Manusia Aneh di Alas Pegunungan Chapter 09

Sesaat itu, saking kagetnya napas Jun-yan seakan-akan sesak, ia terhuyung-huyung mundur beberapa tindak.

Kau......kau sebenarnya........siapa? tanyanya kemudian dengan suara gemetar.

Mendadak matanya menjadi burem, tahu-tahu orang itu telah melayang turun kedua tangannya terpentang terus melangkah maju se-akan2 Jun-yan hendak dirangkul kedalam pelukannya.

Dalam kagetnya Jun-yan menjerit tajam sembari melompat mundur.

Mendengar suara jeritan si gadis, mendadak orang aneh itu berhenti tak jadi maju, kedua tangannya pun diluruskan kebawah lagi, hanya dari tenggorokannya terdengar berkeruyukan, mulut dengan bibirnya yang sudah tak utuh lagi itu ternganga dan mengeluarkan semacam suara yang menakutkan dan menggetarkan sukma.

Mendengar orang mengandung rasa pilu, tapi penasaran dan benci, seperti orang yang telah dianiaya musuh, tapi dendam sedalam lautan itu tak berdaya dibalas.

Maka meski suaranya tadi begitu menyeramkan, dari takut tiba-tiba timbul rasa simpatik si gadis terhadap diri orang aneh itu.

Jun-yan coba mengamati-amati perawakan dan bentuk wajah orang, tapi tiada sesuatu yang mirip Li Pong, diantara anak murid Khong- tong-pay juga tidak sedikit yang dikenalnya dan tiada seorangpun yang berwajah begini, sebaliknya kepandaian lip-le-seng-kin yang ditunjukkan si orang aneh ini tadi justru adalah ilmu tunggal golongan Khong-tong-pay yang tak mungkin diajarkan pada orang luar.

Diam-diam Jun-yan menimang-nimang meski orang aneh tiada maksud jahat, tapi ketika di Lo-seng-tian selalu mengejar saja pada dirinya, sesudah ia tinggalkan kelenteng itu masih terus orang mengintil.

Dengan siapapun boleh berkawan, tetapi masa harus berkawan dengan seorang aneh seperti setan ini? Tidakkah jalan paling selamat ialah .

kabur ? Karena itu segera ia pura2 membentak.

Hai, apakah kau ini orang Khong-tong-pay ? Berani kau menggoda aku ditengah jalan, jika aku laporkan pada Ciangbunjin dari Khong-tong-pay, Liok-hap-tong-cu Li Pong, pasti takkan menguntungkan kau! Cara Jun-yan berkata ini sengaja ia keraskan suaranya, sebab ia insyaf, sedikit saja ia menggeser pergi, betapapun gesitnya, pasti orang aneh itu dapat menyusulnya.

Maka semakin berkata semakin keras suaranya, sedang kakinya terus menggeser kebelakang.

Ketika selesai ia berkata, sementara itu ia sudah berada sejauh 4-5 tombak dari orang aneh itu.

Betul juga, orang aneh itu masih berdiri terpaku ditempatnya, hanya kepalanya miringi, rupanya sedang pasang kuping buat mendengarkan.

Diam-diam Jun-yan sangat girang, lebih pasti lagi dugaannya bahwa orang aneh tentu seorang buta, asal ia menahan napas dan tidak menerbitkan suara, pasti orang takkan dapat mencari jejaknya.

Ia pikir mundur lagi sedikit jauh, lalu berdiam diri untuk melihat bagaimana reaksi orang aneh itu.

Tak terduga ada lebih baik kalau ia tidak mundur lagi, tapi baru mundur selangkah, tahu-tahu tubuhnya telah menubruk kedalam pangkuan seseorang.

Kagetnya Jun-yan kali ini ber-tambah2, tanpa pikir lagi telapak tangan kirinya ia tamparkan kebelakang.

Dalam keadaan tubuh menempel, semestinya tamparan ini tentu kena sasarannya, siapa duga, baru saja tangannya diayun, tahu-tahu pergelangan tangannya malah terasa kesemutan, kiranya sudah kena ditangkap orang dibelakangnya itu.

Jun-yan jadi mengeluh, ia tak berani berteriak, karena kuatir diketahui orang aneh itu hingga soalnya semakin bertele-tele.

