Kalau mendengar suara mengguruh yang terbawa dalam angin pukulan tadi, nyata tenaga dalam yang dipergunakan sudah mencapai tingkat tertinggi, Jing-ling-cu sendiri menaksir dirinya belum mencapai ketingkat itu, maka diam2 ia menjadi heran atas diri orang aneh itu.
Menurut peraturan Heng-san-pay mereka yang istimewa, tiap2 orang hanya boleh menerima satu murid, ia sendiri juga murid tunggal dari gurunya, pernah ia menerima seorang murid, tapi karena diketahui kelakuannya yang menyeleweng, sudah lama berselang dibasminya dan kini belum punya ahliwaris.
Gurunya sudah lama wafat, lalu kalau melihat betapa tinggi ilmu pukulan bunyi guntur yang diunjukan orang aneh itu, apakah mungkin ia adalah kaum angkatan tua dari perguruannya, sebab ilmu silatnya terlalu tinggi hingga berumur panjang sampai sekarang ? Begitulah, selagi Jing-ling-cu memikir, sementara angin pukulan orang aneh itu sudah mengenai dahan pohon yang dibuat pegangan tadi, maka terdengarlah suara krak-krak yang keras, seketika dahan pohon itu patah, tubuh Jing-ling-cu pun terjerumus kebawah.
Baiknya ia cukup tenang, cepat ia himpun semangat dan melompat keatas pula, selagi dirinya terapung diudara, lalu dengan punggungnya menempel dinding tebing terus sambil tangannya bertahan mati2an, dengan begitu untuk sementara badannya dapat diselamatkan.
Bila ia melirik ketempat dahan patah tadi, ternyata disitu seperti hangus habis terbakar, hal ini lebih nyata lagi bahwa ilmu pukulan yang dilontarkan orang aneh itu adalah Lui-bin-cio-hoat dari perguruannya, Heng-san-pay.
Siapakah nama Locianpwe, sudilah kiranya memberitahu ? Supaya tidak sampai terjadi kekacauan peradatan kaum kita ! dengan merendah kembali Jing-ling-cu menanya.
Tapi orang itu tetap tidak menjawab, hanya kedua tangannya ber-gerak2 sambil mulutnya mengeluarkan suara uh-uh-uh seperti orang gagu.
Jing-ling-cu menjadi bingung, dilihatnya tangan dan kaki orang itu kurus kering, pakaian yang menempel dibadannya juga compang-camping tak keruan.
Selang sejenak, barulah kemudian Jing-ling-cu paham akan maksud orang itu, kiranya ia lagi memberi tanda agar dirinya pergi dari situ, tentu saja Jing-ling-cu bertambah heran, segera iapun berseru .
Baiklah, pinto menurut saja! Lalu tubuhnya bergerak, ia keluarkan kepandaian pia-hou-yu-jio atau cecak merayap ditembok, dengan ilmu Iwekang yang tinggi, cepat sekali ia merembet keatas setinggi beberapa tombak, ketika tangannya dapat memegang sebuah tonjolan batu, lalu ia berhenti untuk mengaso sambil memandang kebawah.
Ternyata orang itu sedang miringkan telinganya keatas buat mendengar, lalu mulutnya bersuara uh-uh-uh lagi, kemudian orangnya berjongkok terus menyomot beberapa potong daun lumut dan dimasukkan kedalam mulut, rupanya itulah santapannya se-hari2 yang tampaknya lezat sekali.
Diam2 Jing-ling-cu mengkirik sendiri demi menyaksikan kelakuan orang aneh luar biasa ini.
Dan sesudah makan orang ini lalu merebahkan diri lagi diatas batu tanpa bergerak.
Diam2 Jing-ling-cu mempelajari keadaan orang itu lagi, tapi meski ia menunggu sampai hari lewat lohor, masih belum diketahui dari mana asal usul orang ini, cuma dapat ditaksirnya sudah cukup lama tinggal di tempat kolam lumpur itu.
Tapi apapun juga, sebagai seorang tokoh Bu-Iim, tak nanti tega melihat sesamanya hidup ditempat binatang2 berbisa.
Dan pula bila mendengar suara rintihan yang keluar dari mulut orang aneh itu, entah perasaan penasaran dan benci apa yang terpendam didalam hatinya.
