"Jangan lari kau, keparat!"
Ang I Moli marah sekali ketika terjangannya mengenai tempat kosong. Ia meraih ke arah pakaian luarnya yang ditinggalkannya semalam, mengambil kantung jarum, juga menyambar pedangnya, mencabut senjata itu dan melemparkan sarung pedangnya, kemudian ia melompat keluar melakukan pengejaran. Akan tetapi orang yang dikejarnya itu sama sekali tidak lari, melainkan menanti diluar, ditempat terbuka. Matahari pagi mulai menerangi dunia sebelah sini, sinarnya kemerahan membakar dan menghalau sisa kegelapan malam. Yo Han berdiri di belakang sebatang pohon sambil menonton, dengan penuh perhatian. Tadi, setelah dia bergulingan akibat ditampar oleh Gangga Dewi, dia bangkit berdiri. Dia melihat bayangan kuning berkelebat dan wanita berambut kelabu itu sudah berada di dekatnya.
"Anak baik, engkau berlindunglah di balik pohon itu. Iblis betina itu berbahaya. sekali."
Yo Han hanya mengangguk dan dia lalu berlindung di belakang pohon untuk melihat apa yang akan terjadi. Kini dia tidak mengkhawatirkan sekali, maklum bahwa wanita berkerudung itu bukan orang sembarangan dan berkepandaian tinggi. Betapapun juga, dia masih merasa tegang, tidak rela kalau sampai ada orang menderita celaka apalagi sampai tewas karena membela dia.
"Bersiaplah untuk mampus engkau perempuan asing yang lancang!"
Ang I Moli membentak lagi dan kini ia menyerang dengan pedangnya, menusuk dengan gerakan kilat. Pedang di tangannya meluncur dengan sinar menyilaukan mata karena tertimpa cahaya matahari pagi. Namun, ternyata lawannya juga memiliki gerakan yang amat ringan dan tangkas. Tidak begitu sukar Gangga Dewi menghindarkan diri dari tusukan pedang itu dengan meng-gerakkan kaki kirinya, melangkah ke samping dan miringkan tubuhnya. Dari bawah samping, tangannya diputar untuk menotok ke arah pergelangan tangan yang memegang pedang.
"Syuuuttt....!"
Ang I Moli terkejut bukan main dan cepat-cepat ia menarik kembali pedangnya dan melompat ke belakang. Ia tadi melihat lawannya menggunakan jari telunjuk menotok ke arah pergela-ngan tangannya, gerakannya aneh, cepat dan dari jari telunjuk itu datang angin yang amat dingin. Tahulah ia bahwa lawannya ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, maka ia lalu memutar pedangnya dan menyerang lebih ganas lagi.
Pedang diputar sedemikian cepatnya sehingga lenyap bentuk pedang berubah menjadi gulungan sinar yang mendesingdesing dan dari gulungan sinar itu kadang mencuat sinar yang menyambar ke arah Gangga Dewi, merupakan serangan bacokan atau tusukan. Gangga Dewi terpaksa mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari sambaran pedang. Senjata lawan itu demikian cepat gerakannya ia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk balas menyerang. Dan Ang I Moli yang merasa penasaran itu terus mendesak dan mempercepat gerakannya. Ia tahu bahwa sebelum ia merobohkan dan membunuh wanita berkerudung ini, tak mungkin ia bisa menguasai Yo Han. Padahal, tadi ia sudah mencicipi darah pemuda itu. Segar dan manis menyegarkan dan menguatkan badan rasanya!
Gangga Dewi terus mengelak dengan mengandalkan keringanan tubuhnya. Gerakannya demikian lincah dan indah seperti menari-nari saja sehingga Yo Han merasa kagum. Dia teringat kepada subonya, Kao Hong Li, yang kalau sedang bersilat juga nampak memiliki gerakan yang indah, seperti menari saja! Dia menemukan tiga daya guna dalam ilmu silat. Pertama seni tari yang disukainya, ke dua seni olah raga juga disetujuinya, dan ke tiga seni bela diri dan inilah yang membuat dia tidak suka belajar silat. Bela diri ini mengandung kekerasan sehingga akibatnya bukan sekedar menyelamatkan diri semata, melainkan balas menyerang dan merobohkan lawan. Memukul roboh lawan, bahkan kalau salah tangan dapat membunuh lawan! Kini, dia melihat betapa segi seni-tari menonjol sekali dalam gerakan wanita berkerudung yang menolongnya, dan dia pun kagum.
