Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tampak Kwie Cu Ek, Sin Wan dan Giok Ciu turun gunung dengan mempergunakan ilmu lari cepat.
Kwie Cu Ek memakai pakaian serba biru sedangkan SinWan yang masih berkabung, berpakaian serba putih, bahkan pengikat rambutnya juga putih.
Hanya sepatunya saja berwarna hitam, giok Ciu mengenakan baju berwarna merah muda dan celana biru,pengikat rambut dan ikat pinggangnya dari sutera warna kuning emas yang berkibar-kibar di belakangnya ketika ia lari cepat.
Sepatunya warna hijau dan potongan pakaiannya serba singset dan ringkas, hingga ia tampak cantik dan gagah.
Pada pinggang sebelah kiri ketiga orang itu tampak pedang tergantung yang menambah kegarangan dan kegagahan mereka.
Kwie Cu Ek si Harimau Terbang mengajak kedua anak muda itu menuju ke kota Wie-kwan, karena mendengar dari hasil penyelidikannya bahwa Suma-cianbu kini telah dipindahkan ke sana dan memimpin pasukan penjaga keamanan di kota.
Pada waktu itu, para durna yang berkali-kali mengalami serangan tiba-tiba dan secara menggelap dari para pendekar gagah dan yang menewaskan banyak juga pembesar-pembesar korup, telah berlaku hatihati.
Tiap kota yang dicurigai lalu dijaga keras dan siapa saja yang dicurigai lalu ditangkap hingga banyaklah sudah orang-orang tak berdosa terhukum mati karena penangkapan yang dilakukan membabi buta itu.
Tapi sayang, tidak semua orang-orang gagah yang berkepandaian tinggi melakukan perbuatan membasmi kejahatan ini.
Sebagian besar dari orang-orang ahli persilatan bahkan kena terbeli oleh para durna hingga mereka iu suka menghambakan diri.
Oleh karena inilah, maka usaha para pendekar gagah selalu mengalami kegagalan, bahkan orangorang kang-ouw saling serang dan saling gempur serta tumbuhlah banyak sekali aliran.
Untuk ini pulalah maka Suma-cianbu yang terkenal gagah dan pandai mengatur barisan keamanan, diutus mengamankan daerah Wiekwan yang pada akhir-akhir ini sering dikunjungi orang orang gagah.
Kwie Cu Ek dan kedua muridnya tak pernah berhenti, kecuali untuk mekan dan bermalam.
Mereka sengaja mencari jalan-jalan yang sunyi agar dapat leluasa menggunakan ilmu lari cepat.
Demikianlah, pada hari keempatnya, mereka bertiga akhirnya sampai juga di kota Wie-kwan.
Dan kedatangan mereka kebetulan sekali tepat pada waktu Suma-cianbu sedang menjamu beberapa orang gagah, termasuk Siauw-san Ngo-sinto.
Dengan demikian, maka lengkaplah orang-orang yang dicari oleh Sin Wan.
Ia selalu menganggap bahwa pembunuh kakek dan ibunya adalah Sum-cianbu dan kelima tosu itu, maka alangkah girangnya mendengar bahwa keenam musuhnya berkumpul di tempat itu.
Tapi kabar ini tidak menggirangkan hati Kwie Cu Ek, bahkan ia mengerutkan kening ketika diketahui bahwa selain Lima Golok Sakti dari Siauw-san itu, ada pula orang-orang gagah dari utara, diantaranya Phang Bu yang terkenal dengan ilmu tombaknya yang menggemparkan! Maka ia berpesan kepada Sin Wan dan Giok Ciu yang nampaknya gembira seakan-akan hendak pergi bertemu dan kawan-kawan lama yang telah lama dirindukan! "SinWan, dan kau juga Giok Ciu.
Kalian tahu bahwa aku bukan seorang penakut, tapi kali ini kita benar-benar menghadapi urusan besar dan kita benar-benar menghadapi urusan besar dan kita harus berlaku hati-hati sekali.
Ternyata di kota ini berkumpul orang-orang kuat yang tak mudah dilawan.
Kebetulan sekali, tadi telah kuselidiki dan pada malam ini Suma-cianbu hendak menjamu para tamunya di gedungnya.
