Jago Pedang Tak Bernama Chapter 08

NIC

Cabang Bu tong terkenal dengan ilmu pedangnya yang lihai, tapi orang she Song ini memilih senjata berupa Huncwe itu.

Walaupun Huncwe itu kecil kurus hingga cocok sekali dengan tubuhnya yang kurus kering, Namun untuk puluhan tahun lamanya senjata itu telah merobohkan entah berapa banyak jagoan di kalangan kang ouw dan jarang sekali menemukan tandingannya.

Huncwe yang terbuat dari logam hitam kehijau-hijauan dan menjadi mengkilap karena panas api dan sari tembakau itu dapat digunakan untuk menotok jalan darah.

Selain itu, tembakau yang dinyalakan di Huncwe itu bukanlah tembakau sembarangan, tapi tembakau istimewa buatannya sendiri dari daun-daun disertai ramuan obat yang asapnya merupakan senjata luar biasa, karena asap yang hitam kehijau-hijauan itu ternyata adalah berbahaya sekali, mengeluarkan bau harum dan amis dan kalau tersedot lawan dapat melemahkan semangat dan tenaga! Namun orang she Song itu sendiri tidak terganggu oleh asap beracun itu, karena ia telah lebih dulu makan obat penawarnya.

Setelah mendengar jawaban Bu Beng, si Huncwe Maut segera pasang kuda-kuda, kedua kaki berdiri rapat, ujung kaki kiri berjongkok dan menindih ujung kaki kanan, tubuhnya agak membongkok, tangan kiri dengan jari-jari tegang ditaruh miring di depan dada, sedangkan tangan kanan memegang kepala Huncwe yang masih tertancap di mulut.

Sementara itu, asap masih mengepul-ngepul dari ujung mulut dan lubang hidungnya.

Sikap dan gerakannya aksi sekali hingga membuat mereka yang melihatnya menjadi kagum.

Agaknya hal ini diketahui pula olehnya, karena ia menggerak-gerakkan kedua biji matanya yang kecil untuk melirik kesana kemari dan memandang ke arah Bu Beng dengan mulut mengandung ejekan.

Bu Beng mendongkol juaga melihat lagak lawan, maka ia tidak sungkan sungkan lagi.

Setelah berkata, "Maafkan aku bergerak terlebih dahulu," ia memajukan kaki menyerang dengan tangan kiri, sedangkan pedang pendek di tangan kanannya masih disembunyikan di belakang lengan.

Si Huncwe Maut mencabut Huncwenya dan dengan berseru.

"Haya!" ia berkelit ke samping sambil gerakkan kaki.

Gerakannya memang lemas sekali, tubuhnya melengkok-lengkok bagaikan tubuh seorang perempuan.

Bu Beng maklum bahwa si kurus itu sengaja berlagak atau sengaja hendak memanaskan hatinya.

Tiba-tiba ia ingat bahwa si Huncwe maut adalah seorang ahli totok, maka kalau ia sampai tak dapat menahan perasaannya dan menjadi marah karena diejek itu, berbahaya sekali menghadapi lawan tangguh ini.

karena itu, tiba-tiba ia mundur dua langkah an berdiri biasa dengan tubuh tegak, sedangkan kedua matanya menatap lawan bagaikan orang yang sedang nonton sesuatu yang lucu.

"Hei, ayo serang, anakku!" lawannya mengejek, tapi Bu Beng tiba-tiba tertawa geli.

"Ah, aku lebih senang menonton seorang badut yang berlagak," jawabnya.

"Sungguh gerakanmu lucu dan menarik.

Biarlah kalau sudah main nanti aku ikut memberi hadiah beberapa potong uang perak." Song Leng Ho marah sekali dan tidak dapat menerima hinaan ini.

kulit mukanya menjadi merah dan ia hentikan gerakan-gerakannya yang lemah gemulai.

"Baiklah kau sendiri yang cari mampus," katanya, lalu ia menyerang maju dengan hebat.

Huncwenya diayun cepat mengarah leher Bu Beng.

Kini Bu Beng lah yang mempermainkannya.

Anak muda itu berkelit ke kiri dan menyampok Huncwe itu dengan pedang pendeknya.

Ia mendapat kenyataan bahwa tenaganya masih tidak kalah oleh lawannya, karena dalam bentrokan itu ia dapat mengukur tenaga lawan.

