Golok Sakti Chapter 76

NIC

Seng Giok Cin sebenarnya seorang gadis yang bersifat serius dan bertindak tegas, tapi belakangan ini ia galang gulung dengan sipemuda yang selalu gembira. Jenaka hatinya menjadi lembek dan banyak berubah adanya.

Mendengar kata-katanya sipemuda yang berkelakar, hatinya sangat geli, tidak tahan kalau ia tidak memberikan cubitan mesra.

"Rasakan" terdengan si gadis berkata, "Kalau kau masih mau berbelit-belit lagi bicara, nanti adikmu akan mencubit lebih sakit lagi? mengerti?"

Si nona berkata sambil kerlingkan matanya diiring oleh senyuman memikat, hingga Ho Tiong Jong berdebar keras hatinya. Dia betul-betul cantik... katanya dalam hati sendiri.

"Baiklah, akan kuceritakan-" lantas ia berkata pula pada si nona, "supaya jangan kena dicubit, kenapa adik Giok jadi kaya kepiting bisa..."

Nona Seng tidak sabaran karena Ho Tiong Jong kembali berkelakar bicaranya, maka ia sudah mencubit lagi, hingga sipemuda berjengit pura-pura.

"Ini baru seperti kepiting, nanti cubitan berikutnya seperti kalajengking, kau boleh rasakan-.. hihihi..." Ho Tiong Jong tertawa gembira sekali.

Dua orang muda itu berkelakar penuh bahagia untuk sementara melupakan saat "genting" yang tengah menanti.

"Adik Giok. kau masih belum menebak dari sebab apa aku menotok padamu," kata Ho Tiong Jong.

si nona berpikir, "Aku tahu, kau menotok aku supaya aku tidak turut naik gunung, karena disana kalau tidak menjumpai Kong lo-cianpwee pikiranmu tentu aku akan bersusah hati, Kau terlebih dulu melihatnya kesana, begitu bukan?"

Setelah berkata sinona tundukkan kepalanya, mukanya kemerah-merahan-

"Adik Giok. tebakanmu tepat sekali. Betul-betul kau pintar tidak percuma menjadi anak masnya pocu dari Seng kee-po."

"Awas, ya" sinona mengancing tangannya diulur hendak mencubit lagi, tapi Ho Tiong Jong pegang tangan yang halus dan ketawa gembira. Tapi kemudian ia lepaskan cekalannya dan sodorkan tangannya untuk di cubit seraya berkata.

"Biarlah, lebih banyak mendapat cubitanmu, lebih banyak aku mengenangkan wajahmu yang elok ditempat baka...."

"Engko Jong," si gadis berseru, sambil menekap mulutnya sipemuda, "Kau jangan cerita yang begituan, seram aku..." Ho Tiong Jong ketawa nyengir.

" Habis bagaimana selanjutnya? Kau mendapat pertolongan siapa jadinya?" tanya nona seng.

Ho Tiong Jong lantas menceritakan pertemuannya dengan Kie Hia Sianjin, oleh ia di beri pil yang mujijat, hingga tubuhnya dirasakan segar bugar dan semangatnya menyala.

"Aku seumur hidupku, belum pernah berlutut d ihalapan orang." sipemuda menutup ceritanya, "Akan tetapi ketika ketemu dengan Kie Hia Sianjin entah bagaimana pikiranku lantas aku menekuk lutut meminta pertolongan-"

Setelah mendengar penuturannya sipemuda, Seng Giok Cin kerutkan alisnya yang lentik, seakan-akan yang berpikir la bengong sejenak.

"Aku mau menemui Kie Hia Sanjin..." katanya berbareng ia lompat bangun dan lari mendaki gunung menuju kearah rumahnya si orang pandai. Ho Tiong Jong mengejar dan menghalang halangi perjalanannya si gadis.

"Hei, kenapa kau mencegah aku kesana?" teriak Seng Giok Cin.

