ANTARA gunung-gemunung diwilayah Tiongkok yang paling terkenal adalah Ngo-gak atau lima gunung raksasa, yaitu Tiong-gak (gunung tengah) Ko-san, Lam-gak (gunun selatan) Heng-san, Pak-gak (gunung utara) Hing san, Tong-gak (gunung timur) Thay-san dan Se-gak (gunung barat) Hoa-san.
Lam-gak Heng-san yang tegak berdiri ditengah propinsi Oulam itu menjulang setinggi beberapa ribu meter, diantaranya adalah puncak Giok-yong-hong yang paling tinggi dan diatas puncak ini terdapat sebuah biara yang tidak terlalu besar, tapi cukup megah, namanya Lo-seng-tian .
Suatu hari di-tengah2 pendapa rumah biara tersebut, beberapa orang tertampak duduk berhadapan mengitari meja.
Yang duduk ditempat tuan rumah adalah seorang tosu atau imam tua yang berjenggot panjang memutih, memakai jubah biru, dandanannya sederhana.
Duduk disamping imam tua itu juga seorang tosu yang berusia setengah umur, mata-alisnya jernih bagus, semangatnya tangkas.
Dan dua orang lagi, yang satu adalah seorang laki2 berewok, dipunggungnya menggemblok sebuah perisai besar, sedang seorang lainnya adalah lelaki kurus.
Beberapa orang yang mengitari meja ini bukan sedang mengadakan Konperensi Meja Bundar , tapi mereka duduk tenang tanpa buka suara, masing2 memandang keluar pintu dengan wajah yang tak sabar se-akan2 sedang menantikan kedatangan seseorang.
Jing-ling Totiang , kata lelaki berewok tadi tiba2, agaknya sudah tak sabar lagi.
Siapakah gerangannya yang kau undang pula? Mengapa hingga kini masih belum muncul? Lelaki tegap berewok ini adalah tokoh dunia persilatan yang terkenal didaerah Kanglam, she Tong bernama Po, orang memberikan julukannya Tai-lik-kim-kong atau Dewa bertenaga raksasa, perangainya sangat keras dan tak sabaran.
Sedang Jing-ling Totiang yang ditegurnya itu ialah imam tua tuan rumah tadi.
Maka dengan mengelus jenggotnya ia menjawab dengan suara berat, Ya, orang ini selamanya tak pernah ingkar janji, sepantasnya saat inipun sudah harus tiba.
Jing-ling Toyu (kawan dalam agama), sela imam setengah umur tadi, siapakah gerangan yang seorang itu ? Sungguh bukannya aku membual, sekalipun umpamanya langit bakal ambruk, dengan kita beberapa orang ini rasanyapun cukup kuat untuk menyanggahnya.
Maka ada urusan apakah sebenarnya, lekas kau tuturkan saja! Imam yang menyela ini she Cu bernama Hong Tin alias Siau-yau-ih-su atau si Kelana hidup bebas.
Ia adalah tokoh kelas tertinggi dari golongan Jing-sia-pay.
Silahkan kalian melihat tungku batu didepan pintu kelentingku itu ! demikian sahut Jing-ling-cu sambil meng-geleng2 kepala menunjuk keluar pintu.
Kiranya kelenting Lo seng-tian itu hampir seluruhnya dibangun dengan lonjoran2 batu yang rata2 4-5 kaki persegi.
Lebih2 undak2an batunya adalah tatahan dari pegunungan yang melengkeit.
Diatas undak2an batu itu, tadinya terdapat sebuah tatahan tungku besar hio-lo (tempat pembakaran dupa besar) yang tingginya kira2 lima kaki, tapi kini kelihatan sudah roboh.
Nampak itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi heran.
Apanya yang harus dilihat? katanya dengan mata membelalak lebar.
Namun tidak demikian dengan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin.
Eh, tenaga orang ini besar amat! katanya heran sambil kebaskan kebut pertapaannya.
Ya, malahan amat besar pula nyalinya! timbrung si lelaki kurus yang sejak tadi berdiam itu.
