Lembah Selaksa Bunga Chapter 13

NIC

“Baiklah, Susiok,” kata Cin Kok Tosu gentar melihat paman gurunya marah. “Akan tetapi di kota raja tentu kami berdua akan ditangkap pasukan kerajaan.”

“Bodoh! Antar saja gadis itu sampai ke pintu gerbang lalu kalian cepat pergi. Ia dapat pulang sendiri setelah tiba di pintu gerbang!”

Dua orang tokoh Pek-lian-kauw itu tidak berani membantah lagi. Mereka lalu memasuki kamar di mana gadis puteri Kui-taijin dijaga oleh empat orang anggauta Pek-lian-kauw wanita. Ketika melihat gadis itu, Cin Kok Tosu dan Cia Kun Tosu tertegun kagum. Gadis berusia sekitar delapanbelas tahun itu bertubuh tinggi ramping, kulitnya putih mulus, wajahnya bundar dengan sepasang mata, lebar dan indah jeli.

Kui Li Ai, gadis itu terbelalak ketakutan melihat dua orang tosu itu memasuki kamar. Pendeta yang menculiknya tak pernah mengganggunya, bahkan tak pernah memasuki kamar di mana ia dijaga dan dilayani dengan baik oleh empat orang wanita. Kini, melihat dua orang tosu itu, ia bangkit berdiri dan memandang dengan sepasang mata lebar seperti mata seekor kelinci yang melihat dua ekor serigala.

Melihat gadis itu tampak ketakutan, Cia Kun Tosu yang kecil kurus dan berwajah tampan itu berkata ramah. “Nona, jangan takut, kami berdua ditugaskan untuk mengantar Nona kembali ke kota raja.”

Mendengar ini, wajah ayu yang tadinya muram dan gelisah itu, kini berseri, mulutnya membentuk senyum sehingga ia tampak semakin menarik.

“Mari kita pergi, Nona,” kata Cia Kun Tosu dan bersama suhengnya, Cin Kok Tosu yang pendek gendut dan mukanya mirip muka monyet, mereka berdua lalu mengawal Kui Li Ai keluar dari perkampungan Pek-lian- kauw, melewati dusun Liauw-ning menuju ke kota raja.

Di dalam hutan yang mereka lalui, Cia Kun Tosu berkata kepada Cin Kok Tosu. “Suheng, kalau kuingat betapa Panglima Kui telah menggunakan kekuatan pasukannya membunuh banyak anak buah kita, juga menawan kita sehingga empat orang saudara kita tewas, sungguh aku tidak terima begitu saja kalau sekarang puterinya dibebaskan. Sungguh terlalu enak baginya!” kata Cia Kun Tosu kepada Cin Kok Tosu setelah mereka berhenti pada siang hari itu di tengah hutan.

“Hemm, ingat akan pesan Susiok Hwa Hwa Hoat-su bahwa kita tidak boleh membunuhnya, Sute,” kata Cin Kok Tosu memperingatkan adik seperguruannya.

“Tidak, Suheng. Bukan maksudku membunuhnya. Akan tetapi penghinaan itu harus kita balas. Anaknya tidak akan kami serahkan kepadanya dalam keadaan utuh!”

Cin Kok Tosu dapat mengerti akan maksud sutenya, maka dia pun menyeringai. Keduanya lalu mendekati Kui Li Ai dan terdengar jerit dan isak tangis gadis itu yang bagaikan seekor kelinci mendapat terkaman dan serangan dua ekor serigala yang buas!

Sementara itu, Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan berlari dengan cepat sekali menuju ke dusun Liauw-ning. Ketika ia memasuki sebuah hutan, tiba-tiba ia mendengar tangis wanita. Cepat ia berlari ke tempat itu dan ia melihat seorang gadis dengan pakaian awut-awutan sedang menangis di bawah sebatang pohon, menangis tersedu-sedu dengan tubuh gemetar.

Siang Lan cepat menghampiri dan berjongkok di dekat gadis itu.

“Adik, engkau siapakah dan mengapa menangis seorang diri di sini?” tanyanya dengan lembut.