Dalam gugupnya ia ayun pecutnya yang berujung mulut bebek itu kebelakang dengan tipu hwe-jui-tiok-le atau membalik mulut mematok keong. Tapi sial baginya, sebelum sabetannya mengenai sasarannya, tahu-tahu jiok-tek- hiat di sikutnya terasa kesemutan, genggamannya menjadi kendor, dan senjatanya sudah pindah ketangan orang.

Dahulu ketika Jun-yan mempelajari ilmu pecut itu, pernah gurunya Thong-thian-sin- mo Jiau Pek-king berpesan.

Dengan ilmu pecut lain dari pada yang lain ini, betapapun musuh takkan dapat merampas senjatamu ini, tetapi bila sampai pecutmu ini kena direbut, maka terang kau sudah kecundang, tak perduli lawan seorang sepele saja, jangan lagi kau menempur terus, jalan paling selamat ialah lari.

Baiknya gurumu ini bukan seorang ksatria atau laki2 sejati, lebih2 bukan manusia yang suka cari nama, maka kau larikan diri rasanya juga tidak merosotkan pamor gurumu ini! Pesan itu selamanya diingat baik-baik oleh Jun-yan.

Kini melihat pecutnya benar2 kena dirampas orang, segera ia bermaksud kabur.

Namun pergelangan tangan kirinya kena dipegang musuh, mana bisa lari begitu saja ? Dalam gugupnya ia me-ronta2 sembari melirik tangan musuh yang memegangi tangannya itu, dan diluar dugaan, demi nampak tangan orang, dari keringat dingin yang tadinya sudah membasahi tubuhnya itu, kini ia malah menjadi lega.

Kiranya tangan orang yang memegangnya itu ternyata berjari gemuk-gemuk dan merah seperti diwanter kuku jarinya, panjang lebih dua senti hingga mengeluarkan cahaya mengkilap, siapa lagi dia kalau bukan telapak tangan Cu-seng-cian atau tangan merah Cu-se yang dikenalinya sebagai tangannya Liok-hap-tong-cu Li Pong.

Saking girangnya, segera iapun mengomel .

He, Li-sioksiok, kenapa kau sengaja bikin kaget padaku ? Maka terdengarlah orang yang dibelakangnya itu ketawa terbahak-bahak sembari kendorkan cekalannya, kemudian katanya .

Setan cerdik, dibelakangku kau selalu sebut namaku, apa yang sedang kau lakukan untuk alamatku bukan ? Haha, kalau tidak bikin kaget kau sekali-kali, adu mulut aku memang kalah, bukankah selalu aku akan rugi ? Ketika Jun-yan menoleh, maka terlihatlah seorang berperawakan pendek buntat, rambutnya hitam mengkilap, alisnya yang panjang tebal, tapi berwarna putih bersih, dibawah janggutnya tumbuh serumpun jenggot, tapi warnanya justru hitam, dan diapit dan alisnya putih, wajahnya masih kekanak2an, tambah lagi sepasang tangan Cu-seng- ciang , siapa lagi dijagat ini yang mempunyai corak khas seperti Liok-hap-tong-cu Li Pong ini ? Sesudah tertegun sejenak, segera Jun-yan mengomel lagi.

Bagus kau, Li-sioksiok ! Kau kirim orang golonganmu Khong-tong-pay untuk bikin rusuh di Lo-seng-tian diatas Ciok-yong-hong, kini tua menghina lagi seorang gadis muda seperti aku, kelakuanmu ini mana ada sifat pribadi yang agung sebagai Bu-lim-cianpwe (angkatan tua persilatan) dan seorang ketua cabang persilatan.

Biarlah aku siarkan berita ini tentu kau akan dibuat buah tertawaan orang! Hebat benar dakwaanmu ini ? sahut Li Pong sambil melelet-leletkan lidahnya.

Tapi cara bagaimana untuk menebus kekalahanku ini, supaya nona jelita tidak marah-marah lagi? Itu mudah , ujar Jun-yan sembari tekap mulutnya yang mungil untuk menahan tertawanya.

Asal kau ajarkan aku Liok-hap-to-hoat, maka segalanya akan menjadi beres! Kiranya Liok-hap-tong-cu Li Pong ini memang bertabiat jenaka, meski seorang ketua cabang persilatan, tapi paling suka pada orang muda yang ingin maju, sama sekali tak berlagak tua terhadap kaum muda, dan Lou Jun-yan memang sudah biasa bersenda gurau dengan dia.

