Golok Sakti Chapter 75

NIC

Gunung Pokaysan itu tidak seberapa jauh mereka hanya memerlukan setengah jam saja berkuda sudah sampai ditempat yang dituju. Ketika mendaki gunung tersebut sampai ditengah-tengahnya Seng Giok Cin telah menangis, karena hatinya sangat sedih memikirkan nasib sendiri dan Ho Tiong Jong, pemuda pujaannya, ia berkata pada sipemuda.

"Ya, Engko Jong hatiku merasa takut sekali."

"Kau takuti apa?" tanya sipemuda heran-

"Kalau-kalau kita tak dapat menjumpai orang yang akan diminta pertolongannya, bagai mana baiknya, ya? Kau jangan meninggalkan aku..." Ho Tiong Jong mendengar kata-kata si nona, hatinya sangat pilu.

"Kau jangan takut, jiwa manusia di tangan Tuhan-" menghibur Ho Tiong Jong, tapi berbareng ia sudah menotok jalan darah si nona hingga ia ini jatuh lemas.

Ho Tiong Jong cepat menahan tubuhnya si nona yang hendak rubuh, perlahan-lahan si jelita diturunkan dan kuda dan diletakkan diatas rumput dibawah satu pohon siong yang rindang.

Matanya si nona mengawasi sipemuda dengan sayu, seolah-olah mau menanya, kenapa menotok dirinya? Kemudian memeramkan matanya tidur pulas.

"Adik Giok. jangan kecil hati. Aku terpaksa menotokmu, supaya kau jangan turut aku kesana, Sebab kalau benar tidak menemui orang yang dicari, repotlah nanti aku karena kau

putus asa. Kau beristirahatlah sebentar disitu, aku segera akan kembali^"

la boleh dikata telah berkata-kata sendirian, karena Seng Giok Cin saat itu sudah tidak sadarkan dirinya, ia sudah pulas karena totokannya tadi. Ia menghampiri kudanya dan ditambat pada sebuah pohon-Cepat Ho Tiong Jong gerakan kakinya naik keatas gunung. Sesampainya dipuncak. benar saja ia dapatkan rumah yang dimaksud.

Ia tampak mencil sendirian, hingga tidak sukar untuk Ho Tiong Jong mencarinya. setelah berada didepan rumah, ia lalu mengetuk pintunya.

XXIII. ANTARA SUKA DAN DUKA.

Ketika ketukannya tidak mendapat jawaban, ia lalu membentak. "Numpang tanya, apa Kong Jat Sin lo cianpwee ada didalam rumah ?"

"Siapa di luar ?" terdengar jawaban dari sebelah dalam.

"Aku Ho Tiong Jong bersama nona Seng Giok Cin ingin berjumpa."

"Sayang sekali terlambat sedikit, Kong Jat Sin sudah pergi dari sini."

Mencelos rasa hatinya mendengar ia terlambat datang tak dapat menjumpai Kong Jat sin. pikirnya jiwanya sudah tak dapat tertolong lagi, habislah pengharapannya.

Tiba-tiba ia mendengar dari sebelah dalam dari suara tadi, yang menanyakan apa nona Seng itu ada putrinya Seng Eng? Muridnya dari Kok Lo-lo dari Rumah Es Tay-pek-san?

Pertanyaan mana dijawab oleh Ho Tiong Jong "Ya"

"Hei, untuk apa sebenarnya kamu berdua datang kemari? Apakah sekiranya dapat diwakili olehku?" demikian kata-kata orang dari sebelah dalam.

"TERIMA kasih, tapi urusan rasanya sulit untuk diwakili." jawab Ho Tiong Jong.

"Mari masuk. kita bicara didalam ada lebih leluasa." mengundang orang tadi.

Ho Tiong Jong terus masuk kedalam rumah, Ternyata didalamnya ada lebar dan resik, di tengah-tengah ada kursi dari batu diatas mana ada duduk seorang tua yang sedang bakal main biji-biji catur, sikapnya gagah dan bersemangat. Ho Tiong Jong lantas menjura sambil berkata.

"Boanpwe Ho Tiong Jong menghadap didepan Lo cianpwe."

orang tua ini memandang pada sipemuda sejenak lamanya, lantas angguk-anggukan kepalanya, "Anak muda mukamu tampan dan gagah, tentu kepandaian silatmu ada tinggi, Mari datang dekat sini." mengundang si orang tua.

