Maya memaki marah.
"Hayo kita pergi saja, Suheng. Buat apa berkenalan dengan orang macam itu?"
"Lopek, awas....! Ikan hiu....!"
Tiba-tiba Han Ki berteriak ke arah orang yang masih berenang dan agaknya sedang mencari-cari dan memandang ke dalam air itu.
"Suheng....dia bisa celaka....!"
Siauw Bwee berseru.
"Biarkan saja, Suheng. Orang sombong biar tahu rasa!"
Maya juga berseru. Seekor Ikan hiu yang ganas dan liar, sebesar manusia, menyambar dari belakang orang gundul itu. Dia ini cepat sekali membalik dan dengan gerakan indah telah membuang diri ke kiri sehingga serangan ikan liar itu luput. Cepat Si Gundul menangkap ekor ikan dan mencengkerem sirip ikan, kemudian memutar dengan kekuatan luar biasa sehingga tubuh ikan itu membalik. Orang gundul itu menangkap moncong ikan dengan kedua tangan, membetot dan.... robeklah mulut ikan hiu itu yang setelah dilepas lalu berkelojotan sekarat, air di sekitarnya merah oleh darahnya.
"Lopek, naiklah ke perahu banyak ikan hiu....!"
Han Ki berteriak lagi ketika melihat banyak sekali sirip atas ikan hiu meluncur datang.
Ikan-ikan hiu amat tajam penciumannya akan darah, maka begitu ada darah di air, mereka berdatangan seperti beriumba! Sebentar Si Gundul dan bangkai ikan hiu itu telah dikurung belasan ekor ikan hiu yang beear-besar. Sebagian ikan ini menyerbu bangkai kawannya dengan ganas, dan ada tiga ekor yang menyerang Si Gundul! Siauw Bwee menjerit ngeri menyaksikan bangkai ikan hiu itu hancur lebur dan robek-robek, ngeri karena tubuh orang gundul itu pasti akan disayat-sayat oleh gigi ikan-ikan buas itu. Sedangkan Maya memandang dengan wajah berseri,agaknya ia girang melihat orang sombong itu terancem bahaya. Akan tetapi orang gundul itu benar-benar amat lihai. Biarpun diserang oleh tiga ekor ikan buas, ia tidak mau naik ke perahu, dan memang untuk kembali ke perahunya sudah tidak keburu lagi. Dengan gerakan tangkas ia memukul ikan terdekat.
"Desss!"
Pukulan itu hebat dan biarpun tubuh ikan yang kuat dan licin tidak remuk dan ikannya tidak mati, namun terlempar sampai dua meter jauhnya.
"Pukulan Pek-lek-sin-jiu (Pukulan Halilintar)! Dari mana dia mempelajarinya?"
Han Ki makin terheran-heran ketika mengenal pukulan itu, sebuah pukulan sakti yang pernah ia pelajari dari Bu Kek Siansu! Akan tetapi tidak ada yang dapat menjawabnya dan perhatian Han Ki tertarik oleh bahaya maut yang mengancam diri kepala gundul itu.
Ikan yang dipukulnya tidak tewas , dan sudah berbalik menerjang didahului oleh dua ekor ikan yang lain yanag menerjang dari kanan kir! Orang gundul itu berhasil memukul dua ekor ikan, tetapi terjangan ikan yang pertama tadi tak mungkin dapat ia hindarkan. Melihat ini Han Ki mengeluarkan pekik melengking, tubuhnya mencelat ke depan, tangan kirinya menyambar lengan orang gundul, kakinya menginjak kepala ikan hiu yang menyerang dari belakang. Sekali menggerakkan tangan, dengan menginjak kepala ikan sebagai landasan, Han Ki berhasil melontarkan tubuh laki-laki itu ke perahunya, sedangkan dia sendiri kembali mengenjotkan kakinya meloncat ke perahu terdekat, yaitu perahu Si Gundul di mana pemiliknya sudah berdiri dengan mata terbelalak, heran memandang ke arah Han Ki.
"Kau.... kau siapa?"
Kini orang gundul itu hilang kesombongannya dan memandang Han Ki dengan sinar mata penuh heran dan kagum. Han Ki tersenyum, kembali memberi hormat yang tak juga dibalas oleh Si Gundul sambil memperkenalkan diri!
"Namaku Han Ki, dan mereka itu adalah dua orang sumoiku, Maya dan Khu Siauw Bwee. Siapakah Lopek yang pandai ini dan di mana tampat tinggal lopek?"
Laki-laki tua yang usianya sudah ada lima puluh tahun lebih akan tetapi masih nampak kuat itu memandang Han Ki dengan penuh perhatian, kemudian menghela napas panjang dan berkata,
"Sungguh tak kusangka di dunla ini ada seorang pemuda yang begini lihai! Orang muda, engkau telah menolong nyawaku, maka sudah sepatutnya menjadi tamu agung dari Pulau Nelayan kami. Aku hanyalah seorang nelayan biasa dari keluarga kami di Pulau Nelayan. Kebetulan aku berhasil menangkap tiga ekor ikan yang besar dan lezat dagingnya. Kalau engkau dan dua orang sumoimu suka, aku undang kalian untuk mengunjungi pulau kami dan ikut berpesta menikmati daging ikan."
