Golok Sakti Chapter 78

NIC

Belum lama ia berjalan keluar, tampak ada satu bayangan berkelebat dan dengan berindap-indap masuk kedalam kamar.

Pintu lantas dirapatkan dan sebentar kemudian peneranganpun telah padam.

Aaaa....siapa dia? Berani nyelonong masuk kedalam kamar justru si jelita Seng Giok Cin tengah rebah dipembaringan dalam keadaan tertotok?

Kejadian ini akan dituturkan kemudian sekarang marilah kita ikuti jago kita, Ho Tiong Jong yang jalan dengan pikiran kalut. Kemana ia menuju ia juga tidak tahu, ia hanya menuruti kakinya saja berjalan pikirnya lebih jauh jaraknya dengan rumah penginapan ada lebih baik ia menemui kematian-nya.

Dengan begitu, Nona Seng yang ia kasihi tak usah menyaksikan dimana mayatnya berada. jalan punya jalan akhirnya sang kaki membawa ia keluar kota dengan masuk ke- daerah pegunungan

XXIV. PERTOLONGAN GAIB.

TIBA-tiba ia hentikan kakinya dan berdiri sekian lamanya dan memandang kesekitarnya tempat, keadaan sangat sunyi hanya terdengar suaranya burung hantu dan binatang binatang liar yang menyeramkan-

Ia jalan lagi beberapa lamanya, lantas ia menghadapi sebuah gunung, entah gunung apa ini namanya. Tidak jauh ia nampak ada satu pohon siong tua yang tinggi cepat ia menghampiri dan memanjat pohon itu, ia melihat dari terangnya suasana malam dan berbintang, dijalan untuk mendaki gunung itu ada sangat licin-

Dari pohon siong itu, pikirnya ia dapat melompat kejalanan gunung itu, akan kemudian mendaki lebih jauh, jaraknya mungkin tidak seberapa jauh untuk sampai ke puncaknya. Pikirnya tempat dipuncak gunung itu ada sangat cocok untuk tempat mayatnya, tidak mudah diketahui orang.

Mungkin ada orang yang nanti menemukannya, akan tetapi tentu pada saat itu ia sudah berubah menjadi tulang belulang dan tidak dapat dikenali dirinya siapa.

Ia tidak menghiraukan licinnya jalanan, yang membuat ia terpeleset dan jatuh mati,

karena ia pikir, sebentar mati sekarang mati sama saja. Memikir ini maka ia menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya melompat dari pohon siong tadi dan sebentar saja ia sudah berjalan mendaki gunung.

Benar hebat ilmu mengentengi tubuhnya karena jalanan yang demikian licinnya dapat dilalui oleh Ho Tiong Jong dengan selamat sampai dipuncaknya.

Tiba-tiba matanya Ho Tiong Jong dibikin heran, karena ia melihat dipuncak gunung itu ada sebuah rumah kecil mungil bertingkat. Gentengnya berwarna biru, sedang dindingnya merah, sekitarnya dipagar oleh batu batu putih, didepan rumah ada satu pekarangan yang cukup lebar, jalanan yang menuju kepintu meriah ditanami pohon pohon bambu dikedua sisinya, tampaknya indah sekali dan senang untuk yang mengasingkan diri tinggal disini.

Di pekarangan rumah kelihatan ada dua orang sedang tarik urat, yang satu hweshio dan yang lain ada orang biasa berbaju kuning. si hweshio pengawakannya kurus kering dan orang tua berbaju kuning sebaliknya ada tinggi besar dan keren sekali kelihatannya.

Dengan menggunakan ilmunya jalan tanpa bersuara, Ho Tiong Jong diam-diam menghampiri dua orang yang sedang tarik urat itu, ia sembunyi dibalik sebuah pohon yang rindang yang cukup aman untuk dirinya tidak sampai diketahui oleh mereka. Tiba-tiba ia mendengar si baju kuning berkata.

