Han Ki memanggil akan tetapi dara itu tidak menoleh dan lapat-lapat Han Ki mendengar sumoinya itu terisak! Han Ki berdiri termangu-mangu kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Perempuan....!"
Gumamnya dengan hati terheran-heran dan tidak mengerti. Hatinya makin bingung dan makin berduka karena perasaannya membisikkan bahwa mulai saat itu ia hanya akan menjumpai kesulitan-kesulitan dengan kengan kedua sumoinya itu. Untuk melupakan pekerjaannya. Semalam suntuk dia tidak tidur dan memperhalus ukiran tiga buah arcanya. Pada keesokan harinya, barulah pekerjaannya selesai dan selagi ia hendak beristirahat, tiba-tiba ia terlonjak bangun karena mendengar suara desir angin yang aneh dan yang dikenalnya baik-baik. Itulah suara pukulan-pukulan dengan tenaga sin-kang yang kuat.
Biasanya, desir angin pukulan itu terdengar di waktu kedua sumoinya berlatih akan tetapi sekali ini, desir angin hebat itu diseling suara bentakan-bentakan nyaring orang bertempur. Ia merasa heran dan khawatir sekali cepat meloncat bangun dan melesat keluar dari Istana Pulau Es. Ketika ia tiba di luar, ia berdiri kaget melihat betapa kedua orang sumoinya sudah saling serang dengan hebatnya! Pohon tumbang batu berhamburan dilanggar angin pukulan kedua sumoinya yang berkelahi dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan semua ilmu yang selama ini mereka latih. Sekali ini mereka bukan sedang berlatih, melainkan sedang saling serang sungguhsungguh, setiap serangan mendatangkan maut. Sekelebatan saja ia dapat mengerti bahwa dalam perkelahian itu, Siauw Bwee masih bersikap mengalah dan lebih banyak mengelak, akan tetapi Maya menyerang seperti seekor singa betina kehilangan anaknya.
"Maya....! Siauw Bwee....!"
Berhenti....!"
Han Ki berteriak sambil lari menghampiri. Akan tetapi ia tertegun dan menghentikan larinya ketika melihat kini kedua orang dara itu saling serang dari jarak dekat, tidak hanya mengandalkan sin-kang seperti tadi, melainkan menggunakan jari-jari tangan mereka yang lihai dan yang merupakan cengkeraman-cengkeraman maut, totokan-totokan yang membawa nyawa! Akan tetapi yang membuat Han Ki tertegun adalah jeritan mereka yang saling menuduh.
"Engkaulah yang membuat suheng berduka! Engkau sungguh seorang adik yang tidak mengenal budi!"
"Dan engkau....! Engkau yang menjadi biang keladinya sehingga dia tidak dapat menerima cintaku!"
Maya membalas dengan teriakan marah.
"Begitukah? Kalau benar dia mencintaku, sepatutnya kau tahu diri!"
Balas Siauw Bwee.
"Kau perempuan tak bermalu!"
"Engkau yang tidak tahu malu!"
"Sumoi.... !"