Ho Tiong Jong menurut, Kiranya si orang tua mengundang sipemuda datang lebih dekat hendak menatap lebih leluasa lagi, Dalam hatinya memuji tulang tulang bakat yang sempurna dari Ho Tiong Jong untuk menjadi jago silat ternama.

Melihat sikapnya si orang tua, yang memperkenalkan namanya Kie Hia San, penghuni dari rumah itu, diam-diam si anak muda berpikir bahwa orang tua itu tentu bukan orang sembarangan- ia tentu ada salah satu jago tua yang telah mengasingkan diri, makanya juga ia menjadi sahabat baiknya Kong Jat Sin, si Dewa obat yang suka keluyuran menyambangi sahabat-sahabat karibnya.

Memikir kesitu lantas Ho Tiong Jong menjatuhkan diri berlutut dan berkata.

"Li-cianpwee, kedatangan boanpwe adalah hendak minta pertolongan dari Kong Lo cianpwee, hanya sayang sekali tak dapat menjumpainya, kini boanpwee beruntung dapat berhadapan dengan Lo-cianpwee, mohon pertolongan cianpwee supaya dapat menolong boan pwee yang ditimpa kesulitan-"

Orang tua itu kaget menyaksikan kelakuannya Ho Tiong Jong.

"Anak muda kau jangan pakai banyak peradatan, Lekas bangun dan ambil tempat duduk." katanya, sambil mengunjuk pada sebuah kursi dari batu.

Ho Tiong Jong menurut, ketika diminta menuturkan hal pertolongan yang hendak di mintanya, telah dituturkan jelas oleh sipemuda tentang dirinya menghadapi bahaya kematian karena kena racun Tok kay, Tok-kim chi Ceng cianw Nikow dan paling belakang jarum mautnya Souw Kie Han-Orang tua itu geleng-geleng kepala.

"Ya, memang hanya Kong Iaote saja yang dapat menolong kau. Nona Seng baik kepadamu, tapi kau jangan lupa pada nona yang kau sudah tolongi." Ho Tiong Jong baru ingat lagi tentang Kim Hong Jie. Ia lalu minta supaya orang tua itu sebisanya dapat menolong dirinya.

Kie Hia sianjin geleng-geleng kepala, "Aku bukannya tidak mau menolongi, tapi memang aku tidak punya kemampuan untuk menawarkan racun dari dalam tubuhmu itu."

Habislah pengharapan Ho Tiong Jong.

Maka, setelah minta diri dari tuan rumah, ia lalu keluar lagi dari rumah itu berjalan dengan pikiran kalut menuju ketempatnya Seng Giok Cin yang barusan ia tinggalkan-

Ketika ia sampai dan hendak membuka totokan si gadis, tiba tiba ada seorang dibelakangnya berkata. "Nanti dahulu."

Ho Tiong Jong kaget, cepat ia membalik. Kiranya orang itu ada Khi Hia Sianjin, yang telah menguntit dirinya, ia memuji kepandaiannya orang tua itu, yang ia tidak dapat dengar sama sekali kedatangannya kesitu.

"Dia tokh harus dibuka totokannya, supaya siuman kembali," kata Ho Tiong Jong.

"Aku tahu, tapi sebelumnya kau telan dahulu ini pil buatanku, Aku membuatnya dalam tempo sepuluh tahun dari embun pohon siong tua. orang biasa kalau memakan bisa tambah umur seratus tahun, sedang untuk orang yang berilmu silat dapat membuat badan segar dan tambah semangat dalam tempo satu jam saja. Meskipun pil ini tak bisa menghilangkan racun, tapi ada sangat berfaedah untukmu."

setelah berkata Kie Hia Sanjin serahkan pil itu kepada Ho Tiong Jong.

Bermula sipemuda tidak mau menerimanya karena merasa sayang Pil yang sangat berharga itu ditelan olehnya yang tidak lama lagi akan mati, Tapi Kie Hia Sanji mende-sak. katanya, "Memang sayang akan pil yang mujarab ini kau telan karena tokh kau bakal mati, akan tetapi kau harus ingat, kalau sebentar nona Seng sudah siuman dan melihat mukamu begitu lesu guram, apa nanti jadinya?"

Ho Tiong Jong terperanjat, ia baru ingat akan kepentingannya nona yang dicintainya maka ia lantas menyambuti pil tadi dan segera ditelannya.

"Nah, sekarang kau sudah menelan pilku, sama saja kau menelan pilnya Kong Laote."