Ai, setan cerdik , demikian sahut Li Pong kemudian dengan tertawa ia menyambung .

Belum lagi menjadi pembesar, sudah mau terima sogok, sayang Liok-hap-to-hoat yang kau inginkan tidak ada, kalau Liok-hap-cio-hoat, bagaimana? Kau mau tidak? Jun-yan tidak tahu kalau kata2 Li Pong itu sedang mempermainkannya, sebaliknya ia pikir, menurut cerita suhunya ilmu silat rahasia kaum Khong-tong-pay sangat banyak dan semuanya bagus tiada bandingan, keruan ia kegirangan, segera ia menyahut .

Ya, boleh, bagus sekali! Baik , kata Liok-hap-tong-cu Li Pong sembari geraki tangannya terus mendorong ke arah si gadis.

Sampai disini, barulah Jun-yan tahu dirinya kena diapusi.

lapun tahu tak nanti Li Pong memukul sungguh-sungguh padanya, namun bila pukulan itu sampai kena, bukankah ia sendiri malu sebagai anak murid Thong-thian-sin mo Jiau Pek-king? Maka cepat sekali ia berkelit kesamping.

Bagus, gerakan yang gesit! seru Li Pong memuji Tapi segera ia melangkah maju dan pukulan kedua dilontarkan pula.

Selagi Jun-yan hendak berkelit pula, mendadak terasa angin berkesiur cepat lewat disampingnya, si orang aneh yang terpaku ditempatnya tadi tahu-tahu melesat ketengah- tengah antara dia dengan Li Pong, terlihat pula tangan si orang aneh diangkat, iapun melontarkan pukulan kedepan, maka terdengarlah suara plak , kedua tangan si orang aneh dan Li Pong saling beradu.

Pukulan yang dilontarkan oleh Li Pong tadi hanya pura2 saja untuk menggoda Jun-yan, sama sekali ia tidak menduga bahwa mendadak bisa muncul seseorang untuk merintanginya? Sebaliknya orang aneh itu melontarkan pukulan sepenuh tenaga, maka Liok-hap-tong-cu Li Pong tergetar hingga mundur 7-8 tindak, jika bukan lwekangnya sudah terlatih sampai tingkat yang bisa dipergunakan dengan sesukanya dan segera kumpulkan tenaga buat menahan, boleh jadi ia sudah terluka dalam.

Bila kemudian Li Pong dapat melihat bahwa lawannya itu ternyata seorang jelek yang mukanya persen lebih mirip setan, kedua matanya melolor memutih, terang seorang buta, tapi tenaga dalamnya ternyata sedemikian hebatnya, ia menjadi tercengang.

He, budak cerdik, kiranya kau masih punya bala bantuan! , katanya kemudian.

Semula Jun-yan menyangka kalau orang aneh ini adalah orang Khong-tong-pay, kini mendengar kata Li Pong, pula cara orang aneh itu turun tangan tadi terang bukannya pura2, tapi menganggap Li Pong hendak mencelakainya, kalau begitu, apakah benar2 orang aneh ini sudah berkawan dengan aku? demikian pikir si gadis.

Karena itu, cepat ia menjawab.

Li-sioksiok, bergurau boleh bergurau, tapi kalau sungguh2 hendaklah kita juga sungguh2.

Orang ini adalah orang yang bikin rusuh di kelenteng Lo-seng-tian, Jing-ling-cu dan kawan2nya tiada yang kenal asal-usulnya, tadi aku melihat ia gunakan kepandaian lip-te-seng-kin untuk pantek dirinya diatas batang pohon, masa dia bukan orang golonganmu? Dan tiba2 kaupun datang kemari, apakah kau juga hendak mengunjungi Jing-ling Totiang? Ya, aku juga menerima undangan Jing-ling-cu , sahut Li Pong.

Cuma ditengah jalan terhalang sesuatu urusan, maka datangnya terlambat.

Apakah undangan Jing-ling-cu pada orang banyak, justru disebabkan urusan setan jelek ini? Benar , kata Jun-yan mengangguk.

Suhu juga diundang, ia bilang tentu akan berjumpa dengan seorang yang bernama Cu Hong-tin yang memuakkan, ia sendiri tak sudi turun gunung, maka aku yang diperintahkan kemari.

Posting Komentar