Akan tetapi, setelah lewat belasan jurus, maklumlah Gangga Dewi bahwa tidak mungkin baginya untuk hanya terus menerus mengelak saja. Kalau dilanjutkan hal itu akan membahayakan keselamatan dirinya. Ia tahu bahwa lawannya lihai. Selisih tingkat kepandaian antara mereka tidak banyak. Ketika kembali pedang lawan mendesaknya sehingga ia harus berloncatan ke belakang, tiba-tiba ia membuat lompatan agak jauh ke belakang dan dalam loncatan ke belakang itu ia bersalto sampai lima kali dan ketika tubuhnya turun ke atas tanah, tangannya telah memegang segulung sabuk sutera putih yang tadi ia lolos dari pinggang ketika ia berjungkir balik di udara. Hampir saja Yo Han bertepuk tangan memuji, bukan memuji kehebatan gin-kang itu, melainkan memuji keindahan gerakan tadi.
"Engkau iblis betina yang haus darah. Sudah sepatutnya kalau engkau dihajar!"
Kata Gangga Dewi dan sekali tangan kanannya bergerak, gulungan sinar putih itu meluncur ke depan dan menegang, menjadi seperti batang tombak yang kaku. Pada saat itu, Ang I Moli sudah menyerang lagi dengan bacokan pedangnya. Gangga Dewi menggerakkan sabuk sutera putih itu menangkis.
"Takkk!"
Dan pedang itu terpental, seolah bertemu dengan sebatang tombak besi atau kayu yang kaku dan kuat! Akan tetapi melihat ini, tentu saja Yo Han tidak merasa kaget atau heran. Bagaimanapun juga, dia pernah tinggal bersama sepasang suami isteri yang memiliki kepandaian silat tinggi dan dia pun sudah banyak mempelajari ilmu silat walaupun hanya mengerti dan dihafalkannya saja.
Dia tahu bahwa sabuk sutera di tangan wanita berkerudung itu menjadi kaku karena pemegangnya mempergunakan tenaga sin-kang yang tersalur lewat telapak tangan ke sabuk itu. Dia hanya kagum karena gerakan silat wanita itu selain aneh, juga amat indahnya. Kini terjadilah pertandingan yang amat seru, tidak berat sebelah seperti tadi ketika Gangga Dewi hanya terus-terusan mengelak. Kini kedua orang wanita yang lihai itu saling serang dan diam-diam Ang I Moli mengeluh. Sabuk sutera putih itu memang hebat. Pedangnya sudah digerakkan sekuatnya untuk dapat membabat putus sabuk sutera itu, namun semua usahanya sia-sia belaka. Setiap kali terbacok, tiba-tiba sabuk itu menjadi lemas dan tentu saja tidak dapat dibacok putus, bahkan ujung sabuk itu beberapa kali sempat menggetarkan tubuhnya karena totokan yang hampir saja mengenai jalan darah dan membuat ia roboh.
"Haiiittt....!"
Tiba-tiba Ang I Moli mengeluarkan suara melengking, mengikuti gerakan pedangnya yang membabat ke arah leher lawan. Gangga Dewi merendahkan tubuhnya, membiarkan pedang itu lewat di atas kepalanya dan dari bawah ia hendak menotok dengan sabuk sutera yang sudah menegang. Akan tetapi tiba-tiba tangan kiri Ang I Moli bergerak dan ada sinar kecil-kecil merah menyambar ke arah tubuh Gangga Dewi.
"Uhhh....!"
Gangga Dewi terkejut, maklum bahwa ia diserang senjata rahasia yang lembut. Cepat ia melompat ke belakang sambil memutar sabuknya yang membentuk payung di depan dirinya. Beberapa batang jarum kecil merah runtuh.
"Keji....!"
Bentak Gangga Dewi dan kini sabuk suteranya meluncur ke depan, menotok ke arah ubun-ubun kepala Ang I Moli. Gerakannya amat cepat karena ia tidak ingin memberi kesempatan lagi kepada lawan untuk menggunakan senjata rahasia secara curang. Ang I Moli melihat datangnya serangan yang amat berbahaya itu, maka ia pun mengerahkan tenaganya untuk menangkis dengan pedang.
"Plakk!"
Pedang bertemu sabuk sutera yang segera berubah lemas dan melibat pedang. Bukan hanya melibat, juga ujung sabuk itu masih terus ke depan menotok pergelangan tangan.
"Tukk!"
Ang I Moli mengeluarkan teriakan kaget karena tiba-tiba saja lengan kanannya menjadi kehilangan tenaga dan di lain saat, sekali renggut Gangga Dewi telah dapat merampas pedang itu melalui libatan sabuk suteranya! Dan sekali ia membuat gerakan mengebut, pedang yang terlibat ujung sabuk itu melayang jauh dan lenyap di antara semak-semak. Wajah Ang I Moli menjadi pucat saking marahnya.