Karena malam ini gelap, maka baik sekali bagi kita untuk menyelidiki keadaan mereka.
Tapi ingat, jangalah turun tangan dulu sebelum aku tahu jelas keadaan mereka.
Aku ingin tahu, siapakah orangorang yang berada disana agar aku dapat mengukur tenaga kita." Sin Wan dan Giok Ciu mengangguk-angguk tapi di dalam hati mereka, terutama Sin Wan tidak setuju melihat sikap hati-hati yang agaknya berlebihan ini.
Mereka bertiga dan dengan tenaga mereka bertiga, apalagi yang ditakuti? Demikian Sin Wan dan Giok Ciu berpikir bagaikan dua ekor anak burung baru belajar terbang dan tidak takut akan apa saja yang dihadapinya! Malam hari itu, digedung Suma-cianbu ramai sekali.
Di ruang belakang duduk Suma-cianbu yang memakai pakaian kapten hingga tampak gagah sekali.
Pakaian perangnya bersisik dan warnanya putih bagaikan perak, disana-sini terhias ronce-ronce merah.
Pedangnya tergantung di pinggang dan ia tampak girang dan gembira.
Topi pangkatnya di lepas dan ditaruh diatas meja yang penuh arak dan masakan.
Meja yang bundar dan lebar itu dikelilingi kira-kira dua belas orang yang kesemuanya tampak gagah dan garang.
Di antara mereka itu terdapat pula lima orang tosu, yakni Siauw-san Ngo-sinto.
Tapi yang paling menarik perhatian Kwie Cu Ek adalah hadirnya seorang pendeta yang berjubah merah.
Pendeta itu memelihara rambut yang digelungnya keatas dan diikat dengan gelas emas, sedangkan serenteng tasbeh gading tergantung di lehernya.
Orangnya tinggi besar dan matanya bulat menakutkan.
Kwie Cu Ek terkejut dan heran sekali, karena melihat pakaian dan potongan orang, ia dapat menduga bahwa pendeta ini adalah seorang tokoh kenamaan di kalangan kang-ouw, termasuk seorang cianpwe yang memiliki kepandaian dari tingkat teratas! Mengapa pendeta ini juga hadir di tempat para anjing kaisar berkumpul? Apakah pendeta inipun sudah terbujuk? Kwie Cu Ek dan kedua muridnya dengan hati-hati sekali mengintai dari atas wuwungan rumah dan mendekam di tempat gelap.
Biarpun agak jauh dari tempat duduk orang-orang yang diintainya, mereka dapat melihat jelas.
"Lihatlah baik-baik, Sin Wan dan Giok Ciu", bisiknya.
"Itu yang berpakaian baju perang adalah Kapten Suma, nama lengkapnya adalah Suma Kan Hu! Ia adalah ahli main sepasang pedang yang disebut Hongtwi-siang-kiam.
Kepandaiannya cukup lihai.
Dan lihatlah lima orang tosu yang berpakaian kuning itu.
Merekalah yang disebut Siauw-san Ngo-sinto.
Lima Golok Sakti dari Siauw-san.
Kalau maju satu-satu, mereka tidak berbahaya, tapi bila kelimanya maju, mereka merupakan Ngo-heng-tin atau Barisan Ngo-heng yang kuat karena permaianan golok mereka yang disebut Ngo-heng-to-hwat." Kedua muridnya mendengar penuh perhatian.
"Yang lain-lain tak perlu dibicarakan, hanya pertapa jubah merah itu harus diperhatikan.
Ia" Tapi pada saat itu Sin Wan sudah tak sanggup menahan kesabarannya lagi.
Melihat betapa musuh-musuhnya dan pembunuhpembunuh ibu dan kakeknya berada disitu, hatinya telah terbakar hebat.
Dengan melupakan segala, pemuda itu mencabut pedangnya dan meloncat ke bawah sambil berseru, "Pembunuh-pembunuh kejam dan rendah, terimalah pembalasanku!" Terkejutlah semua orang ketika tiba-tiba dari atas wuwungan melayang turun seorang pemuda dengan pedang di tangan.
