Kisah si Bangau Putih Chapter 28

NIC

"Awas....!"

Tiba-tiba Ciok Kim Bouw berteriak memperingatkan Sin Hong karena pemuda itu sedang menoleh kepadanya dan pada saat itu dia melihat Sin-kiam Mo-li telah menggerakkan pedangnya menusuk ke arah lambung pemuda berpakaian putih itu!

Akan tetapi, biarpun dia sedang menoleh ke arah Ciok Kim Bouw, tentu saja Sin Hong tahu akan serangan gelap itu. Pada waktu itu, tingkat ilmu kepandaiannya sudah mencapai titik yang tinggi sekali berkat penggabungan tenaga sin-kang yang diterimanya dari tiga orang gurunya dan berkat gemblengan ilmu-ilmu yang sudah mendarah daging di tubuhnya. Dia tahu akan tusukan yang datang menuju lambungnya dan tanpa menoleh, ketika tusukan tiba, tubuhnya sudah bergeser dan mengelak tanpa banyak kesulitan sehingga tusukan pedang Sin-kiam Mo-li mengenai tempat kosong! Sin-kiam Mo-li yang merasa penasaran dan bangkit kebenciannya kepada pemuda yang membuatnya tergila-gila namun yang berani menolak cintanya itu, sudah melanjutkan serangannya bertubi-tubi dengan kebutan dan pedangnya. Demikian cepat dan bersambungan datangnya serangan-serangan ini,

Namun semua dapat dihindarkan dengan amat mudahnya oleh Sin Hong, hanya dengan menggerakkan kedua tangan ke depan seperti menolak. Setiap kali telapak tangannya mendorong, ada kekuatan dahsyat yang meniup pergi bulu-bulu kebutan, bahkan telapak tangan itu berani menampar pedang itu sehingga tertangkis. Ciok Kim Bouw yang tadinya siap untuk membantu dengan goloknya yang akan dimainkan dengan tangan kiri, tidak jadi bergerak dan kini dia berdiri melongo. Kalau tadi ada seorang pemuda yang halus dan lembut gerak-geriknya menghadapinya dengan tangan kosong dan dia dikalahkan, kini ada seorang pemuda lain yang juga dengan tangan kosong bahkan berani melawan kebutan dan pedang di tangan Sin-kiam Mo-li! Kalau tidak melihat sendiri, tentu dia tidak akan percaya bahwa ada orang, apalagi masih begitu muda,

Berani menghadapi Sin-kiam Mo-li hanya dengan kedua tangan kosong saja. Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek juga merasa heran dan kagum melihat betapa pemuda berpakaian serba putih itu berani melawan Sin-kiam Mo-li dengan tangan kosong. Akan tetapi dia percaya sepenuhnya bahwa kekasihnya tentu akan menang dan dalam waktu singkat merobohkan pemuda itu, dan dia tidak akan membunuh Ciok Kim Bouw, khawatir kalau kekasihnya merasa tersinggung dan marah. Biarlah Sin-kiam Mo-li yang melaksanakannya sendiri. Akan tetapi, betapa kagetnya ketika tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan jeritan tertahan dan sebagi-an dari bulu kebutan itu rontok berhamburan ketika bertemu dengan jari-jari tangan Sin Hong yang mencengkeram! Tentu saja melihat Sin-kiam Mo-li terhuyung ke belakang, Giam San Ek cepat melompat maju dan menyerang dengan pedangnya.

"Tranggg....!"

Pedang itu ditangkis oleh golok Ciok Kim Bouw. Si muka hitam ini menjadi gembira sekali dan timbul semangatnya melihat betapa pemuda berpakaian putih itu benar-benar mampu menahan Sin-kiam Mo-li, bahkan dalam belasan jurus saja sudah merontokkan bulu kebutannya. Maka, melihat majunya Toat-beng Kiam-ong, dia pun maju membantu Sin Hong.

"Mundurlah!"

