Tiba-tiba terdangar bentakan-bentakan nyaring keluar dari mulut para pendeta Lama dan Sie Liong melihat betapa tiga orang kakek berpakaian putih terhuyung dan ada tanda merah di pakaian mereka yang putih. Darah! Tiga orang kakek itu agaknya terluka! Akan tetapi, mereka masih terus melawan. Kini pertempuran makin mendekati garis lingkaran dan tiba-tiba, seorang di antara kakek berpakaian putih meloncat dan kakinya menginjak sebelah dalam lingkaran. Tiba-tiba tongkat butut kakek jembel itu bergerak mendorong punggung kakek yang "melanggar"
Lingkaran itu dan tubuh kakek berpakaian putih itupun tordorong keluar! Ketika para anggauta Tibet Ngo-houw dengan penuh semangat dan nafsu mendesak terus, tiga orang kakek berpakaian putih itu berlompatan dan agaknya mereka tidak berani menginjak lingkaran!
Tidak demikian dengan para pendata Lama. Ada dua orang yang tanpa sengaja menginjak garis lingkaran, yaitu Thay So Lama dan Thay Hok Lama. Begitu melihat Thay So Lama, si kurus kering yang bertenaga raksana itu memasuki lingkaran, kakek jembel lalu menggerakkan tongkat bututnya, seperti tadi mendorong dan tubuh pendeta Lama itupun terdorong keluar. Pada saat itu, Thay Hok Lama juga masuk ke dalam lingkaran, kembali dia tordorong keluar oleh tongkat butut. Keduanya menoleh dan Thay Bo Lama marah sekali. Dia memutar tombaknya dan karena dia mengira bahwa anak bongkok itu yang usil tangan, tombaknya menyerang ke arah Sie Liong. Bagaikan anak panah meluncur dari busurnya, tombak itu menusuk ke arah leher Sie Liong. Anak ini tidak tahu bahwa bahaya maut mengancam nyawanya.
"Trakkk!"
Tombak itu terpental ketika bertemu dengan tongkat butut. Thay Bo Lama terbelalak, tidak mengira sama sekali bahwa ada seorang kakek jembel yang mampu membuat tombaknya terpental dengan tangkisan tongkat bu-tut. Padahal, dia memiliki tenaga gajah yang sukar dilawan. Pada saat itu, Thay Hok Lama yang juga marah, mengayun rantai bajanya ke arah kakek jembel. Kakek jembel itu terkekeh keras dan kembali kepala Sie Liong kehujanan dan begitu kakek jembel itu menggerakkan tangan kiri, ujung rantai baja itu sudah ditangkap dan ditariknya. Thay Hok Lama tiba-tiba merasa ada tenaga dahsyat membetotnya sehingga tertarik mendekat dan tongkat butut itu menyambar ke arah kepalanya.
"Tokkk!"
Kepala Thay Hok Lama yang gundul kena dikemplang dan seketika muncul telur ayam di kepala yang gundul itu! Thay Hok Lama meraba kepalanya yang dikemplang itu dengan tangan kiri dan diapun terbelalak keheranan. Kepalanya sudah kebal, bahkan dibacok golok saja tidak akan terluka. Kenapa kini dikemplang sebatang tongkat butut saja dapat menjadi bengkak dan menjendol sebesar telur ayam? Nyeri sekali memang tidak, akan tetapi hatinya yang amat nyeri karena dia merasa dihina. Thay Bo Lama yang melihat rekannya dikemplang, menjadi marah dan biarpun tadi dia terkejut oleh tangkisan tongkat butut, kini dia menyerang lagi dengan tusukan tombaknya ke arah perut kakek jembel.
"Waduh, jebol perut ini...."
Teriak kakek jembel dan tombak itu benar-benar mengenai perutnya dan tembus! Akan tetapi, tidak ada darah keluar, tidak ada usus keluar dan tiba-tiba kepala Thay Bo Lama kena dikemplang tongkat butut.
"Takkk!"
