Sin Wan menyesal sekali dan berlutut di depan ibunya meminta ampun dan berjanji bahwa semenjak saat itu ia takkan berani pergi lagi tanpa ijin ibunya! Diluar tahunya Sin Wan, Kang-lam Ciuhiap beri tahu anak perempuannya akan ikatan jodoh antara Sin Wan dan puteri Kwie Cu Ek.
Nyonya muda itu merasa girang sekali, ia terima sepasang sepatu kecil itu dengan girang.
Warta baik ini membuat ia banyak terhibur.
Ia percaya sekali akan pilihannya ayahnya tapi ia nyatakan bahwa ia ingin sekali melihat gadis cilik itu dengan mata sendiri karena ia ingin mengagumi nona calon mantunya! Semenjak hari itu, Sin Wan makin tekun mempelajari ilmu silat dan ia di gembleng oleh kakeknya yang ingin turunkan seluruh kepandaian yang dimilikinya kepada cucu yang terkasih itu.
Ia tahu bahwa dengan bantuan keganjilan alam yang telah dialami Sin Wan, maka dengan latihan-latihan keras, anak itu akan menjadi seorang yang mempunyai tenaga dan kesanggupan jauh lebih tinggi dari dia sendiri.
Hal ini membuat ia tak kenal lelah dan selain ilmu silat tinggi, ia juga menuturkan dunia kang-ouw dan aturan-aturannya kepada Sin Wan.
Ketika Sin Wan menanyakan sulingnya yag dibawa oleh kakeknya itu, Kang-lam Ciuhiap terus terang katakan bahwa suling itu diberikannya kepada Giok Ciu sebagai tanda mata.
"Menyesalkah kau?" tanyanya.
Sin Wan geleng kepala dan matanya berseri.
"Ah, tidak ngkong, biarlah.
Aku melihat ada bambu kuning di kaki gunung sebelah sana, bambu itu indah lagi kecil.
Aku hendak membikin suling sendiri." Pada keesokan harinya, Sin Wan telah membuat sebatang suling yang panjangnya tidak kurang dari tiga kaki.
Karenanya engkongnya ahli pembuat suling, ia lalu minta kakeknya itu yang membuat lobang-lobang agar suaranya tidak sumbang.
Ketika Kang-lam Ciuhiap sedang asyik gunakan api melobangi batang suling bambu itu, ia teringat sesuatu dan dengan sungguh-sungguh ia berkata.
"Sin Wan, aku hendak ajar kau menggunakan batang sulingmu sebagai senjata istimewa!" Sin Wan girang sekali dan mulai saat itu kakeknya mengajar ia mainkan suling itu bagaikan sebatang petang dan karena semua gerakan adalah pukulan-pukulan merupakan totokan hebat dan disertai tenaga lwee-kang, maka suling itu merupakan senjata yang ampuh sekali.
Juga Kang-lam Ciuhiap mengajar cucunya untuk bersilat sambil tiup suling untuk mengacaukan gerakan lawan, seperti yang pernah ia lakukan ketika menghadapi si Harimau terbang dulu! Karena memang suka sekali meniup sulingmaka mendapat pelajaran baru ini, Sin Wan merasa girang sekali dan ia lebih giat melatih ilmu silatnya hingga memperoleh kemajuan pesat.
Juga Sin Wan yang sangat mencinta dan berbakti kepada ibunya, mentaati permintaan ibunya dan membuat nyonya muda itu puas melihat kemajuan yang dicapai oleh Sin Wan dalam ilmu surat.
Dengan pesat sekali waktu berjalan tanpa terasa oleh manusia, Tahu-tahu tiga tahun telah lewat.
Selama itu Sin Wan yang kini telah berusia hampir empat belas tahun , mendapat kemajuan besar hingga dalam hal ilmu silat ia telah menyusul kakeknya! Kalau dibuat perbandingan, mungkin Sin Wan lebih gesit dan cepat daripada kakeknya, tapi tentu saja ia masih kalah dalam hal tenaga lweekang.
Selama tiga tahun itu, tidak jarang Sin Wan terkenang kepada Giok Ciu, teman baru yang begitu bertemu telah mengalami peristiwa-peristiwa aneh bersama dia itu.