Oleh karena itu, tak tertahan Jing-ling-cu bersuara menegur pula .
Sebenarnya ada perasaan apakah yang tertekan dalam hatimu, kenapa tak mau kau bicarakan pada orang, sebaliknya berkeluh kesah sendirian disini ? Karena suara Jing-ling-cu yang mendadak itu, rupanya orang aneh itu menjadi kaget, cepat ia berdiri, kedua tangannya terus bergerak, hanya sekejap saja kekanan, kekiri, kemuka dan kebelakang, sekaligus telah dilontarkannya 7-8 jurus pukulan.
Melihat hal ini, hati Jing-ling-cu semakin heran dan tercengang, sebab diantaranya terdapat Lui-bin-cio-hoat , bahkan ada pula ilmu pukulan terkenal dari cabang2 persilatan lainnya, malahan jurus pukulan terakhir yang dilontarkan dengan tutukan jari, dapat dikenalinya adalah Tiam-hiat-hoat atau ilmu tutuk yang tersohor dari Sian-hoat Suthay dan Bian-in Suthay, kedua paderi wanita terkemuka dari Go-bi-pay, yaitu yang disebut Ji-lay-it-ci atau jari tunggal Ji-lay-hud (budha).
Dan setelah melontarkan pukulan2 tadi, lalu orang itu berdiri tegak sambil mengerang tertahan.
Menyaksikan kelakuan orang, semakin kuat dugaan Jing-ling-cu bahwa pasti orang itu berhati penasaran tak terkatakan, mungkin kena diperdayai orang hingga mukanya menjadi jelek, mata buta, mulut bisu, sebab itulah, asal sedikit mendengar suara orang, segera terkejut terus melontarkan serangan.
Harap sobat jangan kuatir, pinto tiada maksud jahat ! Bagaimana kalau singgah dikuil kami untuk sekedar omong2? demikian kemudian Jing-ling-cu membujuknya lagi dengan ramah.
Namun orang itu tetap tak menjawab, hanya sikapnya sudah agak tenang dan dengan kaku berdiri ditempatnya.
Jing-ling-cu menjadi berani, sekali lompat ia menaiki batu besar itu, dan betul juga, orang itu tidak menyerangnya lagi, melainkan dengan telinganya yang tajam untuk mendengarkan gerak-gerik Jing-ling-cu.
Sobat, kata Jing-ling-cu pula sembari coba menarik tangan orang.
Marilah kita naik keatas bersama! Ternyata orang itu tidak melawan ketika tangannya dipegang, dan bila kemudian Jing-ling-cu geraki tubuhnya meloncat keatas, tahu2 tubuh orang itu serasa enteng bagai kapas, terus mereka me-rayap2 didinding tebing yang curam itu untuk menaik keatas puncak Ciok-yong hong.
Setiba kembali dikuilnya, Jing-ling-cu memberi ganti sepasang pakaian kepada orang aneh itu, tapi sepatahpun masih orang itu tidak bersuara.
Maka kini Jing-ling-cu mengerti mungkin orang sudah gendeng, kalau disuruh duduk, ia pun menurut, suruh berdiri, juga ia berdiri.
Hanya ada beberapa hal, reaksinya ternyata amat tajam dan cepat.
Pertama ialah mukanya tidak mau dilihat orang, kedua, jika ada orang mendadak bersuara didepannya, maka seketika itupun ia melompat bangun dan sekaligus 7-8 jurus pukulan lihay dilontarkannya.
Hari kedua, ketika Jing-ling-cu membawanya keruang depan, mendadak seorang imam masuk memberi sesuatu laporan, dan karena mendengar suara yang tiba2, kontan orang aneh itu melontarkan beberapa jurus serangan, tapi rupanya penglihatannya sudah tak ada, maka tungku batu didepan kuil itu kena dihantamnya hingga roboh ! Dan karena bingung oleh asal usul orang aneh itulah, maka Jing-ling-cu menyebarkan undangan kilat kepada para sobatnya supaya mereka datang mengenalinya.
lapun tahu diantara Thong-thian-sin-mo Jiau-pek-king dan Siau-yau-ih- su Cu Hong-tin ada perselisihan paham, tapi jejak keduanya sudah menjelajahi seluruh negeri, terpaksa ia undang semuanya.
