Kembali kata-katanya amat manis terdengar oleh Sin-kiam Mo-li, penuh pujian. Siangkoan Lohan tertawa dan memberi tanda kepada anak buahnya untuk menyerahkan sebatang pedang biasa kepada Raja Pedang itu.
"Bagaimana dengan engkau, Mo-li? Apakah engkau pun tidak tega terhadap Kiam-ong dan ingin mempergunakan pedang pinjaman yang tidak berbahaya?"
Sin-kiam-li tersenyum dan ia pun mencabut pedangnya dengan tangan kanan, dan kebutannya dengan tangan kiri.
"Orang bilang bahwa pedang tidak bermata, akan tetapi aku yakin bahwa pedang dan kebutanku bermata sehingga tidak ada bahayanya aku akan kesalahan tangan mencelakai Kiam-ong, kecuali kalau dia menghendaki hal itu terjadi."
Dalam ucapan Sin-kiam Mo-li ini pun terkandung sindiran bahwa apa yang akan terjadi akibat dari adu kepandaian itu tentu saja tergantung dari Toat-beng Kiam-ong sendiri. Pendeknya, ia siap siaga untuk mengimbangi sikap orang itu. Mau bersahabat dan hanya main-main, boleh, kalau hendak bersungguh-sungguh dan bertanding matian-matian, ia pun tidak gentar! Giam San Ek memandang kagum. Bukan main wanita ini, pikirnya. Sudah banyak dia menggauli wanita sepanjang hidupnya, akan tetapi mereka itu selalu wanita muda yang cantik, dan belum pernah dia bersahabat akrab dengan seorang wanita gagah perkasa seperti ini, maka gairahnya semakin berkobar.
"Sin-kiam Sian-li, mari kita main-main sebentar!"
Teriaknya gembira dan dia pun berseru untuk memberi tanda bahwa dia mulai dengan serangannya. Dan memang hebat serangannya itu.
Agaknya untuk membukti-kan bahwa julukannya sebagai Raja Pedang tidaklah kosong belaka, begitu menyerang, pedangnya berkelebat dan lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang mengeluarkan bunyi berdengung ketika menyambar ke arah Sin-kiam Mo-li. Semua orang menahan napas dengan kagum karena dari gerakan pertama ini saja sudah dapat dilihat bahwa Giam San Ek memang seorang ahli pedang yang hebat. Namun, sambil tersenyum manis Sin-kiam Mo-li mengelebatkan pedangnya menangkis dibarengi kebutannya yang menyambar ke depan, ke arah pelipis kanan lawan. Gerakannya lembut, namun dahsyat mematikan dan serangan balasan itu dilakukan pada saat pedangnya menangkis pedang lawan, sehingga merupakan serangan balasan yang langsung!
"Bagus!"
Kiam-ong memuji sambil meloncat ke belakang menghindarkan kebutan lawan dan menarik kembali pedangnya yang diputar cepat untuk melindungi tubuhnya dari desakan lawan. Perkiraannya benar karena begitu melihat lawan mundur, Mo-li mendesak dengan serangan lanjutan ujung kebutan menotok jalan darah pundak kanan lawan sedangkan pedangnya membabat pinggang.
"Tranggg....!"
Bunga api berpijar ketika dua batang pedang saling bertemu dan dengan gerakan indah Kiam-ong mengelak dari totokan ujung kebutan. Pedangnya yang tadi menangkis, sengaja dipentalkan untuk membalas dengantikaman dari bawah menyerong, menuju ke lambung lawan. Mo-li mengelak cepat dan balas menyerang, namun sekali ini, Kiam-ong mengeluarkan kelihaiannya. Pedang itu berputar cepat membentuk gulungan sinar yang menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga serangan Mo-li kembali tertangkis bahkan sebagai balasan, ada sinar pedang mencuat ke arah pangkal kebutan, dengan maksud untuk membabat putus bulu kebutan itu.
"Hemmm, bagus!"
Sin-kiam Mo-li memuji dengan kagum karena sungguh indah gerakan pedang lawan. Pantas orang ini dijuluki Raja Pedang karena memang gerakan pedangnya amat cepat, kuat dan indah sekali. Dari gerakan dasarnya, ia dapat menduga bahwa agaknya si Raja Pedang ini memiliki dasar ilmu silat pedang dari Bu-tong-pai. Akan tetapi tentu telah dibaur dengan ilmu-ilmu pedang lain karena gerakan-gerakannya juga mengandung gerakan ilmu pedang yang diperkuat tendangan dari utara,
juga perputaran badan sambil memutar pedang seperti ilmu pedang dari Korea. Betapapun juga, harus diakuinya bahwa lawannya memang lihai sekali bermain pedang, lihai dan memiliki tenaga yang dahsyat, juga kecepatan yang mengagumkan. Biarpun mereka hanya main-main Mo-li harus mengakui bahwa andaikata ia hanya mengandalkan pedangnya, tanpa dibantu senjata kebutannya yang dalam banyak hal bahkan lebih lihai daripada pedangnya, agaknya akan sukar baginya untuk dapat memenangkan suatu pertandingan ilmu pedang melawan Raja Pedang ini. Makin seru pertandingan itu, semakin kagumlah para tamu karena baru sekarang mereka menyaksikan pertandingan ilmu pedang yang demikian hebatnya.