Semenjak perjumpaan pertama, belum pernah mereka bertemu lagi dan ia sedikitpun tidak menyangka bahwa dirinya telah terikat jodoh dengan anak perempuan itu! Musim semi telah tiba dan orang-orang dikampung kecil itu menyambut musim chun dengan pesta gembira.
Penduduk kampung yang hanya berjumlah dua puluh keluarga dan semuanya kurang dari seratus jiwa itu saling mengantar makanan dan saling selamat.
Mereka mengenakan pakaian yang paling baik dan memasang petasan yang didatangkan oleh seseorang dari kota.
Sin Wan juga tidak ketinggalan.
Sejak pagi-pagi sekali ibunya telah menyuruh dia bertukar pakaian dan mengenakan baju warna kuning yang indh.
Pemuda itu tidak melupakan kerbaunya dan ia mencari kembang-kembang dan daun-daun yang lalu dibuat karangan bunga dan dikalungkan di leher semua kerbaunya! Kemudian ia pergi dengan anak-anak lain yang berkumpul memasang petasan.
Tiba-tiba dari luar pintu kampung itu terdengar suara kaki kuda banyak sekali.
Semua orang kampung terkejut dan heran karena belum pernah kampung itu dikunjungi orang luar.
Ketika orang-orang berkuda itu telah melewati pintu kampung, terkejutlah Sin Wan karena yang datang memasuki kampungnya adalah belasan orang besar berpakaian tentara seragam dengan golok atau pedang terhunus di tangan! Para wanita cepat memanggil anak mereka dan melarikan diri bersembunyi di belakang rumah atau di dalam kamar, sedangkan orang-orang lelaki memandang dengan membongkok hormat dan ketakutan.
Ternyata rombongan orang itu berjumlah lima belas orang.
Seorang kate gemuk yang agaknya menjadi pemimpin karena pakaiannya paling mewah, loncat turun menghampiri seorang petani tua yang berdiri terdekat.
"He, orang tua! Di manakah rumah Bun Gwat Kong dan anaknya?" Biarpun orang-orang kampung itu terdiri dari petani-petani lemah, tapi mereka adalah orang-orang jujur dan penuh rasa setiakawan.
Melihat lagak rombongan ini ternyata tidak membawa maksud baik, maka kakek itupun menggelengkan kepala dan berkata,"Aku tidak tahu!" Baru saja jawaban itu terlepas dari mulutnya, kakek itu terlempar ke belakang karena di dorong oleh seorang anggauta rombongan yang berdiri di dekat pimpinannya.
"Hayo kalian mengaku, dimana adanya bangsat tua she Bun itu? Kalau tidak mau mengaku kalian semua akan dihukum seratus cambukan!" demikian pendorong kakek itu berkata dengan putar mata galak sekali.
Bun Sin Wan merasa gemas sekali, tapi ia masih hendak menunggu apa ayng akan terjadi, juga ia heran sekali mengapa orang-orang ini mencari kakeknya.
Tapi sebelum rombongan tentara kaisar itu dapat mengganas lebih jauh terdengar bentakan keras.
"Aku orang she Bun ada disini, kamu anjing-anjing kaisar lalim mau apakah?" dan Kang-lam Ciuhiap Bun Gwat Kong dengan tolak pinggang berdiri angket menghadapi rombongan itu.
Sikapnya yang gagah membuat lima belas orang tinggi besar bersenjata tajam itu mundur beberapa tindak dengan jeri.
Tapi orang kate gemuk yang menjadi pemimpin dapat tetapkan hatinya.
Ia cabut sepasang ruyung dari pinggangnya dan membentak kepada para anak buahnya.
"Pemberontak she Bun ada disini, hayo tangkap dia!" Berbareng dengan bentakan itu ia maju ayun ruyungnya di atas kepala lalu maju menyerang, diikuti oleh anak buahnya yang menerjang dengan masingmasing senjata di tangan.
"Ha, ha, ha! Kamu anjing-anjing kecil berani menggonggong di depan tuanmu? Pergilah!" Kakek itu lalu bergerak cepat dan tahu-tahu dua orang pengeroyoknya telah kena dipegang dan dilempar sampai beberapa tombok jauhnya bagaikan seorang melempar rumput saja! Kanglam Ciuhiap lalu perlihatkan kepandaiannya.
