Karena itulah maka Pendekar Super Sakti ini bahkan mendahului rombongan utusan menuju ke Bhutan dan ketika mendahului rombongan itu, dia tahu bahwa kedua puteranya tidak ikut dalam rombongan. Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, Pendekar Super Sakti berhasil menyelamatkan Raja Bhutan dan ancaman bahaya kepungan para musuhnya. Seperti biasa kalau mendengarkan cerita-cerita ayahnya, kini mendengarkan pengalaman ayah mereka di Bhutan, kedua orang pemuda itu tertarik sekali dan hati mereka ingin sekali memperoleh kesempatan merantau ke daratan besar yang menurut cerita ayahnya merupakan tempat yang amat luar biasa, penuh ketegangan dan penuh keanehan itu. Keinginan ini mendorong semangat mereka untuk berlatih ilmu silat lebih giat lagi.
"Kong-lopek, mau apa kau? Jangan mengganggu, aku sedang mencoba membuat ramuan obat seperti yang ditulis dalam kitab oleh mendiang suhu Cui-beng Koai-ong...."
"Aiiih.... kongcu! Jangan main-main dengan obat itu. Aku masih ingat, bukankah obat itu yang namanya obat perampas ingatan? Obat itu mengerikan sekali.... masa kongcu sendiri tidak ingat?"
Tentu saja Tek Hoat tidak mengerti dan tidak ingat apa-apa karena dia memang bukanlah Wan Keng In dan bahkan tidak pernah melihat orang yang kini dianggap gurunya, yaitu mendiang Cui-beng Koai-ong itu! Akan tetapi, pemuda yang amat cerdik ini tertawa dan berkata,
"Tentu saja aku ingat, Kong-lopek. Mengapa engkau begitu bodoh? Ingatanku tentu lebih kuat daripada ingatanmu!"
"Tentu saja.... tentu saja, kongcu. Karena itu, harap jangan kongcu main-main dengan ramuan racun obat ini...."
"Hemm, aku ingin mencoba kekuatan ingatanmu, Kong-lopek. Coba ceritakan, apa yang kau ingat dahulu sehingga kau menganggap obat ini begitu luar biasa dan menakutkan?"
Kakek yang ingatannya sudah tidak terlalu waras lagi itu menghela napas dan berkata sambil mengangguk-angguk kepalanya yang gundul dan memutar-mutar kedua matanya.
"Hebat sekali obat itu.... siapa yang bisa melupakan peristiwa yang terjadi di Pulau Neraka ketika itu? Bukankah engkau sendiri yang menerima obat buatan suhumu itu, kongcu? Bukankah obat itu telah memperlihatkan keampuhannya yang mujijat? Puteri Pendekar Siluman sendiri.... ah, dia sampai lupa daratan, hilang ingatannya karena kau beri minum obat beracun itu. Kemudian, lebih hebat lagi, murid Pendekar Siluman yang terkenal sebagai seorang wanita gagah perkasa dan kabarnya sudah kebal akan segala macam racun, bahkan dia telah menjadi murid susiokmu Bu-tek Siauw-jin dan oleh susiokmu telah diberi makan racun sehingga dia makin kebal racun, ternyata masih dikalahkan oleh suhumu! Nona yang kebal itupun menjadi korban dari obat perampas ingatan yang amat mujijat itu! Dan untuk itu, gurumu girang bukan main karena hal itu membuktikan bahwa dalam hal racun, gurumu lebih lihai daripada susiokmu."
Mendengar ini, bukan main girangnya hati Tek Hoat. Kalau sampai puteri dan murid Pendekar Super Sakti dibuat tidak berdaya oleh ramuan obat beracun ini, tentu kelak akan berguna sekali baginya! Dia tertawa dan menepuk-nepuk pundak kakek gundul ini.
"Ha-ha-ha, kau ternyata masih dapat ingat semua itu, Kong-lopek! Justru karena khasiat obat itu, maka sekarang aku ingin sekali dapat membuat sendiri. Dahulu aku hanya menerima dari mendiang suhu, dan aku tidak pernah diajari membuat obat ini. Sekarang, catatan pembuatan obat itu ada di kitab ini, maka aku ingin mencoba membuatnya."
Kong To Tek, kakek gundul bekas tokoh Pulau Neraka itu, menggeleng-geleng kepala, menarik napas panjang dan berkata,
"Terserah kepadamu, kong-cu. Akan tetapi aku merasa ngeri.... hemm, obat itu hebat sekali dan berbahaya...."
Dia lalu pergi meninggalkan pemuda yang disangkanya Wan Keng In majikan mudanya itu sambil menggeleng-geleng kepalanya. Tek Hoat tersenyum lebar dan melanjutkan pekerjaannya mempraktekkan pelajaran membuat obat perampas ingatan seperti yang dibacanya dari kitab peninggalan Cui-beng Koai-ong ini.
