Istana Pulau Es Chapter 68

NIC

Han Ki tidak dapat melanjutkan kata-katanya saking kagetnya ketika tiba-tiba Maya merangkul lehernya dengan kedua lengan, merangkul erat-erat dan menyembunyikan muka ke dadanya, didekapkan kuat-kuat sambil berbisik,

"Suheng.... ah, Suheng....!"

Kemudian gadis cilik itu menangis! "Suheng.... apakah kau sayang kepadaku....?"

Hati Han Ki menjadi lega karena tangis menandakan bahwa Maya tidak menderita sesuatu, akan tetapi sikap dan pertanyaan Mayamembuat ia merasa aneh.

"Tentu saja aku sayang padamu, Sumoi,"

Jawabnya dengan cepat, karena memang tentu saja dia sayang kepada sumoinya, baik Maya maupun Siauw Bwee. Jawaban ini dijawab dengan rangkulan yang lebih ketat lagi sehingga ia merasa tidak enak sendiri, lalu berusaha melepaskan rangkulan Maya. Akan tetapi, kedua lengan itu merangkul makin ketat dan mulut Maya berbisik,

"Peluklah aku erat-erat .... Suheng...., jangan lepaskan lagi....!"

"Maya....!"

Han Ki berseru kaget dan jantungnya berdebar.

"Suheng.... aku cinta padamu, Suheng.... ahhh....!"

Kini Maya mengangkat mulutnya dan membuat gerakan hendak mencium pipi Han Ki. Pemuda itu terkejut seperti diserang ular berbisa. Melihat mata yang penuh gairah dari sumoinya, ia mengerti bahwa tentu uap putih harum itu yang mengandung racun aneh sehingga mempengaruhi watak Maya yang luar biasa ini, seolah-olah gadis cilik itu berubah menjadi seorang wanita yang penuh nafsu berahi! Cepat ia menotok tubuh sumoinya sehingga Maya mengeluh dan terkulai lemas, kemudian ia memondongnya dan membawanya lari naik.

"Suheng....! Suci kenapa....?"

Siauw Bwee ternyata mencari sucinya dan ber hasil menemukan lubang rahasia. lalu me masukinya. Kini dia melihat Han Ki berlari naik dari bawah memondong tubuh sucinya yang terkulai lemas.

"Khu-sumoi, lekas kembali! Di sini berbahaya!"

Kata Han Ki. Ucapan ini mengejutkan Siauw Bwee dan bersama- sama mereka lari naik dan keluar dari lubang di lantai ruangan bawah. Karena lubang itu kecil, maka Siauw Bwee yang keluar lebih dahulu membantu tubuh Maya yang didorong keluar dari bawah oleh Han Ki. Kemudian Han Ki memondong tubuh itu dibawa ke dalam kamar Maya yang berada di sebelah kamar Siauw Bwee.

"Di bawah banyak ular merah beracun. Agaknya dia terkena racun uap putih yang keluar dari mulut ular-ular itu,"

Kata Han Ki sambil menotok beberapa jalan darah di tubuh Maya. Gadis itu segera tertidur pulas.

"Dia perlu beristirahat, biarkan dia tidur agar hawa beracun lenyap dari tubuhnya."

Sehari semalam Maya tidur pulas, bahkan dia tidak terbangun ketika Siauw Bwee menuangkan air obat yang dibuat oleh Han Ki. Setelah memberi obat, Han Ki duduk bersila dan menempelkan tela pak tangannya di punggung Maya, menggunakan sin-kangnya untuk membersih kan tubuh sumoinya dari pengaruh hawa beracun. Pada keesokan harinya, Maya terbangun dan ia bangkit duduk, mengusap-usap matanya dan memandang kepada Siauw Bwee.

"Ular.... banyak sekali...., ular merah....!"

Katanya gugup. Siauw Bwee merangkulnya dengan hati lega.

"Engkau sudah aman, Suci. Suheng menyelamatkanmu."

"Aku di sini, Sumoi,"

Han Ki memasuki kamar, menekan perasaannya agar guncangan hatinya tidak terlihat di wajahnya. Diapun menekan kemarahannya atas perbuatan Maya yang membingungkan dia dan Siauw Bwee semalam suntuk.

"Ahhh, kini aku teringat.... lubang rahasia di bawah arca.... lorong di bawah tanah.... dan ular-ular merah! Hiiih, menjijikkan! Suheng, kau maafkan aku, ya?"

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sumoi. Aku girang bahwa engkau selamat. Ular-ular itu berbahaya sekali, entah bagaimana bisa berada di bawah sana. Harus dibasmi."

"Aku ikut, Suheng!"

Siauw Bwee berkata penuh semangat.

"Aku juga ikut!"

Kata Maya sambil melompat turun dari pembaringan. Han Ki tersenyum. Maya telah pulih kembali, telah memperlihatkan sikap tidak mau mengalah seperti biasa.

"Memang aku akan mengajak kalian akan tetapi kita makan dulu. Siapakah yang sudah makan malam tadi?"

"Aku belum!"

Jawab Maya, mendadak merasa betapa perutnya lapar sekali.

"Bukan hanya semalam, sudah dua hari dua malam aku tidak makan!"

"Aku juga belum sama sekali!"

Siauw Bwee berkata.

"Aihh! Mengapa Sumoi,?"

Maya bertanya.

"Dia gelisah memikirkanmu, mana bisa makan?"

Han Ki berkata. Maya memandang Siauw Bwee, lalu merangkul dan mencium pipi sumoinya. Melihat ini, Han Ki berdebar, teringat akan perbuatan Maya seperti itu terhadapnya ketika Maya dikuasai racun ular.

"Sumoi, kau baik sekali! Aku sungguh sayang kepadamu, Sumoi!"

Siauw Bwee balas memeluk.

"Maka jangan kau pergi lagi, Suci. Aku tidak bisa makan dan tidur kalau, kau pergi,"

Jawab Siauw Bwee. Tiba-tiba Maya menoleh kepada Han Ki .

"Dan engkau pun tidak makan tidak tidur, Suheng?"

Jantung Han Ki berdebar. Ia seperti melihat betapa sinar mata Maya ini berbeda dari biasanya, bukan pandang mata kanak-kanak lagi, melainkan pandang mata seorang gadis yang sudah mulai dewasa, pandang mata seorang wanita! Ia menekan debar jantungnya dan memasang muka cemberut, menjawab,

"Aku setengah mati mencarimu, mana ingat makan dan tidur?"

"Aihh! Aku membikin susah kalian! Maafkan saja. Biar kumasakkan yang enak untuk kalian!"

Maya berlari ke da pur dan Siauw Bwee tertawa, menoleh kepada Han Ki, berkata,

"Lihat! Suci begitu baik, mana bisa dibilang nakal?"

Posting Komentar