Siapa tahu Thong-thian-sin-mo toh tidak datang, hanya mengirim murid perempuannya, yaitu si nona jahil Lou-Jun-yan untuk memenuhi undangan itu.
Begitulah setelah Jing-ling-cu tuturkan kisahnya, semua orang hanya saling pandang saja, mereka tetap tak mengetahui siapakah gerangan orang aneh ini.
Aku tahu, mendadak Lou Jun-yan mendahului, orang ini pasti seorang kosen yang punya dendam kesumat aneh, sebab itulah ia korbankan masa hidupnya untuk menyepi sambil melatih diri lebih tinggi didalam lembah dibawah jurang, boleh jadi ia hanya pura2 gendeng saja! Ah, nona cilik tahu apa! cela Tai-lik-kim-kong.
Hm, kalau tiada aku, macam apa orang ini, belum tentu kalian bisa melihatnya, balas Jun-yan menjengek.
Hai, hidung kerbau, betul tidak kataku ? Yang berada disitu ada dua tosu atau imam, sedang kata2 hidung kerbau itu adalah sebutan yang tidak terhormat bagi kaum imam, cuma ia tunjukkan kepada Cu Hong-tin, maka Jing-ling-cu pun tidak ambil pusing.
Sebaliknya karena lagak lagu si gadis itu, telah mengingatkan Cu Hong-tin pada sesuatu peristiwa yang dulu, maka sejak tadi ia mencoba untuk bersabar, setelah diolok-olok berulang kali, kini ia menjadi murka, sekali bergerak, kebut pertapaannya segera menjengkit.
Budak cilik, mungkin gurumu tak berani datang, maka kau yang disuruh datang kesini untuk menerima hajaranku ? bentaknya.
Dasar watak Lou Jun-yan memang nakal, tapi lincah dan cerdik, pula bernyali besar, berkat nama besar suhunya, siapapun suka mengalah padanya, kedatangannya ke Heng-san kali ini justru atas suruhan sang guru, maka terhadap Siau-yau-ih-su Cu Hong- tin, sedikitpun ia tak sungkan-sungkan.
Karena itu, segera ia balas memaki .
Hai, hidung kerbau, kata-katamu itu memang betul, suhu suruh aku kemari untuk mewakilinya menghajar kau, maka lekaslah kau turun kemari, biar aku gebuk kau tiga puluh kali dengan perisai besar si raksasa ini! habis berkata ia tertawa terkikih-kikih.
Karena muka Cu Hong-tin merah padam seakan-akan orang keselak tulang, seketika ia berbangkit hendak bertindak.
Baiknya tuan rumah, Jing-ling-cu keburu mencegahnya .
Ah, apa guna Toyu sepandangan dengan kanak2 ? setelah itu ia berpaling dan berkata pada Lou Jun-yan .
Sudahlah, nona, kaupun terlalu nakal! Baru saja selesai ucapannya, tiba2 dari belakang ruangan terdengar suara blung yang keras, menyusul mana kembali tiga kali blung-blung-blung yang maha dahsyat, seluruh isi kelenteng itu se-akan2 tergoncang oleh suara itu.
Ketiga suara itu lebih keras dari yang pertama, malahan kembali disusul lagi sekali blung yang terlebih keras, seketika batu pasir berhamburan, tiga arca Sam-jing-cosu yang besar ditengah kuil itupun mendadak roboh, dari gugusan tembok sana satu orang melangkah keluar dengan tindakan lebar.
Siapa lagi dia, kalau bukan si orang aneh itu ! Nyata cara keluarnya itu dengan menggunakan ilmu nge-kang (tenaga keras) untuk menumbuk beberapa lapis tembok kuil itu.
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya dari Gan K.l Karena munculnya orang aneh ini secara mendadak, semua orang yang berada dipaseban kuil itu sangat terperanjat, seketika mereka menyingkir minggir.
Maka terlihatlah orang aneh itu telah menyingkap kain selubung kepalanya, dua biji matanya ternyata melolor keluar bagai ikan mas, tapi jelek luar biasa dan sudah buta berkedip-kedip pula mengitari paseban itu dengan perlahan, tampaknya seperti ingin sekali mengamat-amati seseorang yang berada disitu.