Ini bukanlah sembarang obat! Selain membutuhkan ramuan bahan-bahan obat yang sukar dicari dan hanya bisa didapatkannya dengan bantuan Kong To Tek, juga harus dicampuri dengan rambut dan kuku orang mati yang hanya bisa didapatkannya dengan menggali kuburan! Selain itu, apabila hendak mempergunakannya, mencampurkannya dalam makanan atau minuman orang yang hendak dirampas ingatannya, ada pula mantramnya yang harus dibaca. Ternyata bahwa obat perampas ingatan ini bukanlah racun biasa, melainkan racun yang mengandung kekuatan mujijat dari ilmu hitam! Sampai hampir sebulan lamanya dia mempersiapkan ramuan obat perampas ingatan itu dan akhirnya dia berhasil. Dengan wajah berseri-seri dia memandang bubukan berwarna putih yang berada di depannya.
"Terima kasih Cui-beng Koai-ong,"
Bisiknya sambil menengadah.
"Aku telah mewarisi sebuah lagi daripada ilmu-ilmu yang kau tinggalkan!"
Kemudian pemuda itu termenung. Obat mujijat itu telah dibuatnya sesuai dengan yang ditulis dalam kitab. Akan tetapi bagaimana cara membuktikannya bahwa buatannya itu memang telah benar?
Bagaimana cara membuktikannya bahwa obat perampas ingatan buatannya itu akan ampuh kalau dipergunakan? Jalan satu-satunya harus dicobakan kepada seseorang! Akan tetapi kepada siapa? Berkelebatnya bayangan Kong To Tek di luar guha membuat dia tersenyum. Siapa lagi yang akan dicobanya untuk membuktikan kemanjuran obat itu kalau bukan Kong To Tek! Sambil tersenyum-senyum dia lalu membungkus dua macam obat itu, yang putih adalah obat perampas ingatan dan yang merah adalah obat penawarnya, dan membawa dua bungkusan itu ke dalam guha. Obat merah dia campur dengan arak dan diminumnya sendiri, sedangkan yang putih dia masukkan ke dalam guci arak di mana masih ada sisa arak. Selama tinggal di dalam guha, Kong To Tek yang mencarikan segala keperluan mereka, termasuk arak wangi.
"Kong-lopek....!"
Kemudian dia memanggil sambil menanti di depan guha, guci arak dan dua cawan kosong di tangannya. Tak lama kemudian muncullah kakek gundul itu, pringas-pringis seperti biasanya.
"Kau perlu apakah, kongcu?"
"Kong-lopek aku telah berhasil membuat obat perampas ingatan itu!"
Tek Hoat berkata sambil tersenyum girang. Akan tetapi Kong To Tek mengerutkan alisnya dan mendengus.
"Uhhh, obat mengerikan seperti itu, untuk apakah kongcu?"
Tek Hoat tertawa.
"Ha-ha-ha, aku sudah dapat membuat rahasia peninggalan suhu, bukankah itu menggirangkan sekali? Kong-lopek, kita harus rayakan ini! Hayo temani aku minum arak untuk merayakan hasil baik ini!"
Dia menuangkan arak dari guci ke dalam dua cawan kosong dan ternyata sisa arak itu hanya tepat dua cawan saja, lalu menyerahkan yang secawan kepada Kong To Tek. Tentu saja kakek ini menerima dengan girang tanpa curiga karena selain dia percaya penuh kepada orang yang dianggapnya Wan Keng In putera ketuanya itu, juga dia melihat bahwa pemuda itu juga minum dari cawan ke dua yang diisi dari guci yang sama.
"Terima kasih, lopek. Sekarang pergilah beristirahat, aku sendiri sudah lelah sekali."
Kakek gundul itu mengangguk-angguk dan diam-diam Tek Hoat memperhatikan gerak-geriknya. Melihat betapa kakek itu berulangkali menguap tanda mengantuk, dia girang sekali. Cocok dengan tulisan dalam kitab. Orang yang terkena racun itu tentu akan merasa mengantuk sekali dan setelah orang itu tertidur, maka terjadilah perubahan pada ingatannya, racun itu bekerja dan kalau orang itu bangun, dia tidak akan ingat hal-hal yang telah lalu sama sekali! Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Tek Hoat sudah bangun dan menghampiri Kong To Tek yang masih tidur di bagian luar guha besar itu. Kakek gundul itu tidur mendengkur dengan keras sekali, tanda bahwa tidurnya amat pulas. Akan tetapi Tek Hoat sudah tidak sabar lagi, mengguncang-guncang pundak kakek itu.
"Lopek! Kong-lopek, bangunlah....!"
"Hemmm.... ahhhh.... masih mengantuk.... ehhh, siapa kau....?"