Sungguh berani ia mengunjukkan kemahiran didepan Lo-seng-tian diatas Ciok-yong-hong ini! Mendengar percakapan kawannya itu, barulah kini Tong Po tahu bahwa tungku batu itu ternyata didorong roboh mentah2 oleh tenaga orang.
Pernah beberapa kali ia datang ke Ciok-yong-hong ini dan selamanya tahu kalau tungku batu itu aslinya bergandengan dengan batu undak2an yang sengaja dipahat dari sebuah batu raksasa.
Ia sendiri berjuluk Tai-lik-kim-kong dan mempunyai tenaga sakti pembawaan, tapi ia sendiri menaksir takkan mampu mendorongi tungku batu itu sedikit juga, maka ia melelet2kan lidah, lalu ia tak berani buka suara lagi.
Jing-ling-Toyu, sebenarnya siapakah gerangan seorang lagi yang belum datang itu? kembali Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin bertanya.
Kiranya ia bersama Tong Po dan Hui-hi (Ikan Terbang) Bok Siang-hiong dari Tong- ting-ou (Danau Tong-ting, diwilayah Oulam), yaitu silelaki kurus itu, semuanya datang ke Lo-seng tian ini karena menerima undangan penting kilat dari Jing-ling-cu, maka siang dan malam jauh2 mereka memburu datang.
Siapa tahu sesudah sampai, Jing-ling-cu sendiri tampaknya malahan tidak gugup atau kuatir, hanya bilang masih harus menantikan pula kedatangan seorang bala bantuan, seorang tokoh terkemuka.
Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin adalah seorang cerdik pandai dan serba bisa, baik ilmu silat maupun ilmu surat, biasanya ia anggap dirinya seperti Khong Beng pintarnya.
Maka kini demi nampak robohnya tungku batu itu, segera ia tahu Jing-ling-cu telah kedatangan musuh kelas berat, dirinya diundang kemari bukan lain melulu diminta membantu menghadapi musuh, maka persoalannya dipandang remeh saja olehnya.
Dan karena ber-ulang2 didesak, maka sesudah merenung sejenak, pula melihat hari sudah larut, akhirnya berkatalah Jing-ling-cu .
Baiklah, kukatakan pun tiada halangannya.
Orang ini kalianpun sudah kenal semua, ialah Jiau Pek-king.
Ha.
Thong-thian-sin-mo! teriak Tai-lik-kim-kong Tong Po per-tama2 sembari meloncat bangun.
Begitu pula wajah Cu Hong-tin tampak berubah hebat, sekali ia mengebas lengan bajunya diatas meja, maka tertinggallah selarik goresan yang dalam bagai dikorek pisau.
Jing-ling cu , katanya kemudian kurang senang.
Jika kau telah mengundang Jiau Pek-king, mengapa mengundang pula aku Cu Hong-tin? Kalau Tong Po dan Cu Hong-tin berjingkrak ketika mendengar siapa orang yang ditunggu itu, adalah Hui-hi Bok Siang-hiong, Si-ikan terbang dari Tong-ting-ou, yang masih tetap duduk tenang ditempatnya tanpa buka suara.
Cu-toyu, sahut Jing-ling-cu kemudian, undanganku kali ini sesungguhnya terlalu hebat dan aneh, maka diapun sekalian telah kuundang.
Namun Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin masih kurang senang tampaknya oleh penjelasan itu.
Jing-ling Totiang.
seru Tong Po pula, baiknya jangan kau main teka-teki lebih lama lagi, sebenarnya ada urusan apakah ? katakanlah lekas! Ya, mungkin Jiau Pek-king takkan datang sudah, biarlah aku jelaskan kini! kata Jing- ling-cu, lalu ia berbangkit dan menuju keruangan dalam.
Karena tidak paham persoalan apa yang sedang dimainkan oleh sahabatnya itu Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong hanya saling pandang sekejap, lalu duduk diam menanti.
Tapi baru saja Jing-ling-cu melangkah beberapa tindak, tiba2 terdengarlah suara seorang wanita yang nyaring merdu sedang menanya diluar pendapa .
Hai, apakah ini Lo-seng-tian ? Kenapa tiada satu imampun? Jing-ling-cu melengak, ketika ia menoleh tahu2 bayangan orang berkelebat, satu gadis jelita sudah menaiki undak2an batu dan berdiri di ambang pintu pendapa.