Gadis itu adalah Kui Li Ai. Ia mengangkat mukanya yang tadi menunduk ditutupi kedua tangan, muka yang cantik dan pucat sekali, muka yang basah air mata. Rambut yang hitam lebat itu terlepas dari sanggulnya, riap-riapan sebagian menutupi mukanya. Pakaiannya cabik-cabik membuat gadis itu hampir telanjang. Melihat keadaan gadis itu, dengan hati panas karena marah Siang Lan dapat menduga apa yang telah menimpa diri gadis itu.

“Engkau Kui Li Ai?” tanya Siang Lan melihat pakaian yang cabik-cabik itu terbuat dari sutera halus dan mahal.

Gadis itu mengangguk, sambil sesenggukan ia berkata. “...mereka...... mereka berdua......

memperkosaku ” “Siapa mereka?!?”

“...... dua orang tosu ”

“Di mana mereka sekarang?”

Li Ai menunjuk ke suatu arah perginya dua orang itu yang baru saja meninggalkannya. Siang Lan berkelebat dan lenyap dari depan Kui Li Ai yang bernasib malang itu. Ia marah sekali, teringat akan nasib yang menimpa dirinya. Ia dapat merasakan betapa sakit dan hancur hati gadis puteri Panglima Kui itu, maka dendamnya kepada pemerkosanya yang berjuluk Thian-te Mo-ong itu kini ia timpakan kepada dua orang tosu pemerkosa Li Ai. Ia berlari cepat sekali dan tak lama kemudian ia melihat dua orang tosu berjalan seenaknya.

Cin Kok Tosu dan Cia Kun Tosu sedang berjalan pulang secara santai setelah mereka merasa puas dapat memperkosa puteri Panglima Kui yang mereka benci sebagai pelampiasan dendam mereka. Tiba-tiba mereka melihat bayangan berkelebat cepat dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seorang wanita muda yang amat cantik jelita yang memandang mereka dengan sinar mencorong dari sepasang mata yang indah!

Hwe-thian Mo-li masih ingat bahwa dua orang tosu ini adalah dua di antara tujuh orang pimpinan Pek-lian- kauw yang dulu ditawan. Ia merasa yakin bahwa tentu dua orang ini yang tadi memperkosa Kui Li Ai.

“Pendeta-pendeta palsu keparat! Tentu kalian yang telah berbuat keji terhadap Kui Li Ai tadi!” bentaknya.

Dua orang tosu itu tidak mengenal Siang Lan karena dahulu itu mereka repot menghadapi Ouw-yang Sianjin dan para perwira sehingga mereka dan lima orang rekan mereka tertawan. Melihat seorang gadis cantik kini memaki mereka, Cia Kun Tosu yang berwatak mata keranjang itu, setelah mendengar ucapan Siang Lan, tertawa dan berkata.

“Ha-ha-ha, Nona manis. Memang benar tadi kami telah bersenang-senang dengan puteri Panglima Kui. Kami akan lebih gembira kalau sekarang kami bersenang-senang denganmu!”

“Singg !!” Dua orang tosu itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba saja ada sinar seperti kilat menyambar

ke arah mereka! Gadis itu telah menyerang mereka dengan pedang. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga mereka tidak melihat kapan gadis itu mencabut pedang.

Mereka bukan orang-orang lemah dan cepat mereka berlompatan ke belakang untuk menghindarkan diri dari sambaran sinar kilat itu. Cia Kun Tosu mencabut pedangnya dan juga Cin Kok Tosu mencabut pedangnya. Keduanya siap dan Cin Kok Tosu membentak marah.

“Gadis liar! Siapakah engkau yang berani menyerang kami, dua orang pemimpin Pek-lian-kauw?”