Sin Hong membentak sambil mendorongkan kedua tangan bergantian ke arah Giam San Ek. Si Raja Pedang ini meloncat meninggalkan Ciok Kim Bouw untuk menghadapi Sin Hong, namun dia bertemu dengan tenaga dorongan amat kuat, merupakan tenaga tidak nampak, seperti angin yang menahannya dan membuatnya terhuyung. Tentu saja dia terkejut bukan main dan pada saat itu Sin-kiam Mo-li berseru keras.

"Kiam-ong, mari kita pergi!"

Wanita itu pun sudah meloncat dan melarikan diri! Melihat ini, tentu saja Kiam-ong terkejut dan tanpa bertanya lagi dia pun membalik dan mengambil langkah seribu menyusul temannya. Melihat ini, Ciok Kim Bouw menjadi semakin kagum kepada Sin Hong. Dia cepat menghadapi pemuda itu dan mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil membungkuk memberl hormat.

"Pendekar muda yang gagah perkasa telah menyelamatkan nyawaku yang tidak berharga. Aku adalah Ciok Kim Bouw, ketua Cin-sa-pang. Tidak tahu siapakah nama Taihiap (Pendekar Besar) yang mulia?"

Sambil memandang wajah laki-laki tinggi besar itu. Sin Hong berkata,

"Maaf, Pangcu. Pertemuan antara kita hanya kebetulan saja dan saya tidak ingin dikenal, yang paling penting adalah agar Paman mengetahui bahwa Paman telah menderita luka pukulan beracun yang amat berbahaya."

"Ahhh....!"

Ciok Kim Bouw berseru kaget, lalu menyingkap lengan bajunya yang kanan, memperlihatkan tanda merah kehitaman sebesar jari di bawah sikunya.

"Memang luka ini mendatangkan rasa gatal dan nyeri sekali...."

"Hemmm, itulah tanda bekas totokan jari beracun yang amat keji Pangcu,"

Kata Sin Hong.

"Biar saya mencoba untuk mengobatinya."

"Terima kasih, Taihiap, dan silakan,"

Kata ketua Cin-sa-pang itu sambil menyodorkan lengan kanannya, Sin Hong memegang lengan itu, kemudian mengguna-kan jari tangannya menotok jalan darah di atas siku, lalu mengurut luka itu. Terasa nyeri bukan main oleh Ciok Kim Bouw, namun ketua ini menahan rasa nyeri, Sin Hong lalu mencengkeram bagian yang berwarna merah kehitaman, menggunakan hawa sakti di tubuhnya melalui telapak tangan untuk "membakar"

Hawa beracun itu. Rasa nyeri dan panas membuat wajah ketua itu berpeluh, akan tetapi rasa panas itu semakin lama berkurang dan rasa nyeri pun lenyap. Setelah Sin Hong melepaskan tangan-nya, warna merah itu lenyap dan rasa nyerinya pun lenyap.

"Sudah baik kembali, Pangcu, dan saya harus melanjutkan perjalanan saya,"

Berkata demikian, Sin Hong lalu meloncat dengan cepat.

Ciok Kim Bouw hendak memanggil, namun diurungkan niatnya karena pemuda itu telah berkelebat cepat dan sudah jauh sekali. Dia hanya berdiri mengikuti bayangan itu yang makin mengecil akhirnya lenyap, berulang kali menarik napas panjang, kemudian dia pun melarikan diri dari tempat berbahaya itu. Sehari bertemu dengan dua orang muda yang demikian lihainya cukup bagi ketua ini, membuka matanya bahwa tingkat kepandaiannya masih jauh daripada cukup untuk dipakai malang melintang di dunia kang-ouw. Dia merasa rendah diri dan semenjak itu, dia lebih sering tinggal di pusat perkumpulan Cin-sa-pang untuk melatih diri, dan memperdalam ilmu silatnya. Sementara itu, di ruangan paling dalam dari rumah perkumpulan Tiat-liong-pang, Siangkoan Lohan menjamu beberapa orang tamunya.