Ho Tiong Jong, Kiranya ia hanya main-main saja, menggoda nona Seng, sebab setelah itu ia lepas lagi sinona untuk meneruskan perjalanannya.

"Awas kau tunggu ya sebentar kau akan mendapat cubitan kalajengking" terus si nona sambil lari naik gunung.

Ho Tiong Jong hanya tertawa dan mengawasi bayangan si nona yang semakin lama semakin jauh dan lenyap dari pemandangan-nya.

Kembali kedukaan mengaduk dalam hati-nya setelah nona Seng tidak ada didampingnya.

Dengan lesu ia menghampiri kebawahnya pohon, dimana ia sambil melamun menantikan baliknya Seng Giok Cin.

Tidak lama ia menanti, dari atas gunung meluncur turun Seng Giok Cin laksana bidadari saja. Dengan berseri Ho Tiong Jong datang menghampirinya. Tapi heran, wajahnya si nona tidak segembira seperti tadi ketika ia naik gunung.

"Bagaimana?" tanya Ho Tiong Jong. Seng Giok Cin hanya gelengkan kepala.

"Mari kita turun gunung saja." kata Ho Tiong Jong.

"Kita pergi kemana?"

"Hidupku tinggal beberapa jam lagi saja, pikirku hendak mengadakan perjamuan berduaan dengan kau pikir?"

Seng Giok Cin tertawa tidak wajar.

"Ya sesuka hatimu saja, kau mau ajak kemana aku juga menurut saja."

Ho Tiong Jong bercekat hatinya, ia melihat perubahan sikap Seng Giok Cin, maka lalu ia menanya, "Hei kenapa kau ini? Apa ada hal-hal yang tidak menyenangkan hati- mu?"

"Mung kin." jawab sinona singkat, sambil terus putar tubuhnya jalan pelahan-lahan turun gunung.

Ho Tiong Jong menyusul. "Mari aku antar kau pulang." katanya.

Tangannya diulur hendak menyekal tangannya Seng Giok Cin, tapi sinona berkelit kemudian berkata dengan suara, "Bahwa kau akan datang kerumahku, memang aku sudah menduganya. Aku tidak ingin melihat kau membuang-buang tempomu yang berharga..." Ho Tiong Jong heran mendengar kata katanya Seng Giok Cin yang membingungkan. Kenapa si nona mendadakan saja jadi berubah sikapnya.

Pikirnya, perempuan itu memang sukar diraba kemauannya, ia seperti menyesal sudah mengikuti padanya, Giok Cin memang anak manja dan dari kalangan atas, tentu saja tidak betah melayani dirinnya yang sudah dekat mati, ia bukan satu tingkatan dengan-nya, bagaimana juga susah diciptakan pergaulan yang akrab.

Selagi Ho Tiong Jong terbenam dalam lamunannya, tidak terasa sudah mendekati kudanya yang dicancang pada sebuah pohon-

Mereka datang kesitu dengan naik seekor kuda, tatkala mana disepanjang jalan mereka bercakap-cakap dengan gembira. Tapi sekarang ketika hendak meninggalkan tempat itu mendadak si nona sikapnya berubah dingin.

Betul betul Ho Tiong Jong tidak habis mengerti.

Si nona loloskan tali kuda yang melihat dipohon kemudian berkata pada Ho Tiong Jong. "Nah, sekarang begini saja,

kalau kau datang kerumahku. tentu tidak begini enak hati, Lebih baik aku sampaikan padanya supaya dia datang menjumpai kau, dengan begitu kau berdua bisa leluasa."

Sampai disini ia tidak bisa melampiaskan bicaranya, disambung oleh mengucurnya air mata, ia menangis sesenggukan, entah karena apa ia sampai demikian sedih dan semua kata-katanya masih belum dapat mengerti oleh Ho Tiong Jong.

"Adik Giok..." Ho Tiong Jong berkata pelahan, "apa artinya perkataanmu itu?"

