Ketika dengan badan lemas tapi hati lega ia pakai kembali pakaiannya dan pergi ke ruang rangka ular itu, ia melihat betapa Sin Wan telah menggali lantai pasir di situ dan telah pendam semua kotoran yang berada disitu, juga kotoran Giok Ciu! Perbuatan Sin Wan ini tepat sekali karena dengan terpendamnya semua kotoraan itu, maka bau busuk juga lenyap.
Tapi Giok Ciu merasa malu sekali karena kawannya itu dengan tak merasa jijik telah pendam kotorannya pula.
"Kenapa tidak kau biarkan aku melakukan itu sendiri?" ia mencela dengan mulut memberengut, tapi sepasang matanya memandang dengan berterima kasih.
"Ah, apa bedanya Giok Ciu? Tak perlu hal seremeh itu dibicarakn.
Yang penting sekarang marilah kita pikirkan nasib kita.
Ternyata bahwa buah putih yang lezat itu mengandung racun hingga is perut kita terkuras kosong! Bagaimana sekarang? Masih baik kita tidak teracun mati, tapi dengan perut kosong dan lapar seperti ini, kita dapat bertahan sampai kapan?" "Baiknya masih ada air dan kita boleh minum secukupnya," kata Giok Ciu.
Sin Wan tak sengaja memandang ke atas melihat semacam tetumbuhan di dinding sumur.
Tetumbuhan kecil itu juga berbuah dan buahnya berwarna merah dan kecil-kecil.
Sayang sekali tempat tetumbuhan itu sangat tinggi hingga tak mungkin ia meloncat mengambilnya.
"Itu ada buah merah, entah buah apa." Kata Sin Wan dengan sedih.
Giok Ciu berdongak dan juga melihat buah itu.
Ia lalu enjot tubuhnya yang lemah ke atas.
Dan Sin Wan kagum sekali melihat betapa tubuh gadis cilik itu melayang ke atas dan dapat memetik sekepal buahbuah kecil! "Kau hebat betul, Giok Ciu!" ia memuji, tapi Giok Ciu pandang ia dengan mata terbelalak.
"Sin Wan sungguh aneh.
Mengapa tubuhku menjadi begini ringan? Biasanya tak mungkin aku dapat loncat setinggi dan semudah itu! Apa yang terjadi?" Sin Wan memang cerdik dan otaknya dapat bekerja cepat.
Tentu ini adalah pengaruh buah mujijat yang mereka makan itu.
Kalau pengaruhnya menguasai tubuh Giok Ciu, mengapa ia tidak? Sin Wan lalu berdiri di bawah tetumbuhan itu dan iapun enjot tubuhnya.
Sungguh heran! Hampir ia berteriak girang karena tubuhnya melayang ke atas demikian cepat dan ringan hingga dengan mudah ia dapat ambil buahbuah itu! Kedua anak itu girang sekali hingga mereka makan buah yang rasanya manis itu sambil tertawa-tawa.
Buah kecil merah itu ternyata berat sekali, tidak sesuai dengan kecilnya.
Rasanyapun sedap dan manis, dan baru makan beberapa butir saja mereka telah merasa kenyang.
Tentu saja kedua anak itu girang bukan main.
"Giok Ciu, ini tentu pengaruh kesaktian kedua rangka ini yang menolong kita.
Kedua macam buah yang telah kita makan itu tentu buah dewa yang hanya terdapat di tempat suci ini.
Hayo kita menghaturkan terima kasih kepada dua rangka itu," kata Sin Wan.
Giok Ciu menyetujui pendapat ini dan mereka berlutut di depan dua buah rangka ular itu untuk menghaturkan terima kasih mereka.
Setelah mendapat kenyataan bahwa tubuh mereka menjadi ringan sekali akibat khasiat yang mujijat dari buah-buah yang mereka makan, dua orang ini lalu mencoba keluar lagi dari dasar sumur.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya keduanya berhasil meloncat ke luar dari sumur.
Ilmu ginkang mereka maju demikian pesatnya sehingga dalam melompat keluar ini, tidak saja amat mudah, bahwa mereka masih berhasil menjambret sisa buah-buah merah itu.