Siangkoan Lohan juga diam-diam merasa kagum. Sebagai seorang ahli silat tinggi yang berpengalaman, dia pun tahu bahwa gulungan sinar pedang kedua orang ahli itu amatlah berbahaya, baru sinarnya saja sudah cukup untuk dapat membunuh lawan! Untuk membuktikan dugaannya, juga untuk menambah kegembiraan dan kekaguman mereka yang menonton, tuan rumah ini mengambil delapan batang sumpit dari atas meja, kemudian satu demi satu dia melontarkan sumpit-sumpit itu ke arah dua orang yang sedang bertanding ilmu silat pedang. Dan sumpit-sumpit itu begitu tersentuh sinar pedang, tanpa menimbulkan suara, berjatuhan ke atas lantai dalam keadaan terpotong-potong, ada yang menjadi empat, tiga atau dua, seperti lilin-lilin lunak terpotong pisau tajam saja!
Melihat ini, para tamu semakin kagum dan terkejut, juga ngeri. Pantas dikabarkan bahwa setiap kali mencabut pedangnya, pedang itu tentu kembali ke sarungnya dalam keadaan berlepotan darah, kiranya ilmu pedang dari Kiam-ong memang hebat. Akan tetapi, ternyata Sin-kiam Mo-li tidak kalah hebatnya, nampak betapa wanita ini mampu menandingi kehebatan ilmu pedang Toat-beng Kiam-ong. Setelah lewat kurang lebih lima puluh jurus, tiba-tiba dari dua gulungan sinar pedang itu nampak bunga api berpijar dibarengi suara benturan pedang yang nyaring, disusul meloncatnya tubuh Kiam-ong keluar dari kalangan pertempuran. Pedang yang dipegangnya, pedang pinjaman dari murid Tiat-liong-pang tadi, ternyata telah buntung ujungnya! Dia tersenyum dan memberi hormat kepada Sin-kiam Mo-li.
"Sin-kiam Sian-li sungguh lihai bukan main! Aku mengaku kalah dalam pertandingan adu pedang. Akan tetapi dalam hal pertandingan mengadu kekuatan di bidang lain, aku yakin akan mampu mengalahkanmu, Sian-li!"
Ucapan ini bagi mereka yang sudah biasa bercakap-cakap dengan kata-kata yang tak senonoh dan kata sandi yang mengandung makna dalam, memancing senyum mereka. Tentu saja Sin-kiam Mo-li juga maklum apa yang dimaksudkan oleh Raja Pedang itu. Ia pun kagum akan kelihaian orang itu yang tadi banyak mengalah, maka sambil tersenyum manis dan melempar kerling tajam penuh tantangan, ia pun menjawab,
"Dalam bidang apa pun, aku siap menandingimu, Kiam-ong!"
Jawaban ini membuat mulut-mulut yang sudah tersenyum kini menjadi semakin lebar dan Siangkoan Lohan mengeluarkan suara ketawa bergelak.
"Ha-ha-ha, sungguh merupakan pertunjukan ilmu pedang yang amat hebat! Terima kasih, Sin-kiam Mo-li dan Toat-beng Kiam-ong, kalian berdua memang serasi sekali untuk menjadi pasangan dalam hal apa pun, ha-ha-ha!"
Dua orang yang tadi bertanding pedang itu hanya tersenyum mendengar ucapan ini dan kini, seperti sudah mereka sepakati bersama, keduanya lalu mengatur duduk mereka sehingga berdampingan menghadapi meja makan, saling menuangkan arak dan bercakap-cakap secara mesra dan akrab tanpa mempedulikan orang lain!
Sementara itu, ketua Cin-sa-pang yang sejak pertama kali melihat kehadiran datuk-datuk sesat dalam pesta itu sudah merasa tidak senang dan tidak puas, kini tak dapat lagi menahan kemarahannya. Jelaslah kini baginya betapa tuan rumah, Siangkoan Lohan ketua Tiat-liong-pang telah berbalik muka, mengikat persahabatan dengan tokoh-tokoh sesat dan kaum pemberontak. Kalau tadi dia masih ragu-ragu dan mengira bahwa Tiat-liong-pangcu itu hanya menganggap mereka semua sebagai tamu-tamu biasa, saja, kini dia merasa yakin bahwa ada sesuatu di antara mereka, semacam persekutuan dan tentu Siangkoan Lohan memiliki hubungan yang mendalam sekali dengan orang-orang yang amat mencurigainya itu.
Tidak ada seorang pun pendekar gagah di manapun juga yang akan sudi bergaul dengan orang-orang macam Sim-kiam Mo-li, apalagi dengan orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw! Mereka adalah orang-orang yang berkedok agama dan perkumpulan, berpakaian pejuang, untuk menyembunyikan kejahatan mereka. Mereka menyebarkan agama sesat, mengumpulkan kekayaan secara tidak bersih, suka mempermainkan wanita dan bersekongkol dengan para pembesar korup dan penindas rakyat. Dan sekarang ketua Tiat-liong-pang bergaul dengan orang-orang seperti itu! Apalagi melihat sikap yang diperlihatkan Siangkoan Lohan terhadap Sin-kiam Mo-li dan Giam San Ek tadi, sungguh membuat hati Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang menjadi panas sekali. Dia sudah banyak minum arak dan hawa minu-man keras ini pun menambah berkobarnya api kemarahan dalam hatinya.
"Brakkk....!"
Dia menggebrak meja, tentu saja mengejutkan semua orang yang duduk di panggung kehormatan itu dan semua mata kini ditujukan kepada Ciok Kim Bouw.