Sebaliknya bentrokan itu membuat Song Leng Ho sadar bahwa lawannya yang masih muda itu, selain bertenaga kuat, juga memiliki senjata pusaka, karena tidak sembarangan senjata dapat menahan Huncwenya yang terbuat dari baja hitam.

Maka ia tidak berani pandang ringan lawannya dan berkelahi dengan hai-hati.

Tapi setelah bergebrak lima enam jurus tahulah Bu Beng bahwa si kurus ini hanya lagaknya saja yang hebat.

Tentang kepandaian, hanya sedikit lebih tinggi dari Sim Pangcu, maka ia tidak merasa khawatir dan gunakan kelincahan gerakannya mempermainkan lawan itu sambil berkelit gesit kesana kemari.

Karena ternyata sekian banyak serangan serangannya hanya mengenai angin , Song Leng Ho merasa penasaran dan gemas sekali.

Tiba-tiba ia menyerang dengan totokan kearah jalan darah di rusuk kanan Bu Beng dan satu serangan itu dibarengi dengan tendangan maut kearah tubuh lawan! Dua gerakan dalam serangan maut ini masih ditambah lagi dengan semburan asap hitam penuh racun kearah muka Bu Beng.

Ini sungguh merupakan serangan hebat dan nekat.

Melihat serangan kejam dan yang semata-mata dilakukan oleh orang yang menghendaki jiwanya, Bu Beng menjadi marah.

Ia berseru keras dan menggunakan tenaga dalamnya meniup kearah asap yang menyambar mukanya hingga asap itu buyar dan terbang kembali.

Terhadap serangan Huncwe dan tendangan Bu Beng berlaku lebih keras lagi.

Ia gunakan pedang pendeknya menyampok dengan sepenuh tenaga sehingga terdengar suara keras.

Dan Huncwe itu terlepas dari tangan si Huncwe Maut yang merasa tangannya pedas dan panas, Terlempar jauh dan jatuh ke atas lantai mengeluarkan suara berkerontangan, dan Bu Beng miringkan tubuh menghindarkan tendangan, berbareng majukan tangan kiri menghantam dada lawan, Song Leng Ho berteriak ngeri dan tubuhnya terpental ke belakang lalu jatuh berdebukan dengan mata terbalik dan dari mulut mengeluarkan darah.! Hut Bong Hwesio, Pok Thian Beng dan Lui Im yang sejak tadi melihat jalannya pertempuran dengan penuh rasa tegang, ketika melihat Song Leng Ho menggunakan tipu serangan maut tadi telah merasa menyesal dan terkejut sekali, tapi mereka tak sempat mencegah.

Kini melihat betapa si Huncwe Maut itu terluka hebat, mereka cemas sekali.

Bu Beng juga merasa menyesal karena ia telah memberi pukulan demikian hebat.

Segera ia meloncat mendekati tubuh Song Leng Ho yang terbujur di atas tanah.

Ketika ia sedang membungkuk, tiba-tiba dari belakangnya menyambar angin dingin.

Ia tahu bahwa ada orang yang menyerangnya dari belakang, tapi tanpa menoleh, ia angkat tangan kiri menyampok.

Segera tangannya beradu dengan tangan Hut Bong Hwesio yang sebenarnya salah menyangka ia hendak mencelakakan Song Leng Ho dan turun tangan menceah.

Ketika kedua tangan beradu, Hut Bong Hwesio terhuyung ke belakang tiga tindak.

Hwesio itu meramkan mata dan mengatur napas, dan mukanya menjadi merah karena malu ketika melihat betapa pemuda itu menggunakan jari telunjuknya menotok jalan darah Hui hing ciat untuk menyembuhkan luka dalam Song Leng Ho yang terpukul olehnya tadi.

Setelah selesai menolong jiwa Song Leng Ho, Bu Beng berdiri memandang penyerangnya tadi.

Hut Bong Hwesio rangkapkan kedua tangan lalu menghela napas.

"Ah, sungguh tak tersangka pemuda ini telah memiliki tenaga dan kepandaian sempurna.

Pinceng mengaku kalah, harap Bu Beng Taihiap maafkan kesembronoan pinceng tadi." Kemudian sambil menjuru kepada Sim Pangcu, Hwesio itu berkata, "Sim Pangcu, pinceng mohon diri, karena pinceng tak dapat membantu.

Maafkanlah." Tanpa menanti jawab, Hwesio itu segera tinggalkan tempat itu dengan tindakan cepat.