Kakek gundul itu membuka matanya, menggosok-gosok kedua matanya dan memandang ke kanan kiri, lalu memandang lagi kepada Tek Hoat, kemudian meloncat bangun dengan kaget dan heran.
"Di mana aku....? Siapa kau ini orang muda....? Ah, mengapa aku bisa berada di sini?"
Kakek itu kelihatan seperti orang bingung dan Tek Hoat tersenyum girang sekali. Sikap kakek itu saja jelas membuktikan bahwa obat perampas ingatan itu benar-benar amat manjur dan hebat!
"Lopek, apakah benar-benar engkau tidak ingat apa-apa lagi?"
"Orang muda, siapakah engkau? Dan aku.... hemm.... siapa pula aku dan di mana tempat ini? Mengapa aku tidur di guha?"
Kini Tek Hoat tidak ragu-ragu lagi, akan tetapi untuk lebih yakin, dia sengaja menguji.
"Lopek, masa engkau lupa akan namanya sendiri? Namamu adalah.... Ang Tek Hoat, masa engkau lupa?"
Kakek itu menggaruk-garuk kepalanya yang gundul.
"Ang Tek Hoat....? Hemm, terdengar asing akan tetapi mungkin itulah namaku. Ya, benar, namaku Ang Tek Hoat, dan engkau siapa, orang muda?"
Tek Hoat menahan ketawanya.
"Aku? Namaku Kong To Tek!"
"Kong To Tek? Nama itu tidak asing bagiku. Hemm, kalau begitu tentu engkau sudah kukenal lama, Kong To Tek."
Tek Hoat tertawa.
"Tentu saja, lopek! Kita adalah sahabat-sahabat lama!"
Sehari itu, Tek Hoat memperhatikan gerak-gerik Kong To Tek yang hanya duduk di depan guha sambil termenung, agaknya bingung dan wajahnya membayangkan keraguan hebat.
Ternyata kakek ini sama sekali tidak ingat akan masa lalu, dan yang diketahuinya hanyalah bahwa dia bernama Ang Tek Hoat dan pemuda itu bernama Kong To Tek! Dia seolah-olah seorang yang sama sekali baru! Setelah kini merasa yakin akan kemanjuran ramuan perampas ingatan itu, pada malam harinya, ketika mereka berdua makan, Tek Hoat mencampurkan obat penawar racun itu ke dalam minuman Kong To Tek. Seperti malam kemarin, kakek itu sehabis makan dan minum obat penawar, tertidur dengan nyenyaknya. Ketika pada keesokan harinya mereka terbangun, Tek Hoat ingin menggoda Kong To Tek dan dia akan memberitahu bahwa kakek itu telah dijadikan kelinci percobaan dengan hasil baik sekali.
"Eh, lopek Ang Tek Hoat, kau baru bangun?"
Tegurnya menggoda. Akan tetapi, segera Tek Hoat meloncat bangun dan memandang tajam. Sikap kakek itu aneh sekali, lain dari biasanya. Matanya tidak bergerak liar lagi, bahkan mata itu kini memandang kepadanya penuh selidik dan suaranya terdengar penuh wibawa,
"Orang muda, siapa engkau? Namaku bukan Ang Tek Hoat, melainkan Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka! Siapa kau berani memasuki guha rahasia yang menjadi tempat persembunyianku ini?"
Tentu saja Tek Hoat kaget setengah mati. Dia meloncat keluar dan kini mereka saling berhadapan di bawah sinar matahari pagi, di depan guha besar itu.
"Kong-lopek, jangan main-main. Bukankah engkau sudah mengenalku? Aku adalah Wan Keng In...."
"Bohong....!"
Tiba-tiba Kong To Tek membentak marah sekali.
"Biarpun wajahmu mirip sekali dengan Wan-kongcu, akan tetapi engkau sama sekali bukan Wan Keng In! Engkau jauh lebih muda, dan kalau dia masih hidup, tentu dia patut menjadi ayahmu. Orang muda, jangan kau main-main dengan aku! Siapa kau? Hayo mengaku, dan mau apa engkau berada di sini?"
Tiba-tiba wajah kakek itu menjadi pucat sekali.
"Kau...., sudah lamakah berada di sini?"
"Aihhh, Kong-lopek, aku adalah Wan Keng In pewaris pusaka suhu Cui-beng Koai-ong dan Bu-tek Siauw-jin...."
"Pedang itu....!"
Kong To Tek menuding ke arah pedang Cui-beng kiam yang berada di punggung Tek Hoat.
"Kembalikan! Pedang itu milikku, dan juga kitab-kitab pusaka.... di mana kitab-kitab itu? Kau sudah mengambilnya pula? Keparat, hayo kembalikan!"
Dia menubruk maju hendak merampas pedang, akan tetapi sebuah tendangan kaki dari samping membuat dia terjengkang.