Pikirnya betul-betul hati wanita sukar di tebak arahnya. Barusan ia begitu ketus dan dingin, kini ramah tamah dan menanyakan pula tentang dirinya hendak pergi kemana, tak pernah mau tahu urusan orang, mau pergi ke mana itulah ada urusannya sendiri.
Meskipun ia akan menghadapi kematian, tapi untuk di hina seseorang wanita, nanti dahulu, Maka ia segera melangkah lagi hendak meninggalkan si nona, yang kini sudah jinak dan lunak.
Seng Giok Cin gelisah menghadapi kepala batu, maka ia cepat memegang tangannya dan menanya pula dengan suara halus merdu dan tidak lupa mulutnya yang mungil menyungging senyuman.
"Engko Jong harap jangan marah, barusan aku berlaku kurang sopan, Harap kau suka maafkan, sebenarnya bagaimana rencanamu kau mau pergi kemana?"
"Aku sendiri tidak tahu, tapi aku harus lekas meninggalkan tempat ini." Ho Tiong Jong menjawab sambil berjalan.
Si nona mengintil disampingnya. "Engko Jong menurut pikiranku sebaiknya kau mengikuti aku, buat aku coba menyembuhkan racun yang ada di tubuhmu." Ho Tiong Jong ketawa getir.
"Kau baik sekali nona Seng," jawabnya, "terima kasih kau tak usah repot-repot karena diriku, sebab aku sendiri bisa mengatasinya."
Perih hatinya Seng Giok cin, kembali ia mendengar si pemuda memanggil, nona lagi padanya bukannya adik, itu tandanya masih marah kepadanya.
Seumurnya Seng Giok cin belum pernah begitu merendah pada orang, juga belum pernah mendengar kata-kata yang acuh tak acuh seperti Ho Tiong Jong, maka hatinya sangat perih dan ia kepingin menangis oleh karenanya. Ia melihat si pemuda meninggalkan kepadanya.
Terpaksa ia memburu pula, sambil menyekal lengannya pula ia berkata. "Engko Jong kau benci padaku ?"
" Kenapa aku harus membenci kau ?"
"Kau kelihatannya acuh tak acuh terhadapku."
"Ya, diantara kita tidak ada hubungan lain, Kita hanya sebagai kenalan sepintas lalu saja dan itu mudah dilupakan, Budimu yang aku terima, selama aku masih hidup tentu aku tidak akan melupakannya."
Kembali Seng Giok Cin hatinya merasa di tusuk-tusuk.
Perih sekali hatinya ia menyintai sipemuda, tapi ternyata pemuda itu tidak mengerti akan cintanya. Tapi itu bukan salahnya Tiong Jong, salahnya sendiri barusan membuat sakit hatinya sipemuda yang beradat tinggi. ia menyesal, bagaimana akalnya supaya ia dapat baik kembali ?
"mari kita bicara." mengajak si nona sambil menarik lengannya sipemuda pergi kebawahnya pohon yang rindang. Kedua-nya buat sejenak lamanya tinggal membisu.
Seng Giok Cin tundukan kepala, sedang Ho Tiong Jong saban saban mendongak melihat kelangit seolah-olah ada apa-apa disitu yang dicari.
Suatu saat ia memandang sinona yang menundukkan kepala sambil bakal main ujung bajunya.
"Nona Seng ada urusan apa kau ajak aku kesini?" tiba-tiba sipemuda membuka pembicaraan-
Seng Giok Cin tidak menjawab, hanya dari sepasang matanya yang jelita tiba-tiba mengeluarkan air mata.
Ho Tiong Jong kaget melihat Seng Giok Cin menangis.
"Kau kenapa?" tanyanya heran.
"Engko Jong." kata si nona sambil terisak-isak "Apa kau masih marah padaku ?"
"Kenapa aku mesti marah padamu ?"
"Engko Jong, kau tak tahu isi hatiku terhadapmu." Ho Tiong Jong melengak.
Sebelum ia membuka suara menanya, si nona sudah mulai melanjutkan kata-katanya secara blak blakan ia bukan seorang nona pemaluan atau pingitan, ia tidak tedeng aling-aling untuk mengatakan isi hatinya didepan pemuda pujaanya.