Sambil berkata sipemuda datang lebih dekat dan hendak menyekal lengannya si gadis, tapi Seng Giok Cin mengelakan tangannya, kemudian dengan kegesitannya ia sudah lompat keatas pelana kuda, Dengan satu kali cambukan saja sang kuda sudah lari terbang.. Ho Tiong Jong mengejar, ia tidak puas dengan sikapnya si nona yang aneh.

Kuda dilarikan dengan kencangnya, akan tetapi Ho Tiong Jong dengan menggunakan ilmu lari cepatnya yang istimewa, dengan mudah sudah dapat menyandak. Kemudian dengan sekali enjot tubuhnya melayang dan sebentar lagi tampak ia sudah duduk nangkring dibelakangnya Seng Giok Cin.

Sambil peluki tubuhnya sijelita, ia berbisik "Adikku, kau kenapa ngambek? Kau anggap aku ini orang macam apa? Ada apa-apa urusan sebaiknya kau bicarakan blak-blakan, jangan bikin aku menebak-nebak..."

"Kau... kau..." si nona meronta-ronta dari pelukannya si pemuda, akan tetapi berontaknya itu hanya separuh hati saja, sebab biar bagaimana juga ia merasa bahagia di peluk rapat-rapat oleh pemuda pujaannya itu.

"Aku kenapa, adik yang baik...." Ho Tiong Jong berbisik pula dikupingnya.

"Kau senantiasa tidak melupakan dirinya, sehingga kau berani menaruhkan jiwamu untuk dia..." si gadis menjawab sambil terisak-isak.

"Demi kau adikku. aku berani mengorbankan jiwaku dengan ikhlas..." jawab si pemuda yang masih belum mengerti kemana juntrungannya perkataannya si gadis.

Seng Giok Cin menjadi sengit karena Ho Tiong Jong masih belum mengerti akan bicaranya, "IHm..." ia menggeram. "mungkin aku tidak demikian baik nasibnya. Dengan alasan apa kau dapat berkorban untukku? jiwamu sudah ditukar dengan jiwanya, mana ada jiwamu lagi dan bersedia berkorban untukku."

Kini baru Ho Tiong Jong dapat merabah-rabah kemana arahnya perkataan si nona. Ia sekarang sudah tidak bingung terhadap perubahan sikapnya si gadis.

Seng Giok cin cemburuan karena Kim Hong Jie, rupanya ketika ia naik ke Po kay-san, menemui Kie Hia Sanjin,disana ia sudah mendapat keterangan tentang Ho Tiong Jong sudah mempertaruhkan jiwanya kepada Souw Kie Han guna menolong nona Kim.

Kie Hia Sanjin tentu menasehati pada Seng Giok cin, untuk ini mempertimbangkan matang-matang sikapnya terhadap si pemuda, karena Ho Tiong Jong sudah punya Kim Hong Jie, yang telah ditolongnya dari tangan si kakek aneh denganpertaruhkan jiwanya ditusuk dengan jarum mautnya si kakek.

Tidak heran, barusan ketika turun gunung Pok-kay-san ketemu lagi dengan Ho Tiong Jong parasnya si nona tampan lesu dan tidak gembira lagi. "ooh, urusan adik Hong yang bikin kau ngambek?" kata sipemuda.

Seng Giok Cin tidak menjawab. "Adik Giok, kau jangan keliru membedakan urusan- Kalau aku berani pertaruhkan jiwa ku untuk menolong adik Hong dari tangan si kakek, itulah

karena terdorong oleh perasaan membalas budi, Adik Hong banyak menolong aku bagaimana baik ia ketika pada lima tahun berselang aku berada dirumahnya belajar silat. Pengorbanan untuknya karena disebabkan membalas budi, Tapi, misalnya aku rela mengorbankan diriku untukmu, adik Giok, ini lain lagi sifatnya."

" Lainnya?" tanya si nona pelahan.

Posting Komentar