Setelah mengobati luka mereka sehingga kaki yang buntung itu tidak mengeluarkan darah lagi, Thian Sai-ong berkata. “Kami akan mencoba kembali ke jalan benar, taihiap (pendekar besar).”
“Baik sekali kalau begitu. Nah, pergilah kalian dan ajak semua anak buahmu pergi dari sini!”
Kedua orang kepala perampok itu memanggil anak buahnya untuk membantu mereka berjalan. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mau mendekati mereka. Wibawa kedua orang kepala perampok itu agaknya sudah hilang bagi anak buahnya, melihat mereka berdua itu kini telah menjadi seorang yang buntung sebelah kaki mereka.
Melihat ini, Thian Sai-ong membentak, “Pergilah kalian! Mulai sekarang, kalian bukan anak buah kami lagi. Gerombolan itu telah bubar dan mulai sekarang harus menanggungjawabkan perbuatan sendiri! Hayo bubar!” Semua anak buah perampok tertatih-tatih, saling bantu, meninggalkan dusun Liok-teng. Kedua orang kepala perampok itupun meninggalkan dusun itu sambil terpincang-pincang, berjalan hanya dengan sebelah kaki, berloncat-loncatan sehingga Bun Sam merasa kasihan. Dia mengambil dua batang pohon sebesar lengan, membuangi daunnya sehingga menjadi dua batang tongkat, lalu dia berlari mengejar dua orang yang berloncat-loncatan itu.
“Kalian pakai ini agar lebih mudah berjalan,” katanya.
Dua orang kepala perampok itu menerima dua buah tongkat dan kini mereka dapat maju lebih leluasa karena dibantu tongkat.
Ketika Bun Sam kembali ke dekat Bwee Hwa, gadis itu berkata.
“Sam-ko, hatimu memang baik, akan tetapi terlalu lemah. Orang-orang macam mereka itu sudah sepatutnya dihajar agar benar-benar bertaubat dan menyadari bahwa kejahatan tidak akan mendatangkan akibat yang menguntungkan. Kalau sudah dihajar seperti itu, setidaknya mereka akan merasa takut, terutama sekali mereka tidak lagi dapat mengandalkan kekuatan untuk bertindak sewenang-wenang.”
“Engkau benar, Hwa-moi. Akan tetapi, melihat keadaan mereka, timbul kembali rasa iba di hatiku. Bagaimanapun juga, mereka itu adalah manusia juga.”
Kini berbondong-bondong penduduk dusun Liok-teng datang menghampiri sepasang muda-mudi itu, dipimpin oleh kepala dusunnya yang bernama Gan See Ki yang biasa disebut Gan-cungcu (kepala dusun Gan) berusia sekitar limapuluh tahun, bertubuh pendek gendut, mukanya bundar gemuk, tampak angkuh dan pakaiannya mewah. Dia ditemani oleh Bu Sui yang biasa disebut Bu-kauwsu (guru silat Bu) karena dahulunya dia adalah seorang guru silat yang kemudian dijadikan kepala keamanan di dusun itu dan pakaiannya juga mewah.
Mereka berdua ini diikuti oleh delapan orang laki-laki, berusia antara empatpuluh sampai enampuluh tahun yang dari pakaian mereka mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya. Kemudian di belakang sepuluh orang ini, berduyun-duyun para penduduk ikut pula menghadap Bwee Hwa dan Bun Sam dan sebagian besar dari mereka berpakaian lusuh dan menunjukkan bahwa mereka adalah orang- orang yang miskin.
Melihat ratusan orang itu, Bun Sam mengajak Bwee Hwa untuk naik ke serambi gedung milik kepala dusun itu karena serambi ini agak tinggi sehingga mereka dapat melihat semua orang itu. Menurut taksiran mereka, di antara para penduduk dusun yang berkumpul di pekarangan yang luas itu, terdapat laki-laki yang terhitung masih muda, tidak kurang dari seratus limapuluh orang banyaknya.