Dengan kedua tangan kosong ia bergerak cepat dan setiap kali tangan dan kakinya bergerak, tentu terdengar pekik kesakitan dan tubuh seorang pengeroyok terlempar atau roboh.
Sebentar saja ia dapat merobohkan delapan orang pengeroyoknya dan kini yang mengeroyoknya hanya pemimpin yang bersenjata sepasang ruyung itu dan dua orang lain bersenjata pedang.
Yang lain telah cemplak kuda dan lari pergi, tak pedulikan makian dan teriakan pemimpin mereka! Ternyata pemimpin kate gemuk itu lihai juga.
Sepasang ruyungnya bergerak-gerak cepat dan kuat hingga untuk beberapa saat tak mudah bagi kakek itu untuk merobohkannya.
Kemudian Kang-lam Ciuhiap mendapat pikiran untuk menguji cucunya.
Ia segera merobohkan dua pengeroyok lain hingga kini tinggal si kate gemuk seorang.
"Sin Wan, kau ke sinilah!" kakek itu berteriak.
Sin Wan yang sejak tadi memang berada di dekat situ dan sengaja tidak mau bantu kakeknya karena melihat bahwa kakeknya tak perlu dibantu, dan menonton dengan kagum melihat kegagahan kakeknya, kini loncat maju.
"Ada apa, ngkong?" jawabnya.
"Coba kau layani anjing kate gemuk itu," perintah kakek itu yang loncat mundur ke belakang.
Si kate gemuk memang telah terdesak hebat oleh Kang-lam Ciuhiap, kini melihat orang tua lihai itu mundur dan diganti oleh seorang pemuda tanggung yang pegang sebatang suling bambu panjang, ia merasa agak lega.
Ia pikir, tidak apa kemudian terbunuh oleh kakek gagah itu asal sudah bisa menjatuhkan anak muda ini.
Dengan demikian, maka ia tidak penasaran lagi dan tidak rugi.
Maka ia lalu putar-putar kedua ruyungnya dan menyerang tanpa berkata apa-apa lagi.
Sin Wan telah siap dan waspada.
Biarpun ia telah mendapat latihan sampai masak oleh kakeknya, tapi ia belum pernah bertempur betul-betul melawan musuh.
Baiknya ia memang mempunyai nyali yang besar dan ketabahannya ini membuat ia dapat bersilat dengan baik.
Baru bertempur beberapa gebrakan saja tahulah ia bahwa ilmu kepandaian lawannya ini tidak seberapa hebat.
Maka ia tidak mau kasih hati lagi dan balas menyerang dengan sulingnya.
Terkejutlah si kate itu, karena tidak disangkanya sama sekali bahwa suling bambu kecil itu ternyata lihai dan berbahaya sekali karena selalu meluncur ke arah jalan darahnya! Pula gerakan-gerakan suling itu terlalu cepat dan tidak terduga olehnya higga ia menjadi sibuk sekali karena harus putar-putar ruyung menangkis atau loncat ke sana kemari hindarkan diri dari totokan.
Tentu saja Sin Wan tidak mau sulingnya terusak oleh tangkisan ruyung, maka ia tidak mau adukan senjatanya dan percepat gerakannya.
Ketika pada suatu saat lawannya berkelit ke kiri, Sin Wan tusukan sulingnya dan getarkan ujung suling dengan tenaga lweekangnya hingga ujung suling itu menjadi tiga dan sekaligus menyerang tiba bagian tubh! Lawannya tidak dapat menangkis atau menyingkir dari serangan lihai ini dan tak ampun lagi iganya tertotok dan ia roboh tak berdaya Tapi pemimpin tentara itu memang seorang peperangan yang berani mati dan keras hati.
Ia merasa malu sekali terjatuh dalam tangan seorang pemuda yang masih anak-anak, maka ia segera membentak, "Kau telah robohkan aku, tidak lekas bunuh mau tunggu apa lagi?" Sin Wan marah dan hendak jatuhkan pukulan maut dengan sulingnya, tapi tiba-tiba kakeknya mencegah.