Usia gadis ini tidak lebih 17-18 tahun, cantik molek wajahnya, lebih2 sepasang mata bolanya yang besar jernih makin menambah kelincahannya.
Siapakah nona, adakah sesuatu petunjuk atas kunjungan nona? segera Jing-ling- cu menyapa sambil memberi hormat.
Ah, aku hanya mencari Jing-ling Totiang, sahut gadis itu sambil tertawa.
Akulah........
O, tiba2 si gadis memutus kata2 orang, Kata Suhu, sebenarnya ia akan datang sendiri ketika menerima undanganmu, tapi ia tahu tentu kau telah mengundang juga seorang imam hidung kerbau (kata olok2 terhadap Tosu) yang lain yang bernama Cu Hong-tin apa segala.
Ia tidak sudi bertemu dengan manusia rendah semacam itu, maka akulah yang disuruh datan Dengan uraiannya yang panjang lebar itu, keruan disamping lain Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin mukanya sudah merah padam bagaikan kepiting rebus.
Budak bernyali besar! bentaknya mendadak saking gusar.
Cu Hong-tin adalah tokoh terkemuka aliran Jing-sia-pay, di waktu mudanya seorang diri pernah ia kalahkan Khong-tong-su-kiat atau empat jago dari Khong-tong-pay, maka namanya menjadi cerlang-cemerlang dikang-ouw.
Sudah tentu suara gertakannya tadi pun bukan sembarangan gertak.
Tapi gadis jelita itu ternyata tidak menjadi gugup, apalagi gentar, bahkan dengan senyum simpul ia menoleh dan menuding Cu Hong-tin dengan jarinya yang halus lentik, katanya.
E-eh, jadi kau inilah yang disebut Siau-yau-ih-su itu? Ah, memang benar kata Suhu, kau memang bikin orang jemu ! Habis berkata, kembali ia tertawa, maka pada pipinya sebelah kiri tertampak sebuah lekuk kecil, hingga kecantikkannya makin menggiurkan.
Sebenarnya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin berwatak sangat tinggi hati, jangan kata si gadis hanya anak muridnya Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, sekalipun Jiau Pek-king yang datang sendiri juga tidak nanti ia mau terima dihina mentah2.
Tapi kini demi nampak sikap dan wajah si gadis dikala tertawa, seketika hatinya tergetar, tiba2 teringat olehnya sesuatu peristiwa pada masa berselang.
Siapakah namamu ? Dan siapakah ayah bundamu? tanyanya kemudian setelah tertegun sejenak.
Namun si gadis tak mau menjawab, sebaliknya dengan mulut menjengkit ia mengolok2.
Tu, bukankah kau memang bikin orang jemu? Baru saja berkenalan sudah bertanya macam2.
Menanya namaku masih dapat dimengerti, tapi datang2 tanya orang tuaku, aturan macam apakah ini? Melihat si gadis bersikap kasar terus terhadap Cu Hong-tin, diam2 Jing-ling-cu menjadi kuatir, lekas2 ia buka suara membilukan perselisihan mulut itu .
Sebenarnya diwakili nona, juga serupa saja.
Gurumu bergelar Chong-thian-sin-mo , tidak saja memiliki kepandaian yang tinggi, juga mempunyai pengetahuan yang luas, maka pinto (imam miskin, sebutan diri sendiri) telah mengundang padanya, justru ingin minta dia ber-sama2 untuk mengenali seseorang ! Itulah mudah, sahut si gadis cepat.
Bagi Bu-beng-siau-cut (orang kecil tak ternama) memang aku tak kenal, tapi kalau jago2 yang berilmu tinggi seperti Sian-hoat Suthay dan Biau-in Suthay dari Go-bi-san, Pek-hoa-siancu To Hong dari Thian-ti, dan tujuh pendekar wanita dari Bu-tong-pay, kesemuanya itu aku sudah kenal.
Begitulah tanpa berhenti gadis itu telah uraikan serentetan nama2 tokoh silat yang kesohor dan semuanya adalah wanita.