Dan seperti juga kepala Thay Hok Lama, kini kepala Thay Bo Lama yang gundul muncul pula sebuah telur ayam! Ketika Thay Bo Lama mengerahkan kekuatan batinnya memandang, ternyata tombaknya sama sekali tidak menembus perut kakek jembel itu, melainkan menembus baju jembel yang kedodoran dan tadi hanya merupakan suatu permainan sihir saja. Anehnya, kenapa dia yang ahli sihir sampai dapat dipermainkan seperti itu? Sementara itu, tiga orang pendeta Lama yang kini menghadapi tiga orang kakek Himalaya, tentu saja merasa berat kalau melawan seorang dengan seorang. Dua orang rekannya meninggalkan mereka dan sibuk mengurusi kakek jembel!
"Si-sute dan Ngo-sute (adik seperguruan ke empat dan ke lime), hayo bantu kami!"
Teriak Thay Ku Lama. Dua orang itu, Thay Hok Lama dan Thay Bo La mengelus-elus kepala mereka yang benjol, akan tetapi mereka sadar bahwa mereka berhadapan dengan seorang jembel yang amat sakti, maka merekapun kini hendak membantu rekan-rekan mereka yang agaknya kewalahan juga menghadapi Himalaya Sam Lojin. Akan tetapi pada saat itu, terdangar seruan yang halus.
"Siancai....! Tidak malukah kalian ini lima orang pendeta yang mestinya menjahui kekerasan, kini malah mempergunakan kekeranan untuk menyerang orang lain?"
Lima orang pendeta Lama itu terkejut karena suara yang halus itu mengandung wibawa yang amat besar, bahkan mengandung getaran tenaga khi-kang yang terasa menggetarkan jantung, maka merekapun berloncatan mundur untuk mamandang siapa yang muncul itu. Kiranya seorang kakek tua renta, usianya tentu sudah tujuh piluh lima tahun, rambutnya putih semua riap-riapan, kumis dan jenggotnya juga putih, tubuhnya tinggi kurus dan tegak, wajahnya segar, pakaiannya berwarna kuning yang hanya dilibatkan dan dililitkan pada tubuhuya, tangan kanannya memegang sebatang tongkat butut.
"Supek....!"
Himalaya Sam Lojin cepat memberi hormat kepada kakek itu.
"Heh-heh-heh, kalau suheng yang muncul, semua akan menjadi beres penuh damai, heh-heh-heh!"
Kakek jembel berseru sambil terkekeh dan kembali Sie Liong kehujanan! Himalaya San Lojin memberi hormat kepada kakek jembel itu.
"Terimakasih atas bantuan susiok!"
"Heh-heh, siapa yang bantu siapa? Aku hanya membuat ruangan untuk anak bongkok ini, ternyata ada Lama jubah merah berani melanggar, tentu saja kukemplang kepalanya, heh-heh!"
Lima Harimau Tibet terkejut bukan main. Mereka belum mengenal Pek-sim Sian-su, kakek berpakaian kuning itu, dan juga tidak mengenal Koay Tojin, kakek jembel yang aneh itu, akan tetapi mendengar bahwa dua orang itu adalah supek (uwa perguruan) dan susiok (paman perguruan) dari Himalaya Sam Lojin, tentu saja mereka merasa gentar. Baru Himalaya Sam Lojin saja sudah merupakan lawan yang sukar dirobohkan, apalagi muncul paman guru dan uwa gurunya! Apa lagi Thay Hok Lama dan Thay Bo Lama yang masih merasa bekas ketukan tongkat pada kepala mereka yang menjadi benjol. Masih terasa berdanyutan kepala itu!
"Kalian ini para tosu sombong selalu menentang kami!"
Bentak Thay Ku Lama dengan marah, akan tetapi juga gentar untuk turun tangan.
"Siancai....!"
Pek-in Tosu yang terluka pundaknya, berdarah sedikit, berkata sambil menarik napas panjang.
"Thay Ku Lama, bukankah omonganmu itu sengaja kauputar-balikkan? Sejak kapan kami memusuhi kalian? Siapakah yang menyerang, membunuhi para pertapa yang tidak bersalah apapun di Himalaya? Kami sudah mengalah, mengungsi ke Kun-lun-san. Siapa pula yang mengundang kalian datang untuk menangkapi bahkan mengancam untuk membunuh kami dan para pertapa di sini pula?"
"Kami hanya menerima perintah dari Yang Mulia Dalai Lama!"
Bentak Thay Ku Lama.
"Kami harus menangkap Himalaya Sam Lojin untuk mempertanggung-jawabkan pemberontakan dan pembunuhan yang dilakukan mendiang guru kalian!"