"Engko Jong, seumur hidupku selain ayah yang aku amat pikiri, tidak ada lain orang lagi. Tapi sejak hari itu, waktu kau menolong diriku tanpa menghiraukan diri sendiri telah menempur "Sepasang Orang Ganas" hatiku terus memikir padamu."
Ho Tiong Jong berdebaran hatinya mendengar pengakuan si nona, ia tidak menyangka bahwa si nona berani secara terang terangan membuka rahasia hatinya, ia terus mendengarkan lanjutannya si nona bicara.
"Malah, aku lebih berat memikiri dirimu dari pada ayahku sendiri, Pikirku. setelah kau mati, aku akan mencukur rambut masuk menjadi nikouw untuk melayani suhu di Ta san- Setiap hari aku akan tetap mengenangkan dirimu, mendoakan supaya arwah mu dialam baka mendapat tempat yang lapang ..."
Seng Giok Cin sampai disini sudah tidak dapat menahan rasa sedihnya lagi, maka ia telah menangis makin sedih danjatuhkan dirinya dalam pelukannya Ho Tiong Jong. Ia menangis terisak-isak didadanya sipemuda yang lebar dan kuat.
Ho Tiong Jong sementara itu sudah tak dapat berkata-kata saking kagetnya. Kaget, Karena ia tidak menyangka si nona ada demikian besar cintanya terhadap dirinya, ia menyesal akan perlakuannya tadi, yang membuat si nona merasa tidak enak hatinya, Perlahan-lahan ia memenangkan hatinya.
Sambil mengusap-ngusap rambutnya si nona yang hitam mengkilap dan tumbuh subur ia menghibur.
"Adik Giok. kau jangan berkata demikian- Aku hanya seorang pemuda gelandangan, tidak punya rumah tangga yang tentu, malah orang tua sendiri belum tahu dimana adanya. Masih terlalu banyak pemuda-pemuda pantaranku, yang lebih tampan, gagah dan tinggi kedudukannya maupun ilmu silatnya, maka bagimu masih mudah saja untuk memilihnya bukan? Kau..."
"Engko Jong." memotong si nona dengan air mata masih berlinang-linang, "memang tidak salah ucapanmu barusan, banyak yang lebih cakap dan cerdik dari pada kau. Tapi kau adalah kau, mereka adalah mereka, Mereka bukannya kau. Engko Jong, kau tidak tahu, meski sekarang badanku belum menjadi milikmu, tapi hatiku telah lama menjadi milikmu. Maka kalau kau mati, hatiku juga berarti mati, mengikuti kau dikubur, Selanjutnya aku akan hidup dengan semangat melayang-layang dan mungkin, setelah suhu menutup mata aku juga akan menyusul rokhmu ketempat baka."
"Adik Giok..." suara merdu menyelusup ditelinga si nona, sedang mulutnya ditekap oleh sipemuda pujaannya, "Kau jangan berkata demikian, aku seram mendengarnya, Nah, sekarang coba dongakkan wajahmu yang cantik."
Seng Giok Cin menurut, dengan air mata masih berlinang-linang, ia dongakkan mukanya menatap wajahnya Ho Tiong Jong yang bersenyum kepadanya. Sejenak lamanya keduanya saling memandang dengan tidak merasa puas.
Tangannya Ho Tiong Jong yang kiri dipakai menunjang dagunya si nona, sedang yang kanan dipakai mengusap-usap jidat, rambut, pipi dan mulutnya sinona yang mungil, Matanya terus menatap seolah olah tidak mau berkedip.
Si nona diperlakukan demikian, tinggal mandah saja malah merasa sangat bahagia.
"Adik Giok." kata sipemuda dengan suara pelahan, "Aku cinta padamu, aku ingin memandang wajahmu sepuas
puasnya, supaya kalau aku nanti mati dapatlah aku mengenangkan wajah yang elok jelita dari kekasihku daiam-dunia..."
Suara Ho Tiong Jong parau kedengaran-nya, karena menahan rasa sedih yang mencengkeram hatinya. Tampak pada kedua belah matanya ada meneteskan butiian air mata, sedang sepasang matanya Seng Giok Cin yang barusan baru berhenti menangis, kini mendengar kata kata itu. kembali mengeluarkan air mata dengan derasnya.
