"Harap cianpwee suka memberi maaf, supaya boanpwee meninggalkan ruangan ini dengan lega." demikian Ho Tiong Jong berkata pula.
Tapi lama ditunggu, jaga tidak mendengar orang tua itu membawa suara.
Diam-diam anak muda itu mendongkol dalam hatinya, kenapa pikirnya sombong benar orang tua itu, ia sudah merendah sampai begitu rupa, akan tetapi dianggap sepi saja seolah-olah suaranya itu tak dapat didengar.
Kini Ho Tiong Jong membuka matanya lebih lebar mengawasi kepada orang tua itu, hatinya tiba-tiba bercekat, Dengan pelahan-lahan ia menghampiri lebih dekat dan ketika diteliti, kiranya orang tua itu sudah menjadi mayat, pantasan tidak menjawab omongannya tadi.
Entah sudah beberapa lama kakek ini sudah menjadi mayat, keadaannya masih tetap seperti orang hidup yang sedang bersemedi
Tangannya tampak sedang memegangi patung kecil ditempelkan pada dadanya, agaknya seperti yang sangat menyayangi benda itu.
Ho Tiong Jong iseng tangannya lalu mengambil patung itu dan dilihatnya. Astaga... patung itu bagus sekali, di buat dari bahan batu kumala putih.
Patung itu merupakan bentuk badan wanita yang sempurna, kecantikannya yang luar biasa, hingga Ho Tiong Jong terpesona dan tangannya menggetar memegangnya.
Saat itu lantas berbayang air muka cantik jelita dari dua nona didepan matanya, Mereka itu bukan lain dari Seng Giok Cin dan Kim Hong Jie, Ho Tiong Jong seperti juga sedang membanding-bandingkan keelokannya dua nona itu dengan patung yang ada ditangannya. Lama dia dalam keadaan demikian, tiba tiba terdengar ia menghela napas dan berkata pada diri nya sendiri.
"Ya masing-masing ada membawa kecantikkannya sendiri, siapa lebih unggul sukar ditentukan, Giok Cin dan Hong Jie kelihatannya ada menaruh hati padaku, tapi... ah sayang aku seorang miskin, mana pantas aku menjadi pasangannya."
Ho Tiong Jong jadi ngelamun. Dewi asmara agaknya mulai mengadu biru dalam hatinya yang masih kosong.
Tapi sang Dewi tak berhasil mendobrak hatinya, karena adanya pikiran rendah diri, bahwa ia bukan pasangannya dari nona-nona tingkatan atas itu.
Dekat pembaringan itu terdapat satu meja kecil, diatasnya Ho Tiong Jong lihat ada batu kumala yang warnanya kemerah-merahan, hatinya tertarik dan lalu memegangnya, tiba tiba ia rasakan hawa hangat nyelusup masuk keseluruh badannya keluar dari batu tadi.
Hatinya sangat heran, ia tidak tahu itulah ada batu kumala api(Hwee-giok) yang menjadi benda buruan dari tiga pemuda Khoe-cong, Kong Soe Tek dan in Kie seng datang ketempatnya si kakek Souw Kie IHan yalah benda yang akan dihadiahkan kepada Kim Hong Jie.
Ketarik oleh keajaibannya batu kumala api itu, tanpa merasa, ia sudah bakal main ditelapakan tangannya, kemudian dimasukkan kedalam sakunya.
Kemudian ia memandang lagi patung wanita cantik tadi, ketika diteliti kiranya pada patung itu ada ukiran tulisan yang berbunyi.
"cay in sudah pulang kealam baka, tak dapat hidup kembali. Hatiku menjadi kosong oleh karenanya, dunia yang luas bagaikan menjadi sempit. Tidak ada kebahagiaan lagi dalam dunia, maka aku menyusul dia ketempat baka. catatan CIE KENG.
Ho Tiong Jong berdiri bengong setelah membaca ukiran tulisan tersebut.
Pikirnya, orang tua itu bernama cie Keng yang membuat patung wanita cantik bernama cay in. ia membuat itu sebagai kenangan akan istrinya yang sangat dicintainya itu yang mendahului ia pulang kealam baka.
Kebahagiaan hidup karenanya menjadi musnah dan hidupnya cie Keng selanjutnya menjadi tidak ada artinya, Akhirnya ia mengambil putusan untuk menyusul sang istri ketempat baka. Kesian.