"Keparat jahanam engkau! Hayo mengaku siapa namamu sebelum kita mengadu nyawa!"
Gangga Dewi tersenyum dan menggeleng kepalanya.
"Aku tidak ingin berkenalan dengan iblis betina kejam seperti engkau. Pergilah dan jangan ganggu lagi anak itu, dan semoga Yang Maha Kasih mengampuni semua dosamu."
Berkata demikian, Gangga Dewi sudah menyimpan kembali sabuk suteranya, dililitkan ke pinggangnya yang ramping. Akan tetapi Ang I Moli terlalu marah untuk mengalah begitu saja.
"Biar kukirim engkau ke neraka!"
Bentaknya dan kini ia pun sudah menyerang lagi, mengeluarkan ilmu silat tangan kosong yang amat dahsyat, yaitu Pek-lian Tok-ciang (Tangan Beracun Teratai Putih). Ilmu ini merupakan ilmu pukulan beracun yang bercampur dengan kekuatan sihir, yang didapatkannya dari Pek-lian-kauw. Melihat betapa kedua tangan lawan berubah menjadi putih pucat dan mengeluarkan bau harum-harum keras menyengat hidung, Gangga Dewi mengerutkan alisnya.
"Omitohud, kiranya engkau iblis dari Pek-lian-kauw?"
Akan tetapi, Gangga Dewi tidak merasa gentar. Ketika melihat lawan menyerang dengan kedua tangan yang putih pucat itu melakukan gerakan mendorong, ia pun merendahkan tubuhnya dan menangkis dari samping dengan memutar lengannya.
"Dukkk!"
Tubuh Gangga Dewi tergetar dan saat itu, secara curang sekali kakinya melayang ke arah selangkangan Gangga Dewi.
"Uhhh....!"
Gangga Dewi berseru dan cepat merapatkan kedua kakinya dan miringkan tubuh. Namun, tetap saja pahanya tersentuh dan terdorong oleh kaki Ang I Moli yang melapisi sepatunya dengan besi di bagian bawahnya, Gangga Dewi terpelanting roboh! Melihat lawannya roboh miring, Ang I Moli girang sekali,
"Mampuslah!"
Ia berseru dan menubruk ke depan untuk mengirim pukulan terakhir, pukulan maut yang akan menewaskan lawan yang sudah roboh itu.
"Moli, jangan....!"
Yo Han masih sempat berteriak ketika melihat Ang I Moli menyusulkan pukulan maut kepada wanita berkerudung yang sudah roboh miring. Akan tetapi tentu saja Ang I Moli sama sekali tidak peduli akan teriakannya itu dan melanjutkan pukulannya dengan telapak putih pucat dari ilmu pukulan Pek-lian Tok-ciang! Akan tetapi, ketika ia tertendang dan terpelanting, Gangga Dewi memang sengaja membiarkan dirinya terjatuh miring dan ia sengaja pula bersikap lambat sehingga memberi kesempatan kepada lawan untuk mengirim pukulan terakhir itu. Padahal, setelah kaki tangannya menempel pada tanah, diam-diam ia mengerahkan ilmu simpanan yang dahulu dipelajarinya dari ayahnya. Maka, begitu lawan mengirim pukulan maut, ia pun segera mengangkat kedua tangannya, dengan telapak tangan terbuka ia menyambut pukulan itu.
"Dessss....!"
Hebat bukan main pertemuan antara dua tenaga itu.
Tubuh Ang I Moli terlempar ke atas seperti layang-layang putus talinya dan ia pun terpelanting jatuh ke atas tanah! Bukan main kagetnya Ang I Moli! Ia tidak tahu ilmu apa yang dipergunakan wanita berkerudung itu. Ia tidak tahu bahwa itulah Tenaga Inti Bumi! Masih untung baginya bahwa tenaga rahasia yang dimiliki atau dikuasai Gangga Dewi belum mencapai puncaknya. Kalau demikian halnya, ia bukan hanya akan terlempar dan terbanting jatuh, juga mungkin ia akan tewas seketika karena guncangan hebat akan meremukan isi dada dan perutnya. Ang I Moli bangkit dan wajahnya pucat, matanya terbelalak. Ia merasa gentar sekali, akan tetapi melihat Yo Han keluar dari balik pohon, ia merasa penasaran dan menyesal bahwa ia tidak dapat memiliki pemuda itu. Kekecewaan ini menimbulkan kemarahan dan kebencian hebat.
"Mampuslah!"