"Siancai....!"
Pek-sim Sian-su berkata, suaranya halus namun kembali lima orang Lama itu bergidik kareng isi dada mereka tergetar hebat. Mereka terpaksa mencurahkan perhatian dan me-ngerahkan tenaga untuk melindungi diri sambil memandang kepada kakek tinggi kurus itu.
"Sungguh aneh sekali! Mendiang sute menentang para Lama yang hendak memaksa seorang anak dusun dan hendak diculik. Dalam pertempuran itu, tiga orang Lama tewas. Apa anehnya dalam hal itu? Kalau sute kalah, tentu dia yang tewas! Dan anak yang dilindungi mendiang sute itu adalah Dalai Lama yang sekarang! Bagaimana mungkin dia yang menyuruh kalian untuk menangkapi atau membunuh murid-murid sute? Sungguh janggal!"
Mendengar ini, lima orang Lama itu saliag pandang. Kemudian Thay Ku Lama berseru,
"Kami adalah utusan Dalai Lama akan tetapi telah gagal. Biarlah kami akan melapor kepada beliau dan kalian tunggu saja pembalasan dari kami!"
Setelah berkata demikian, Thay Ku Lama berkelebat pergi dikuti oleh empat orang adik seperguruannya.
"Heh-heh-heh, suheng, kenapa sampai sekarang engkau masih menjadi seorang yang lemah? Anjing-anjing itu gila dan membahayakan, bagaimana kalau aku mewakili suheng mengejar dan membasmi mereka?"
Kata Koay Tojin. Kakek ini adalah sute (adik seperguruan) dari Pek-sim Sian-su, akan tetapi kalau Pek Sim Sian-su hidup sebagai seorang yang memperdalam kemajuan jiwanya, hidup sebagai seorang yang membersihkan diri lahir batin bahkan mengasingkan diri dari keramaian duniawi, sebaliknya Koay Tojin suka berkeliaran dan memang ada kelainan pada dirinya.
Dia dikenal sebagai seorang yang sinting! Pada hal dalam ilmu kepandaian silat maupun kekuatan sihir, dia tidak kalah dibandingkan suhengnya itu. Mungkin justeru karena dia terlampau banyak mempelajari ilmu sihir dan gaib, terlalu dalam menjenguk ke dalam rahasia kegaiban, dan batinnya tidak kuat, maka dia menjadi sinting seperti itu. Hidupnya berkeliaran seperti jembel dan kadang-kadang melakukan hal aneh-aneh yang tidak lumrah. Dia tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, berkeliaran sampai jauh ke empat penjuru dan muncul secara tiba-tiba saja tanpa berita lebih dulu. Akan tetapi diapun tidak pernah menonjolkan diri sehingga jarang ada yang mengenalnya sebagai seorang sakti, lebih dikenal sebagai seorang sinting.
"Sute, engkaupun sampai sekarang masih belum menanggalkan sikapmu yang ugal-ugalan. Siapakah dirimu ini maka engkau mempunyai niat untuk membunuh orang? Apakah engkau tidak melihat bahwa tidak ada perbedaan antara engkau dan mereka?"
"Heh-heh-heh, heei, anak bongkok. Engkau dengar itu? Bukankah pendirian suheng itu aneh sekali? Tadi dia sendiri datang, dan kalau lima ekor monyet gundul itu tidak pergi, aku yakin dia akan turun tangan melindungi tiga orang murid keponakan yang baik ini dan akan mengalahkan mereka berlima. Akan tetapi sekarang, coba dangar, dia berceramah menguliahi aku agar aku tidak membunuh lima orang Lama itu! Heh-heh-heh, lelucon yang tidak lucu bukan?"
Biarpun jembel tua itu nampak ugal-ugalan, namun diam-diam Sie Liong membenarkan pendapatnya. Maka diapun lupa diri dan sambil memandang kepada kakek berpakaian kuning itu, dia berkata,
"Memang benar, kek. Lima orang pendeta itu tadi jahat bukan main, lebih jahat karena mereka itu berjuluk pendeta. Membasmi mereka merupakan kewajiban, karena akan menolong manusia dari ancaman kejahatan mereka. Andaikata aku kuat, tentu aku akan membasmi mereka!"
"Siancai.... Siapakah bocah ini?"