“Hemm, begini banyak orang akan tetapi lemah tak berdaya,” kata Bwee Hwa dan Bun Sam mengangguk.
Gan-cungcu dan Bu-kauwsu mengikuti muda-mudi yang naik ke serambi itu, lalu mereka memberi hormat, diikuti oleh delapan orang hartawan. “Ji-wi taihiap (dua orang pendekar besar), kami seluruh warga Liok-teng ini menghaturkan banyak terima kasih kepada ji-wi (kalian berdua) yang telah menyelamatkan kami dari gangguan gerombolan perampok tadi.”
“Tidak perlu kalian berterima kasih kepada kami karena apa yang kami lakukan itu hanyalah merupakan kewajiban kami belaka. Akan tetapi kami merasa heran bukan main, kenapa penduduk dusun ini yang demikian banyak jumlahnya sama sekali tidak melakukan perlawanan ketika gerombolan itu datang mengganggu?
“Sebetulnya pasukan keamanan kami telah melakukan perlawanan, akan tetapi kalah karena jumlah pasukan kami hanya dua losin orang sedangkan pasukan gerombolan itu terdiri dari limapuluh orang lebih.” kata Bu-kauwsu.
“Engkau siapakah?” Bwee Hwa bertanya sambil memandang wajah sepuluh orang berpakaian mewah itu berganti-ganti, sementara itu para penduduk yang lain hanya mendengarkan dari bawah serambi.
Kini Gan See Ki, kepala dusun itu yang menjawab. “Sebaiknya kami memperkenalkan diri kepada ji-wi taihiap. Saya sendiri adalah kepala dusun di sini bernama Gan See Ki dan saudara ini adalah Bu Sui yang menjadi komandan pasukan keamanan di dusun kami. Adapun delapan orang yang berada di belakang kami adalah delapan orang pedagang terbesar di dusun ini.”
“Dan yang berada di pekarangan itu adalah penduduk dusun ini?” tanya Bwee Hwa sambil mengamati mereka yang berada di bawah, yang rata-rata berpa-kaian lusuh.
“Benar sekali, lihiap.”
“Gan-cungcu, berapa banyaknya jumlah penduduk dusun ini?” tanya lagi Bwee Hwa kepada kepala dusun itu.
Jumlah seluruhnya ada kurang lebih seribu limaratus orang,” jawab sang kepala dusun. “Berapa banyak laki-laki yang masih muda?”
“Kurang lebih tiga ratus orang.”
“Apakah pekerjaan mereka, Gan-cungcu?” kini Bun Sam yang bertanya, sambil mengamati wajah kepala dusun itu dengan penuh selidik.
“Sebagian besar di antara mereka adalah pekerja-pekerja tani yang menggarap sawah dan kebun milik kami.”
“Mereka adalah orang-orang miskin?”
“Ya, begitulah. Akan tetapi kami sepuluh orang ini yang menolong mereka dengan memberi pekerjaan dan upah yang cukup,” kata pula kepala dusun itu. Tiba-tiba Bun Sam melangkah maju ke tepi serambi dan berkata kepada banyak orang itu, suaranya lantang karena dia telah mengerahkan tenaga sakti sehingga suaranya dapat terdengar sampai jauh. Semua orang yang berkumpul di pekarangan itu dapat mendengar suaranya dengan jelas.
“Para penduduk dusun Liok-teng, dengarlah baik-baik. Kami berdua kebetulan lewat di dusun ini dan melihat gerombolan yang mengganggu kalian. Sekarang kami ingin agar ada wakil-wakil dari kalian yang hidup dalam kemiskinan untuk maju ke sini. Aku minta dua orang wakil yang dapat mewakili semua orang dan jangan takut, kami berdua yang menjamin bahwa tidak akan ada orang yang dapat mengganggu kalian berdua. Nah, pilihlah di antara kalian dan dua orang wakil majulah dan naik ke serambi ini!”