Lim San yang melihat semua itu, segera maju dan menjuru kepada Sim Pangcu.

"Saudara Sim, aku mohon kau suka habiskan saja pertunjukan-pertunjukan ini.

marilah masuk dan minum arak bersama agar hubungan kita baik kembali seperti sedia kala.

Janganlah hendaknya soal salah paham kecil ini dijadikan dasar perkelahian yang membahayakan jiwa." Sim Boan Lip tersenyum lemah.

"Kau benar, saudara Lim.

Memang seharusnya kami mengalah karena kau mempunyai pelindung yang demikian gagahnya." Ia berkata penuh sindiran tajam.

"Mengalah?" seru Sim Tek Hin sambil bertindak maju.

"Tidak! biar bagaimana juga orang tua she Lim harus pegang teguh janjinya.

Kalau ayah dan para LoCianpwe tidak mau membelaku, sepantasnya aku menuntut balas atas penghinaan yang dijatuhkan kepada Song LoCianpwe! Song LoCianpwe adalah tamu kita, pembela dan kawan kita, kini setelah ia dihina oleh Bu Beng siauwcut itu, haruskah kalian tinggal peluk tangan belaka? Apakah ini boleh diartikan bahwa ayah dan jiwi Cianpwe jerih dan takut padanya?" sambil berkata begitu Sim Tek Hin memandang tajam kepada ayahnya dan kepada Pok Thian Beng si Tangan Besi, lalu mengerling kepada Lui Im si Golok Setan.

Panas juga hati Pok Thian Beng mendengar sindiran Sim Tek Hin ini.

maka dengan langkah lebar ia menghampiri Bu Beng yang memandang semua itu dengan berdiri sambil berpeluk tangan.

"Anak muda, telah kulihat bahwa kau memiliki kepandaian tinggi dan tenaga besar.

Berilah ketika padaku utnuk mencobanya." Bu Beng menjuru dengan hormat.

"Maaf, Lo-Enghiong.

Bolehkah saya mengetahui nama dan gelaran Lo-Enghiong yang mulia?" Melihat sikap dan kesopanan anak muda itu, hati Pok Thian Beng telah mulai menyesal mengapa ia mudah saja dibakar oleh Sim Tek Hin.

Tapi karena sudah terlanjur, ia menjawab juga.

"Aku adalah Pok Thian Beng." "Ah, jadi Lo-Enghiong adalah si Tangan Besi? Sungguh beruntung saya yang bodoh dapat berjumpa dengan Lo-Enghiong yang telah lama kukagumi." Jawab Bu Beng.

Tapi Pok Thian Beng yang jujur tidak jadi sombong bahwa anak muda itu telah mendengar nama besarnya, bahkan ia khawatir kalau-kalau nama besar itu sebentar lagi akan hancur oleh anak muda yang agaknya baru saja muncul dalam kalangan kang ouw hingga namapun tidak punya! "Anak muda, kita tak pernah bermusuhan maka marilah kita main-main sebentar, sekadar belajar kenal," katanya demikian dan Sim Tek Hin yang mendengar percakapan saling merendah ini menjadi tidak puas.

"Pok Lo-Enghiong.

Apakah perlunya kita menonjolkan kepandaian? Saya sudah cukup percaya akan kelihaianmu dan haruskah perkenalan ini dikotori oleh adu tenaga? Bantah Bu Beng.

"Hm, hm, Bu Beng Kiam Hiap.

Agaknya kau jerih terhadap Pok Cianpwe, ha ha!" Sim Tek Hin mengejeknya.

"Hayo, Bu Beng Taihiap, layanilah aku barang dua tiga jurus.

Kalau tidak, maka tentu kau atau aku akan dianggap pengecut." Pok Thian Beng mendsak, hingga apa boleh buat Bu Beng siap melayaninya.

Tapi karena ia maklum akan ketulusan Pok Thian Beng dan tahu bahwa orang itu hanya menjadi kurban kelicikan keluarga Sim, ia tidak hendak mencelakakan atau membikin malu kepadanya.

"Awas pukulan," Pok Thian Beng berseru sambil maju menyerang dalam tipu Hong tan tiam cie atau burung Hong pentang sayap langsung memukul kea rah iga Bu Beng.

Anak muda itu berkelit dengan gesit, tapi segera datang pula serangan dari si Tangan Besi dengan gerakan Hek houw to sim atau Macan hitam menyambar hati.

Posting Komentar