"Hm... dengan tegas kukatakan, aku tak kenal hal kebencian Bagaimana, apa masih belum mau menyerah kalah ?"

Berbareng ia menyerang hingga si hweshio jatuh meloso.

Keduanya kira-kira berumur enam puluh tahun, Entah apa sebabnya mereka bertengkar dan sibaju kuning menyerang hingga si hweshio jatuh meloso ? Ho Tiong Jong jadi terbengong.

Ternyata si hweshio tidak mau bangun lagi, ia tetap berbaring ditanah.

Tiba-tiba si orang tua baju kuning lompat menghampiri pohon bambu, ia poteskan sebatang pohon bambu panjang, kemudian ia menghampiri lagi si hweshio yang sedang rebah di tanah dan memukuli dengan bambu tadi, hingga si kepala gundul bergulingan menahan sakit, akan tetapi sekalipun ia tak mengeluarkan suara merintih.

Ho Tiong Jong tidak senang menyaksikan keganjilan ini pikirnya orang tua baju kuning benar-benar kejam. hweshio yang berbadan kurus kering itu dipukuli demikian hebatnya, Mana ada itu aturan orang tidak melawan dihajar pergi datang, Maka dalam tidak teganya, ia sudah hendak melompat dari tempat sembunyinya guna menolong si hweshio tapi mendadak ia mendengar si orang baju kuning berkata pula.

"Hnm... kau bisa berbuat apa sekarang padaku? Lima kali aku berpindah tempat, meskipun sebenarnya hendak menyingkir dari gangguanmu adalah yang penting karena aku tidak merasa cocok ditempat ini. Kini aku sudah berdiam dipuncak Pit seng hong ini merasa betah, tapi mendadak kau datang mengadu biru lagi, Kau selamanya mengganggu aku saja, apakah kau kira aku tidak berani membunuh kau."

Mendengar bicara si orang tua baju kuning membuat Ho Tiong Jong heran, ia tidak jadi lompat keluar untuk bantu menolongi si hweshio karena ia ingin mendengarkan lebih jauh duduknya perkara.

Ia tidak menunggu lama, karena si hweshio terdengar berkata.

"Ya, aku sudah duapuluh tahun menderita siksaannya, apa itu belum cukup untuk menggerakkan hatimu jadi sadar."

Si baju kuning ketawa terbahak-bahak. "Urusanku adalah urusanku sendiri, untuk apa kau hendak turut campur?" katanya.

"Kita ada saudara sekandung, apalagi kita ada saudara kembar, maka tahu kau berbuat kejahatan mana aku bisa tinggal peluk tangan melihatinya?"

Si baju kuning marah besar, Secepat kilat ia menendang tubuhnya si hweshio, sehingga terbang setengah tumbak tingginya dan kemudian jatuh ditanah pula dengan mendapat luka parah.

Napasnya tampak sudah empas- empis.

Melihat keadaannya si hweshio, orang tua batu kuning itu tampak yang sangat menyesal atas perbuatannya tadi, Tatkala ia menghampiri, matanya si hweshio kelihatan dipentang lebar-lebar mengawasi kepadanya, Dengan suara perlahan ia berkata.

"Sebetulnya aku semestinya sudah matj, tapi sukur masih diberi tenaga oleh Tuhan untuk berbicara pula dengan kau. Aku lihat kau agaknya sudah insyaf melihat kedudukanku membuat aku teringat pada 20 tahun berselang, Kau dengan aku ada begitu akur dan bersatu hati, Tapi sejak kau meyakinkan itu ilmu celaka, Diluar kemauan hati sejati dari in Kie Lojin, pikiranmu lantas berubah dan hubungan kita seperti sudah terputus. Mengingat kita ada bersaudara sedarah sedaging, maka atas kelakuanmu yang jahat saban malam aku berdoa didepan sang Budha supaya kau sadar dari perbuatanmu itu dan kembali menjadi orang baik-baik."