"Ya cie lopek ..." terdengar Ho Tiong Jong berkata sendirian, "kau masih beruntung boleh dikata, karena kau sudah mengalami masa kebahagiaan hidup dan mengenangkan orang yang dicintai, tapi seperti aku... aku bernasib buruk. Hanya bahaya kematian saja yang dihadapi olehku sepanjang hidupku. Terlunta-lunta hidupku, dimana dan siapa orang tuaku, aku juga tidak tahu."
Setelah berkata kata demikian tampak wajahnya muram ia sangat berduka.
Dengan sangat hati-hati ia telah taruh- lagi patung batu kumala tadi ditempat asalnya itulah benda miliknya si kakek, tak dapat dibawa dari situ.
Kemudian setelah mereda dari dukanya, Ho Tiong Jong keluar dari goa itu setelah terlebih dahulu menutup kembali kamar batu rahasia itu sebagaimana asalnya. Ia berjalan dengan tundukan kepala.
Belum lama kakinya bertindak. tiba-tiba ia mendengar suara seorang wanita memanggil namanya, ia menjadi celingukan mencari dari mana datangnya suara itu.
"Tiong Jong" kembali ia mendengar orang memanggil
Suaranya merdu halus, tapi seperti mengandung sedih, tidak heran kalau Ho Tiong Jong menjadi tidak sabaran. Pikirnya tentu wanita itu dalam keadaan sulit makanya suaranya ada demikian sedih.
Tapi siapakah dia? Sebab yang mengetahui bahwa dirinya sudah hidup kembali hanya seng Giok Cin dan Li lo-sat Ie Ya.
Ketika untuk kesekian kalinya suara memanggil tadi terdengar, Ho Tiong Jong berteriak "Hei, kau ini siapa dan dimana adanya? Apakah kau ada encie Ie ?"
"oh, bukan, aku she Kim." jawab suara tadi.
Hatinya Ho Tiong Jong terkejut tapi dibarengi oleh rasa girang, sebab orang itu tentu tidak lain daripada Kim Hong Jie adanya.
Saat itu seperti keluar dari tumpukan batu, maka cepat cepat ia menghampiri tempat itu. Memang benar keluarnya dari sini, orang tidak tahu bahwa disini terdapat sebuah goa karena kealingan oleh tumpukan batu yang tinggi.
Betul saja tampak nona Kim yang elok sedang berdiri mengawasi kepadanya dengan bersenyum, memperlihatkan sepasang sujen-nya yang memikat.
Ho Tiong Jong buru buru menghampiri dan sambil mencekal tangan si nona yang halus ia berkata. "oh, Tuhan, terima kasih... terima kasih, akhirnya aku dapat menemukan kau juga disini, adik Hong..."
"Engko Jong" hanya ini saja yang meluncur dari mulutnya sigadis yang mungil saking terharunya dapat bertemu pula dengan pemuda pujaannya itu.
"Adik Hong, kau..."
Belum usai bicaranya, telah dipotong oleh Kim Hong Jie. "Engko Jong, barusan kau menyebut namanya encie Ie Ya, apakah sebenarnya memang kau datang kesini hendak mencari padanya ?"
Si nona menanya dengan sungguh, agaknya seperti yang menaruh cemburu. Ho Tiong Jong bingung, tak dapat memberi jawaban lantas.
"Adik Hong, nanti aku akan menceritakan duduknya. Yang penting sebaiknya aku lekas lekas menolong dirimu keluar dan
tempat ini, apa memangnya kau betah tinggal terus-terusan disini?"
Kim Hong Jie deliki matanya yang jeli sambil mesem.
"Hmm....siapa kesudian tinggal terus disini. Tapi kau lihat, apa aku bisa pergi begitu saja?" kata sinona sambil perlihatkan tangan kirinya yang dirantai dengan rantai halus dan dicancang menembus ke dinding goa.
Ho Tiong Jong terkejut melihatnya. "Ah, adik Hong, bagaimana kau bisa diperlukan begini rupa ? Tapi jangan kuatir, aku nanti putuskan rantai sekecil itu."
Berbareng ia coba gunakan dua tangannya dan mengerahkan tangannya untuk memutuskan rantai kecil ini, tapi tidak berhasil biar bagaimana Ho Tiong Jong berdagingan juga, ia jadi penasaran lalu mencabut goloknya dengan senjata ini ia mencoba membacok putus, tapi hasilnya serupa saja tidak bisa putus.
Masin penasaran, anak muda itu lalu pakai batu sebagai tatakan untuk membacok pitus rantai itu, tapi juga tidak berhasil, Ho Tiong Jong bukan main herannya, entah dengan bahan apa rantai yang demikian halusnya itu dibikin sehingga tidak dapat diputuskan oleh tenaga manusia dan bacokannya golok? Kim Hong Jie melihat Ho Tiong Jong menjadi kebingungan, lantas berkata.