“Huh, kalian tentu penjahat-penjahat pemberontak yang dibebaskan oleh Kui Ciang-kun yang puterinya diculik oleh kawan kalian! Sungguh licik, jahat dan curang. Kalian sudah dibebaskan, bukannya memenuhi janji membebaskan puteri Kui Ciang-kun, bahkan memperkosanya! Iblis-iblis jahat macam kalian tidak pantas dibiarkan hidup lagi!” Siang Lan membentak. “Kalian hari ini akan mampus di tangan Hwe-thian Mo- li!” Setelah berkata demikian, tubuh gadis itu bergerak cepat dan kembali pedangnya menyambar-nyambar seperti kilat di musim hujan

Dua orang tosu itu terkejut mendengar bahwa mereka berhadapan dengan Hwe-thian Mo-li yang namanya terkenal sebagai seorang wanita yang amat ganas dan lihai. Cepat mereka menangkis dan balas menyerang. Akan tetapi Hwe-thian Mo-li menggerakkan pedangnya sedemikian dahsyatnya, pedangnya berubah menjadi sinar kilat dan tubuhnya berubah menjadi bayangan yang cepat sekali gerakannya sehingga dua orang tosu itu segera terdesak dan lebih banyak mengelak dan menangkis daripada balas menyerang.

Kecepatan gerakan Hwe-thian Mo-li membuat mereka berdua tidak sempat membalas serangan. Akan tetapi dua orang tokoh Pek-lian-kauw itu juga merupakan orang-orang yang cukup tinggi tingkat kepandaian mereka, juga sudah memiliki banyak pengalaman bertanding. Maka, begitu mereka terdesak, Cin Kok Tosu berseru kepada adik seperguruannya.

“Kita gunakan Im-yang Siang-kiam (Sepasang Pedang Im dan Yang)!”

Mendengar seruan suhengnya itu, Cia Kun Tosu cepat melompat ke arah belakang Siang Lan dan kini mereka mengeroyok gadis itu dari depan dan belakang. Gerakan pedang mereka kini saling tunjang, kalau yang satu menangkis, yang lain membarengi menyerang sehingga dengan demikian mereka berdua mulai mampu untuk balas menyerang. Pertandingan menjadi seru bukan main dan mati-matian karena kedua pihak maklum bahwa hanya dengan merobohkan lawan mereka akan mampu menang.

“Kita gunakan am-gi (senjata rahasia)!” kembali Cin Kok Tosu berseru kepada sutenya setelah bertanding selama limapuluh jurus mereka belum juga mampu mendesak gadis yang lihai itu. Mereka lalu mengeluarkan senjata rahasia mereka yaitu Lian-hwa-ciam (Jarum Bunga Teratai) dan mulai menyelingi permainan pedang mereka dengan meluncurkan jarum-jarum beracun itu ke arah tubuh Siang Lan.

Mendapat serangan jarum-jarum itu Siang Lan menjadi repot. Ia terpaksa memutar pedangnya. Sinar kilat itu menyelimuti tubuhnya dan semua jarum terpental ketika bertemu sinar pedang dan keadaan menjadi terbalik. Siang Lan kini hanya dapat bertahan dan melindungi dirinya tanpa mendapat kesempatan untuk membalas. Dua orang tosu itu mulai tertawa mengejek karena mereka merasa yakin bahwa sebatang jarum saja dari mereka dapat mengenai tubuh gadis itu, maka gadis itu akan keracunan dan mereka akan memperoleh kemenangan.

Kini Siang Lan terdesak hebat. Untung ia memiliki gin-kang (ilmu meringankan diri) yang lebih tinggi dibandingkan dua orang lawannya dan ia memiliki sebatang pedang pusaka. Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) di tangannya merupakan pedang yang ampuh dan amat kuat sehingga setelah bertanding hampir seratus jurus, ujung pedang kedua orang pengeroyok itu telah buntung terbabat Lui-kong-kiam! Akan tetapi karena mereka berdua juga lihai, dapat menggunakan pedang mereka yang ujungnya buntung itu untuk menyerang dibantu jarum-jarum mereka, maka tetap saja Siang Lan terdesak dan keadaannya mulai gawat! Gerakan memutar pedang untuk melindungi seluruh tubuhnya itu menguras tenaganya dan gerakannya mulai melambat.

Karena kelambatan ini, tiba-tiba Siang Lan merasa pundak kirinya nyeri seperti digigit semut. Ia terkejut ketika melihat bahwa pundak kirinya terkena sebatang jarum yang menancap menembus baju mengenai pundak. Seketika ia merasa betapa pundak kirinya ngilu dan lengan kirinya seperti setengah lumpuh, sukar digerakkan.

Posting Komentar