Para tamu lain telah pulang dan kini hanya mereka yang menjadi sekutunya sajalah yang duduk semeja dengannya. Mereka adalah Sin-kiam Mo-li, Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek, Agakai kepala suku Mongol, Thian Kong Cinjin wakil ketua Pat-kwa-pai dan Thian Kek Sengjin tokoh besar Pek-lian-pai. Masih ada beberapa orang lagi, di antaranya terdapat tiga orang berpakaian perwira yang agaknya baru datang karena mereka ini tidak nampak dalam pesta perayaan ulang tahun siang tadi. Ada pula terdapat seorang laki-laki, yang tentu akan membuat Sin Hong terheran heran kalau dia melihatnya. Laki-laki ini bertubuh tinggi kurus, bermuka pucat dan bermata tajam sekali. Mereka sedang bercakap-cakap dengan sikap yang serius, dipimpin oleh Siangkoan Lohan. Pada saat itu, Siangkoan Lohan sedang menyatakan penyesalannya kepada Sin-kiam Mo-li.

"Sungguh sayang sekali engkau tidak dapat menemukan ketua Cin-sa-pang itu, Mo-li. Padahal semua orang yang lain telah dapat dibasmi. Akan tetapi sudahlah, kukira dia tidak akan banyak bercerita, aku mengundang kalian hadir dalam pesta ulang tahun sebagai sesama. kaum persilatan, tidak ada bukti apa-apa tentang gerakan kita."

Sin-kiam Mo-li memang hanya menceri-takan bahwa ia dan Toat-beng Kiam-ong tidak berhasil mengejar Ciok Kim Bouw.

Ia merasa malu kalau harus menceritakan bahwa ia dan Raja Pedang itu lari ketakutan karena bertemu dengan seorang pemuda dari Istana Gurun Pasir. Hanya kepada Toat-beng Kiam-ong ia terpaksa menceritakan siapa adanya pemuda berpakaian putih yang amat lihai itu. Ketika mereka melarikan diri meninggalkan Sin Hong, Raja Pedang itu bertanya siapa adanya pemuda yang memiliki kepandaian hebat itu. Terpaksa Sin-kiam Mo-li lalu menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan pemuda itu ketika ia dan kawan-kawannya melakukan penyerbuan ke Istana Gurun Pasir sehingga akhirnya berhasil membunuh tiga orang tua sakti di istana itu, dan kemudian membakar istana kuno itu. Akan tetapi ketika itu, si pemuda masih merupakan pemuda lemah. Ia pun tidak tahu bagaimana pemuda itu muncul sebagai seorang yang demikian lihainya.

"Lain kali harap Siangkoan Pangcu lebih berhati-hati,"

Seorang di antara tiga orang berpakaian perwira tinggi itu berkata.

"Jangan sampai menimbulkan kecurigaan, terutama sekali kepada pemerintah sehingga kita akan terbentur dan mengalami banyak rintangan. Nah, sekarang harap Pangcu ceritakan dengan jelas segala hasil usaha yang telah dilakukan dan rencana selanjutnya."

Perwira ini nampaknya berwibawa dengan kumisnya Yang tebal dan sikapnya yang agak sudah biasa memerintah dan ditaati.

"Harap Song-ciangkun jangan khawatir. Kami sengaja mengundang tokoh-tokoh kang-ouw yang kenamaan dan memiliki kepandaian, untuk menarik mereka sebagai pembantu dan buktinya, sebagian besar dari mereka boleh diharapkan akan membantu kita. Adapun mereka yang menentang, telah kami singkirkan. Lolosnya seorang di antara mereka, ketua Cin-sa-pang itu tidak ada artinya. Hasil besar usaha kami terutama sekali pembasmian Istana Gurun Pasir dan penghuninya, walaupun untuk hasil itu kami kehilangan banyak sekali kawan dan untuk itu, biarlah diceritakan sendiri oleh ia yang telah berjasa, Sin-kiam Mo-li. Mo-li, ceritakanlah pengalamanmu di Gurun Pasir dua tahun yang lalu itu."

Posting Komentar