipandangnya kearah sana, maka terlihatlah dari segunduk rumput2 mendadak menyusur keluar seekor ular, dan sesudah berkecimpung dalam lumpur sejenak, lalu amblas kebawah.

Ketika Jing-ling-cu berpaling memandang ke arah suatu batu besar yang menonjol tidak jauh dari tempatnya, ia menjadi terkejut tidak kepalang.

Kiranya diatas batu itu tampaknya rata saja dan luasnya kira2 7-8 kaki, diatas bukit tumbuh serumpun lumut hijau yang subur, tadinya ia sangka hanya lumut biasa saja, siapa tahu mendadak bisa bergerak, ternyata dibawah lumut itu terlentang satu orang ! Segera Jing-ling-cu mengenali orang itu, bukan lain adalah orang aneh yang disusulnya tadi.

Mau tak mau hatinya kembali tercengang, ia menaksir kepandaian dirinya sendiri boleh dihitung kelas tertinggi, tapi diwaktu menerjun ke bawah jurang tadi, masih perlu ia gunakan bantuan sebatang dahan pohon berdaun sebagai payung untuk mengurangi daya turunnya.

Tapi orang aneh ini disaksikannya menerjunkan diri begitu saja tanpa bantuan sesuatu benda, nyata ilmu kepandaian orang itu masih jauh diatas dirinya.

Maka tak berani Jing-ling-cu berlaku ayal, segera ia menegur pula .

Orang kosen darimanakah yang menyepi disini ? Cayhe (aku yang rendah) bergelar Jing-ling, sudilah kiranya memperlihatkan diri untuk bertemu ? Tiba2 orang itu berbangkit perlahan, kepalanya masih menghadap rumpun lumut hingga seluruh mukanya ter-aling2, lalu berdiri tanpa bergerak.

Karena itu, kembali Jing-ling-cu mengulangi kata2nya tadi.

Tak terduga mendadak orang itu angkat sebelah tangannya dan tahu2 terus memukul kearah pohon siong di mana Jing-ling-cu menahan dirinya itu, begitu keras pukulannya hingga lapat2 bersuara se-akan2 bunyi guntur. Terkejut luar biasa Jing-ling-cu, ternyata pukulan yang dilontarkan orang aneh itu dapat dikenalinya bukan lain adalah Lui-bin-cio-hoat atau ilmu pukulan guntur menggelegar, ialah ilmu pukulan yang terkenal dari Heng-san-pay mereka sendiri.

Posting Komentar