"Persetan sama kau punya doa-doa" menyelak si orang tua baju kuning.

"Ya, aku hampir saban malam mendoakan supaya kau insaf dan kembali menjadi orang baik-baik."

"Tutup mulutmu" memotong si orang tua baju kuning. "Aku sebal mendengarnya bukan ratusan kali tapi sudah ribuan kali kau mengatakan demikian- Siang-siang sebenarnya aku hendak membunuhmu"

hweshio itu ketawa getir. Napasnya sudah sengal-sengal tampaknya seperti yang kecapaian- Melihat dari bajunya yang tambalan disana sini, orang mengira ia ada satu hweshio pengemis yang harus dikasihani.

"Tidak halangan kau membunuh aku, asal kau bisa insaf akan perbuatan yang jahat dan kembali menjadi o ... "

Bicaranya tidak sampai lampias, sebab satu tendangan dahsyat mampir lagi pada tubuhnya, hingga ia melayang-layang diudara, Sesudahnya jumpalitan sebentar ia sudah jatuh kedalam jurang yang curam.

Ho Tiong Jong yang menyaksikan kejadian itu dengan kecepatan kilat sudah melesat dan menjambret si hweshio sebelum tubuhnya nyungsep dijurang yang curam.

Si orang tua baju kuning tidak melihat perbuatannya Ho Tiong Jong karena saat itu ia sedang menundukkan kepalanya dan berpikir akan perbuatannya yang kejam itu.

Semakin dipikir hatinya menjadi pilu, ia bersaudara kembar dengan sihwesio kakaknya, kenapa ia yang menjadi adik demikian kejamnya? Apalagi mengingat usia mereka yang sudah sama-sama tua. membikin hatinya sangat menyesal dan mengembang air mata.

Justru ia sedang berdiri menjublek memikirkan perbuatannya yang tidak selayaknya terhadap saudaranya yang hendak bermaksud baik, tiba-tiba dihadapannya muncul Ho Tiong Jong sambil memayang tubuhnya si hweshio yang sudah jadi mayat.

" Locianpwee, aku menyerahkan saudara kandungmu ini." kata Ho Tiong Jong dengan sangat hormat.

Matanya si orang tua baju kuning terbelalak dan menatap wajahnya sianak muda yang tampan dan gagah.

Tapi ia tidak sempat untuk menanya siapa anak muda itu karena hatinya yang sangat berduka, ia maju dua tindak menyambut mayatnya sang kakak dari tangannya Ho Tiong Jong, sambil bercucuran air mata.

Ia peluki mayat saudara tuanya itu, dengan suara ditenggorokan ia berkata, "Engko, adikmu sangat berdosa... oh perbuatanmu sangat baik, tahan sengsara karena perlakuan adikmu yang tidak berbudi, Semua itu kau hendak meng insafkan adikmu supaya kembali kejalan yang benar, Tapi ah... adikmu yang tidak berbudi sebaliknya sadar telah membuat kau menderita dan sekarang oh sekarang kau sudah mati... mati tidak bisa hidup kembali, oh, engko..."

Si orang tua baju kuning telah menangis meng gerung- gerung.

Ho Tiong Jong yang menyaksikan telah te-turutan mengucurkan air mata, karena tidak tahan merasa pilu hatinya.

Melihat si baju kuning terus-terusan nangis tidak menghiraukan kehadirannya di situ, maka Ho Tiong Jong sudah meninggaikan tempat itu. Tapi siorang tua sambil memayang tubuh kakaknya terus mengejar padanya dan minta ia hentikan langkahnya.

Sipemuda hentikan tindakannya dan ketika sudah berhadapan, orang tua tadi menanya, "Laote, kakak lohu tidak sampai jatuh kejurang, cara bagaimana kau dapat menolongnya, oh, kau baik sekali sudah menolongnya."

"Ah, itu boanpwe hanya keluarkan sedikit kepandaian yang tidak berarti."

Posting Komentar