Ho Tiong Jong merasa bekerjanya pil itu, lebih dulu masuk dalam tenggorokannya sangat harum kemudian dirasakan sekujur badannya segar betul, semangatnya berbareng terbangun, ia sangat heran, diam-diam sangat memuji kemujaraban obat itu. Ia memandang Kie Hia Sianjin dengan

penuh terima kasih. " Cianpwee, kau sangat baik, aku sangat berterima kasih kepadamu." katanya.

"Anak kau jangan kata begitu, Aku memberikan pil itu karena terdorong oleh perasaan simpati kepadamu. Orang muda yang seperti kau, hormat dan memandang tinggi pada orang tua, sungguh jarang sekali, Lain dari itu, aku kuatir kedukaannya nona Seng kalau sebentar dia siuman melihat kau dalam keadaan lesu tidak bersemangat karena putus asa, dia tentu akan sangat berduka dan perih hatinya. Maka itu, sekarang kau sudah menelannya, aku lihat obat itu mulai bekerja karena air mukamu sekarang sudah berubah bersemangat."

Ho Tiong Jong hanya menjawab. "Cianpwee... terima.... kasih..." Kemudian ia duduk bersemedi disisinya nona Seng.

Ia merasakan bekerjanya obat Kie Hia Sianjin lebih jauh dalam tubuhnya. perutnya dirasakan panas, kemudian hawa panas itu beredar keseluruh tubuhnya membuka jalan darah yang kurang baik bekerjanya. tulang tulangnya pun mendapat pengaruh kemujarabannya itu obat tadi.

Dalam sekejapan saja Ho Tiong Jong merasakan sekujur badannya menjadi sangat segar dan tenaganya bertambah kuat, semangatnya juga terbangun.

Bukau kepalang girangnya sipemuda, sayang ketika ia buka matanya yang barusan di pejamkan sekian lama merasakan menyelusupnya hawa panas disekujur badannya, ternyata Kie Hia Sianjin sudah tidak ada dihadapannya pula. Orang tua itu entah sejak kapan telah meninggalkan padanya. Matanya lalu memandang pada nona Seng yang masih rebah seperti orang pulas

Mukanya elok dan putih seperti salju, bibirnya kecil mungil seolah-olah menantang di cium, Ho Tiong Jong menyaksikan keelokannya si gadis, terpesona sekian lamanya. Dadanya dirasakan berontak. pelahan-lahan tangannya di ulur untuk

mengusap-usap itu pipi yang halus, jari telunjuknya mengkutik- kutik bibirnya yang merah menantang. Hatinya semakin bergoyang karena kelakuannya itu.

Pikirnya. "Aku tokh bakal mati dalam beberapa jam lagi, apa halangannya kalau aku akan mencium dia."

Karena pikiran ini ia merebahkan dirinya disisinya si gadis, muka didekati pada mukanya nona Seng dengan sangsi-sangsi, tapi... tapi... akhirnya perasaan sangsi itu lenyap dan si nona dalam keadaan tidak sadar mendapat ciuman mesra dari pemuda pujaan-nya.

oh...kalau saja itu dilakukan dalam keadaan nona Seng sadar, entah bagaimana besar rasa girang dan bahagianya.

Diiain saat Ho Tiong Jong sudah membuka totokannya nona Seng.

Pelahan-lahan Seng Giok Cin siuman, ia nembuka matanya dan mengawasi pada HoTiong Jong yang sedang duduk disisinya sambil bersenyum-senyum.

"Eh, Engko Jong, kenapa kau tadi menotok aku ?" tanyanya.

Ho Tiong Jong tertawa, "Nah, coba kau tebak- dari sebab apa aku barusan menotok padamu ?"

Seng Giok Cin membuka lebar-lebar matanya. ia dapatkan Ho Tiong Jong begitu bersemangat dan segar sekali. Hatinya menjadi sangat girang, Pikirnya, apakah Tiong Jong sudah ditolong oleh Kong Yat Sin?

"Aku tahu." kata si nona bersenyum, "Kau tentu sudah ditolong oleh Kong locianpwee betul tidak ?"

Sipemuda geleng-geleng kepala.

"Hei, kau jangan menggoda aku. Keadaan mu begini seger dan bersemangat terang kau tentu sudah dapat ditolong oleh si Dewa obat itu, kenapa kau masih geleng-geleng kepala "

"Adikku, kau keliru menebak."

"Habis bagaimana?"

"Sabar dahulu, jangan tergesa-gesa, nanti engkomu menuturkan duduknya perkara, adikku... au... kenapa kau nyubit?" Ho Tiong Jong mengusap-usap lengannya sambil bersenyum.

Posting Komentar