"Engko Jong, sebaiknya kita bercakap-cakap saja, jangan menghiraukan rantai yang mengikat tanganku ini.."
"Habis apa kau mau terus-terusan dirantai begini saja? "menyelak Ho Tiong Jong.
Si nona bersenyum getir, "Engko Jong, kita sudah lima tahun lamanya berpisah dan tidak bercakap-cakap. selama tempo itu tentu kau ada mengalamkan banyak kejadian dalam perjalanan hidupmu, maka sukalah kau memberitahukan padaku?"
Ho Tiong Jong geleng-geleng kepalanya "Adik Hong," katanya, "sejak kita btrpisahan aku lantas bekerja dalam perusahaan piauw kiok, Dalam masa ini, kalau aku ceritakan benar benar aku merasa sedih, Tapi, ah, bagaimana dengan adik Hong sendiri?"
Kim Hong Jie bersenyum, sepasang sujen nya memain menarik hati.
"Engko Jong, aku ingin menanyakan kau satu perkara."
" Urusan apa, kau tanyalah," menyelak si pemuda.
"Kau keluar masuk di Seng Kee Po, apakah untuk pertama kalinya kau melihat aku lagi, apakah kau kenali itu gadis cilik yang menangis dipinggir sawah karena bonekanya kecemplung?" tanya si gadis sambil tersenyum manis.
Ho Tiong Jong tertegun. ia tidak pernah menyangka si nona akan majukan pertanyaan ini, setelah saling pandang sejenak dengan penuh kenangan lama si pemuda menjawab. "Adik Hong, masa aku sampai tak dapat mengenal kau si nakal."
"Engko Jong, kau kau..." si gadis nyeletuk sambil menyubit tangannya si pemuda.
"Aduh..." teriak Ho Tiong Jong pura-pura kesakitan sambil mengusap-usap tangan yang kena cubitan halus dari si jelita.
"Sakit? Hmmm... sekali lagi kau berani mengatakan si nakal, aku cubit lebih keras lagi dari barusan," sipengancam dengan wajah agak cemberut.
Ho Tiong Jong ketawa, ia mengawasi si cantik dengan sorot mata lain daripada lima tahun berselang, diwaktu Kim Hong Jie masih anak-anak umur dua belas tahun. Kini pandangannya penuh dengan rasa mesra dari seorang pemuda terhadap seorang gadis pujaannya, dahulu hanya merupakan pandangan kasih sayang dari seorang kakak terhadap adiknya saja.
Si gadis bukannya tidak tahu perobahan ini, maka dari cemberut tadi wajahnya sudah lantas berubah bersenyum-senyum yang bikin orang melamun. Keduanya saling pandang, keduanya saling untuk menyatakan isi hatinya.
"adik Hong..." Ho Tiong Jong memecahkan.
"Engko Jong...." jawab sigadis pelahan.
Kembali sunyi, dan pasang mata saling pandang dengan penuh arti.
"Adik Hong." kata si pemuda, "cubitanmu jauh bedanya dengan dahulu."
"Dulu bagaimana dan sekarang bagaimana."
"Dahulu kasar dan sakit."
"sekarang?"
"Halus seperti yang dielus."
Kim Hong Jie tundukkan kepalanya, wajahnya kemerah-merahan. Memang ia sendiri tahu, bahwa cubitannya Engko Jong dahulu dan sekarang jauh bedanya.
Dahulu sebagai anak nakal ia mencubit betul-betul, tapi sekarang setelah dewasa dan memandang Ho Tiong Jong sebagai pemuda pujaannya, cubitannya halus seolah-olah bergurau mengenangkan masa yang lampau. Suatu cubitan yang menimbulkan kenangan lama. Si pemuda berdiri bengong dengan penuh lamunannya.
Lama mereka terbenam dalam masing-masing lamunannya. Ho Tiong Jong baru sadar ketika Hong Jie perlihatkan sujennya yang memain dan matanya mengerling kepadanya.
"Engko Jong kau masih belum meneruskan ceritamu mengenai aku." si gadis berkata pelahan.
"Adik Hong," jawab sipemuda "ketika pertama kali kau diSeng-Kee Po, aku merasa berat untuk menegur kau karena
aku merasa bahwa diriku seorang lantang lantung yang tidak berguna, mana adik Hong mau mengenalinya lagi?"
"Engko Jong...." nyeletuk si gadis.