"Baiklah dan terima kasih, Lopek. Aku akan senang sekali bertemu dengan keluargamu."
Han Ki amat tertarik untuk mengetahui keadaan nelayan gundul itu karena tadi ia menyaksikan bahwa nelayan itu memiliki ilmu pukulan yang ia kenal sebagai ilmu pukulan gurunya. Ia mengenjotkan kakinya dan tubuhnya melayang ke arah perahunya sendiri. Gerakan ini hanya membuat perahu Si Nelayan tergoyang sedikit sehingga nelayan itu makin kagum karena perbuatan pemuda itu membuktikan kepandaian yang tinggi.
"Suheng, buat apa kita mengunjungi pulaunya?"
Maya menegur Han Ki dengan mulut cemberut.
"Sumoi, dia memiliki ilmu pukulan yang sama dengan yang pernah kupelajari. Aku ingin sekali mengetahui keadaan keluarganya. Tentu ada, hubungannya antara mereka dengan Suhu,"
Han Ki berkata lirih.
"Orang muda she Kam! Marilah ikut perahuku!"
Nelayan itu berseru dan tanpa menengok lagi ia sudah mendayung perahunya meluncur cepat sekali karena dia memang mengerahkan tenaganya dan agaknya dia hendak menguji Han Ki. Melihat ini, Han Ki cepat menyambar dua batang dayung sambil mengerahkan tenaga pula mengejar perahu Si Nelayan itu menuju ke utara dan kurang lebih dua jam kemudian perahu itu mendarat di sebuah pulau kecil yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan sekelilingnya merupakan tebing batu karang yang curam. Nelayan itu mendaratkan perahu di bawah tebing dan mengikat perahunya. Ketika ia menoleh dan melihat betapa Han Ki juga sudah mendarat dan mengikatkan perahu, Ia berkata,
"Engkau memang orang muda hebat dan pantas menjadi tamu kami! Mari ikut aku!"
Ia mengikat mulut tiga ekor ikan besar tadi, memanggulnya dan mulai mendaki tebing.
"Benar-benar seorang yang aneh dan ilmunya cukup hebat."
Han Ki memuji.
"Kalian berpeganglah pada tali ini baik-baik karena tebing itu berbahaya."
Han Ki menggunakan sebagian tali perahu yang dipegang kedua ujungnya oleh Maya dan Siauw Bwee, kemudian ia sendiri memegang tengah-tengah tali dan dengan demikian ia menuntun kedua orang sumoinya mendaki tebing mengikuti nelayan gundul itu. Kagum ia melihat nelayan itu mendaki tebing sambil memanggul tiga ekor ikan yang amat berat itu.
Ketika tiba di atas tebing, ternyata pulau itu cukup subur dan mereka itu disambut oleh dua puluh orang lebih terdiri dari laki-laki dan wanita yang kesemuanya berpakaian sederhana, yang laki-laki sebagian besar bercawat atau memakai celana yang sudah robek-robek tanpa baju. Sedangkan yang wanita memakai pakaian dari kulit batang pohon atau kulit ikan yang dikeringkan dan dilemaskan. Anehnya, yang laki-laki semua botak atau gundul, agaknya kepala botak dan gundul merupakan "mode"
Bagi mereka! Ketika mereka melihat Han KI dan dua orang sumoinya, mereka menjadi gempar dan mengurung tiga orang muda ini, memandang seperti sekumpulan anak-anak mengagumi barang mainan baru! Apalagi ketika nelayan gundul itu menceritakan betapa Han Ki menolongnya dan betapa pemuda itu memiliki kepandaian tinggi, orang-orang itu makin tertarik dan memuji-muji.
"Karena kulihat dia patut menjadi tamu kita, maka dia kuundang untuk berpesta bersama kita,"
Demikian Si Nelayan Gundul menutup ceritanya. Setelah membiarkan dia dan kedua orang sumoinya menjadi barang tontonan beberapa lama sambil memperhatikan orang-orang itu yang kehidupannya amat sederhana, Han Ki lalu berkata,
"Siapakah di antara Cu-wi yang menjadi Tocu (Majikan Pulau)?"
"Apa Tocu? Tidak ada tocu di sini,"
Jawab Si Nelayan Gundul.
"Kumakaudkan ketua kalian. Pemimpin. Siapakah pemimpin kalian? Aku ingin menyampaikan hormatku dan ingin bicara.
"Orang-orang yang berada di situ tertawa dan Si Nelayan Gundul menjawab,
"Kami sekeluarga tidak mempunyai pemimpin, kami memimpin diri kami masing-masing. Siapa membutuhkan pemimpin?"