Giok Ciu ternyata memiliki keringan dan kecepatan lebih hebat sehingga dia berhasil memetik lebih banyak buah-buah merah mujijat.
Melihat bahwa Sin Wan hanya mendapatkan tidak berapa banyak, Giok Ciu dengan rela lalu membagi buah kepada Sin Wan sehingga mereka mendapat bagian jumlah yang sama.
Bukan main girang dan gembira hati dua orang anak ini.
Mereka lalu berlumba untuk mencoba ginkang mereka, berlari-lari saling kejar dan ternyata gerakan mereka luar biasa pesatnya bagaikan dua ekor burung terbang saja.
Tiba-tiba keduanya berhenti berlari.
"Kau mendengar sesuatu?" tanya Sin Wan.
Giok Ciu mengangguk.
Keduanya lebih memperhatikan dan terdengarlah oleh mereka suara tiupan suling diselingi siulan-siulan aneh.
Terkejutlah mereka karena masing-masing mengenal baik suara itu.
Sin Wan mengenal suling itu yang bukan lain adalah tiupan suling engkongnya, Kang-lam Ciuhiap Bun Gwat Kong dan kalau engkongnya meniup suling itu, berarti sedang mainkan ilmu silatnya untuk melawan musuh berat.
Sebaliknya, Giok Ciu juga mengenal siulan-siulan itu adalah siulan pertempuran dari ayahnya, Kwie Cu Ek.
Dua orang anak ini tidak membuang waktu lagi, cepat mereka melesat pergi, berlari-lari seperti terbang menuju ke arah suara itu.
Sukar untuk mengikuti gerakan bayangan mereka karena ginkang mereka yang betul-betul luar biasa itu.
Ketika keduanya tiba di sebuah jalan tikungan, mendadak mereka berhenti dan berdiri di situ dengan bengong, keduanya tampak khawatir sekali melihat pertempuran antara dua orang yang bagi orang lain tentu dianggap main-main.
Tapi Sin Wan dan Giok Cu maklum bahwa kedua orang yang sedang bertempur itu berada dalam kedudukan berbahaya dan keduanya sedang keluarkan ilmu mereka yang tertinggi! Yang seorang adalah Kang-lam Ciu hiap kakek yang lihai dari Sin Wan.
Kakek itu bertempur sambil pegang sebatang suling dan tiup-tiup suling itu dalam lagu yang tak keruan dan membuat sakit anak telinga! Ia bersilat dengan tenang dan gerak kaki yang teguh sekali sedangkan kedua tangannya memegang sulingnya yang ditiup-tiup hanya kadangkadang ia angkat tangan kanan dan kiri untuk menangkis atau menyerang! Dengan cara demikian gerakannya tak terduga lawannya.
Lawannya juga mempunyai cara bertempur yang aneh.
Ia adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun dan gerakgeriknya gesit sekali.
Ia bersilat bagaikan gerakan seekor burung, kedua lengannya terpentang bagaikan sayap dan kakinya berloncatloncatan keatas, kadang-kadang tinggi sekali dan turunnya langsung menerjang lawannya.
Mulutnya dimoncongkan dan dari bibirnya keluarlah siulan-siulan aneh dan nyaring, dan dalam hal menyakiti anak telinga, siulan itu tidak kalah oleh suara suling! Laki-laki ini bukan lain ialah Kwie Cu Ek ayah Giok Ciu, seorang tokoh Kun-lun-pai yang sangat terkenal dan digelari orang Hui-houw atau Macan terbang.
Bagaimana kedua orang gagah itu dapat terlibat pertempuran matimatian ini? Sebenarnya ini hanyalah suata kesalah-pahaman yang timbul dari hati bingung karena masing-masing telah sehari semalam berkeliaran di seluruh permukaan bukit Kam-hong-san, yang seorang mencari cucunya yang seorang mencari anaknya! Ketika Kang-lam Ciuhiap Bun Gwat Kong, empek yang lihai itu sedang mencari-cari cucunya dengan hati cemas dan bingung karena telah sehari semalam ia mencari dengan sia-sia, ia mulai berteriakteriak memanggil nama Sin Wan.