Keduanya jadi saling peluk dengan sangat mesra seakan akan tidak ingin berpisahan pula, keduanya saat itu merasa sangat bahagia, melupakan untuk sesaat itu atas kematiannya sipemuda yang sebentar lagi akan terjadi.
Suaranya Ho Tiong Jong yang memanggil "adik Giok" terus berkumandang dalam telinganya si nona, jasanya seperti suara musik yang merdu, ia bersenyum, diam-diam dan balas memeluk erat-erat pada sipemuda yang memeluk kencang tubuhnya seakan- akan sudah tak mau melepaskannya lagi.
Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendorong dengan perlahan tubuh sinona yang harum semerbak, pikirannya kalut perasaannya cemas meluap-luap dan ia menyesal bahwa umurnya akan demikian pendek. Kalau saja ia diberi panjang umur, alangkah bahagianya ia hidup di dampingi seorang wanita elok seperti nona Seng Eng yang mencintai setulus hati.
"Adik Giok,sudah waktunya kita berpisahan-.." terdengar sipemuda pelahan sambil mendorong tubuhnya si pemudi pelahan-
seng Giok Cin berkeras tidak mau dipisahkan dari tubuhnya.
" Engko Jong...." ia berbisik, "Biarkan aku ikut kemana kau pergi temponya ada sangat singkat untuk kita akan berpisahan selama-lamanya, dengan begitu dapatlah nanti aku mengenangkan wajahmu dibawah sinarnya lampu sang Buddha."
Ho Tiong Jong kaget, ia tidak tega untuk mendorong sinona yang memeluk erat-erat tubuhnya.
"Adik Giok. semestinya aku tidak boleh berbuat begini, aku harus bersikap dingin padamu, memancing kebencianmu, supaya kau dapat melupakan aku. Tapi, ya, barusan kau kata hendak mengikuti aku sampai aku..."
"IHussstt..." kata Seng Giok Cin, sambil menekap mulutnya sipemuda dengan jari-jari tangannya yang halus mulus, "jangan teruskan bicaramu, aku seram mendengarnya, sebaiknya kita bicarakan hal hal yang membahagiakan hati saja."
Ho Tiong Jong menatap wajah cantik dari Seng Giok Cin, kerlingkan matanya yang menjalin hati, membuat Ho Tiong Jong lemas karenanya, maka ia bersenyum dan berkata dengan pikiran lega. "Baiklah, aku menurut saja padamu."
Seng Giok Cin berseri-seri, air matanya yang barusan berlinang linang telah menghilang entah kemana.
Perlahan-lahan ia keluar setangannya, hendak menyeka bekas menangis tadi.
Ho Tiong Jong cepat merebutnya setangan yang harum semerbak ini, ia sendiri yang menyeka pelahan-lahan air yang masih mengeram ditelakupan dan bulu matanya yang halus lentik, oh bagaimana bahagia Seng Giok Cin pada saat itu. Keduanya saling menatap dengan bersenyum-senyum.
Tangannya nona Seng yang halus memegang tangannya sipemuda, diajaknya untuk berduduk pada sebuah batu besar yang tidak jauh dari situ.
"Engko Jong." kata sinona, setelah mereka duduk berendeng, "semula aku tidak memperdulikan segala kejadian- Kini aku merasakan akan kedatangannya malaikat elmaut. Setelah aku menyaksikan perbuatanmu menolong si lemah memberantas si jahat, hatiku jadi tergerak. Aku berjanji akan
membuang perangaiku yang sudah-sudah dan selanjutnya akan menjalankan kebenaran seperti kau?"
"Bagus itu, bagus adik Giok, Setelah aku..." dia tidak dapat melanjutkan bicaranya karena mulutnya kembali dibekap oleh tangan yang mungil Seng Giok Cin matanya melotot kepadanya seolah-olah menegur kenapa ia hendak berkata pula yang menyeramkan itu. Ho Tiong Jong merasa bersalah, maka ia berseri-seri kemudian berkata. "Adik Giok, maafkan aku barusan aku kelupaan-"
"Aku harap kan jangan timbulkan soal demikian pula, yang membikin hatiku sangat pilu dan kepingin menangis. apakah kau senang melihat aku menangis terus-terusan?" demikian si nona menyesalkan-