Suma cian melihat bahwa yang turun hanya seorang pemuda yang masih hijau dan seorang diri pula, segera memandang rendah dan membentak, "Bangsat kecil berani mati! Siapa kau dan apa maksudmu mengacau disini?" Kapten ini dengan wajah keren meloncat menyambut dengan sepasang pedang melintang.
Sin Wan memandang musuh-musuhnya dengan mata bernyala.
"Orang she Suma! Jangan kau menjual lagak lagi, malam ini nyawamu akan kukirim ke alam baka untuk menghadap almarhum Kang-lam Ciu-hiap!" Sehabis berkata demikian, Sin Wan maju menubruk dengan pedangnya dan mengirim serangan kilat.
Mendengar kata-kata anak muda itu, Sumacianbu terkejut dan ia segera menangkis dengan kedua pedangnya membuat gerakan memotong dari kanan kiri dengan maksud merampas senjata lawan dalam sekali gebrakan.
Tapi alangkah terkejutnya ketika bahwa anak muda itu selain bertenaga besar, juga gerakan pedangnya istimewa karena begitu pedangnya terjepit, ia telah membikin pedang itu menyusup ke bawah dan tahu-tahu menusuk perut Suma-cianbu! Kapten ini cepat meloncat mundur dan membentak untuk menghilangkan rasa kagetnya, "Eh, binatang kecil! Kau pernah apakah dengan orang she Bun yang telah mampus itu?" "Kapten pengecut! Lihat mukamu telah memucat.
Kau mau tahu aku siapa? Dengarlah, aku Bun Sin Wan malam ini datang membalaskan sakit hati ibu dan kakekku yang telah kau bunuh secara kejam! Bersedialah untuk mampus!" Sebagai penutup kata-katanya ini, kembali Sin Wan meloncat maju dan menyerang dengan pedangnya.
"Saudara-saudara, lihatlah! Ini adalah putera pemberontak dan cucu penjahat besar bernama Bun Gwat Kong yang telah kita bunuh.
Penjahat kecil ini agaknya tidak lebih baik daripada ayah dan kakeknya.
Mari kita tangkap dia." Sin Wan menggerakkan pedangnya, tapi tiba-tiba dari samping pedang itu tertangkis oleh golok yang digerakkan secara istimewa dan lihai.
Ternyata kelima tosu yang dulu ikut menjadi pembunuh Kang-lam Ciu-hiap, ketika mendengar bahwa Sin Wan datang menuntut balas, segera maju mengeroyok untuk cepat merobohkan musuh ini.
Tapi Sin Wan memutar-mutar pedangnya dengan gerakan hebat sekali sehingga sebentar saja ia berhasil mendesak Suma cianbu.
Meliha kegagahan pemuda itu, kelima tosu serempak maju mengepung dengan menggunakan barisan Ngo-heng mereka yang lihai.
Tapi pada ssat itu, dari udara terdengar bentakan merdu, "Koko Sin Wan, jangan takut aku datang membantu!".
Dan seorang gadis cantik dan gagah memutar-mutar pedangnya sambil meloncat turun dan menerjang para pengeroyok itu.
Gerakannya demikian licah dan cepat hingga untuk sesaat para pengeroyok itu kena terdesak mundur.
Melihat bahwa Giok Ciu sudah terjun ke dalam medan pertempuran.
Sin Wan makin besar hati dan ia mengamuk bagaikan seekor naga muda.
Ilmu pedang sepasang anak muda ini memang bukan sembarang ilmu, hingga gerakan-gerakannya memang hebat.
Apalagi Sin Wan dan Giok Ciu memiliki tenaga lweekang dan ginkang yang mengagumkan, maka tidak heran bahwa mereka dapat mendesak Suma Han dan kelima tosu yang mengeroyok mereka.
Melihat betapa enam orang itu tak dapat mengalahkan dara dan aruna itu, semua tamu segera mencabut senjata masing-masing dan maju mengepung, kecuali si pertapa jubah merah yang masih duduk minum arak sambil mementang lebar sepasang matanya.
Agaknya ia tertarik sekali melihat permainan pedang Sin Wan dan Giok Ciu.
Kini dikeroyok belasan orang, Sin Wan dan Giok Ciu merasa sibuk juga.