Karena ia gunakan tenaga Tian-tan yang dikerahkan ke dalam suaranya, maka suara itu dapat terdengar oleh Kwie Cu Ek yang memang semenjak kemarin telah meencari sambil memanggil-manggil.
Karena jarak mereka tadinya sangat jauh, seorang di lereng sebelah timur dan yang seorang laagi di sebelah barat, maka tadinya suara mereka tidak terdengar.
Tapi kini mereka telah saling mendekati hingga Kwie Cu Ek mendengar juga teriakan Bun Gwat Kong.
Cu Ek sendiri telah berteriak-teriak memanggil nama anaknya sehingga Bun Gwat Kong mendengar pula suaranya.
Setelah saling mendengar suara masing-masing, maka kedua orang tua itu timbul harapan baru dan cepat menuju ke suara yang mereka dengar.
Tapi alangkah kecewa hati mereka ketika mereka saling bertemu di sebuah lereng gunung dan melihat bahwa yang muncul hanyalah seorang asing.
Timbullah hati curiga di kedua belah pihak.
Kang-lam Ciuhiap yang beradat keras segera mendakwa Kwie Cu Ek menculik cucunya, sebaliknya Kwie Cu Ek melihat seorang kakek yang aneh dan berada keras itu, memakinya sebagai siluman gunung yang mencuri anaknya.
Tak dapat dicegah pula keduanya lalu bertarung! Baru segebrakan saja, terkejutlah kedua fihak karena ternyata masing-masing memiliki kepandaian silat tinggi dan merupakan lawan yang berat.
Namun karena hati mereka telah nekad dan terdorong oleh rasa duka dan bingung kehilangan anak-anak yang dikasihi, merka tidak mau saling mengalah.
Setelah bertempur ratusan jurus dengan keadaan masih seimbang, tibatiba Kang-lam Ciuhiap cabut keluar sulingnya dari ikat pinggang.
Ia memang memiliki dua macam kepandaian hebat, yakni yang pertama, ia pandai gunakan arak untuk disemburkan dengan kekuatan lweekang sepenuhnya hingga arak biasa itu dapt menjadi senjata yang ampuh, karena lawan yang kena sembur mukanya jika tidak cepat berkeliat bisa menjadi buta matanya.
Kelihaiannya yang kedua juga berdasarkan ilmu lweekang yang dalam dan terlatih sempurna, jika sambil bertempur ia tiup sulinngya dengan suara demikian nyaring dan tinggi rendah tak keruan hingga tidak saja dapat membingungkan dan menyakiti hati dan telinga lawan, juga bisa membuat jantung berdebar-debar dan melemahkan lawannya! Gerakan bersilat sambil meniup suling juga menjadi lambat dan kokoh kuat, namun semua gerakan disertai tenaga lweekang yang hebat! Melihat kehebatan lawannya dan merasa betapa isi perutnya bagaikan diaduk dan jantungnya bagaikan ditusuk-tusuk pisau tajam ketika mendengar suara tiupan suling, Kwie Cu Ek merasa terkejut sekali, maka iapun buru-buru mengeluarkan kepandaian simpanannya.
Dengan mengatur napasnya menjadi panjang dan lama ia kerahkan lweekang dan ginkangnya lalu mainkan silat Rajawali Sakti, yakni ilmu pukulan rahasia yang telah dipelajarinya bertahun-tahun dan merupakan kepandaian simpanan yang membuat ia tak terkalahkan sampai berpuluh-puluh tahun lamanya menjagoi di dunia kang-ouw.
Tubuhnya berubah ringan sekali dan berloncatan bagaikan seekor rajawali menyambar-nyambar dari segala jurusan, sedangkan dari mulutnya keluar siulan-siulan tajam mengiris jantung untuk mengimbangi suara suling lawannya.
Demikianlah, yang seorang bergerak lambat-lambatan tapi kokoh-kuat sedangkan yang seorang lagi bergerak cepat dan lincah sekali hingga merupakan tandingan yang jarang terdapat, tapi keadaan mereka tetap seimbang.
Sin Wan dan Giok Ciu yang berdiri berdampingan sambil melihat pertempuran itu, merasa kagum berbareng khawatir kalau-kalau seorang di antara keduanya terluka.