Kalau kini ia sampai memiiji-muji demikian rupa, sudah tentu pemuda itu bukan main lihaynya.
"Apa pemuda itu bukannya dia?" ia tanya dirinya sendiri.
Sedang pikirannya melayang layang, tiba-tiba dibikin kaget oleh pertanyaan ayahnya.
"Giok-Jie, aku ada mencurigakan senjatanya."
"Senjata apa dia gunakan?"
"Golok pusaka kita... "
"Ayah... " hanya ini yang keluar dari mulutnya yang mungil, dadanya berdebaran seketika itu, parasnya yang pucat agak kemerah-merahan-
Sang ayah menatap parasnya sang putri sekian lama, hingga Seng Giok cin tundukan kepalanya.
"Betulkah itu golok pusaka kita?" tegurnya.
" . . . mungkin. . . " jawabnya perlahan.
Puterinya yang biasa lancar bicara dan sangat tangkas mengatur sesuatu urusan, kini kelihatan agak gugup seolah-olah yang mempunyai kesulitan, membuat Seng Pocu menjadi heran dan mau mendesak puterinya tapi urung ketika satu pikiran berkelebat dalam otaknya.
Kalau melihat kelakuan pemuda lihay itu dan anaknya sekarang, seperti ada mempunyai hubungan apa-apa yang ia tidak tahu.
Tadi ketika ia bertempur, beberapa kali goloknya si pemuda hampir berhasil melukai dirinya, tapi heran tidak diteruskan, seolah-olah sengaja tidak ingin melukainya.
Kalau benar-benar pemuda itu bertempur dengan maksud membunuh, tadi rasanya tidak sukar mengambil jiwanya, Mungkin pemuda itu ada memandang pada dirinya, maka telah mengasih kelonggaran yang tidak diduga-duga.
Seng giok cin ada puteri tunggalnya, ia sangat sayang pada si nona yang otaknya sangat cerdik dan banyak akalnya, Maka melihat anaknya seperti mempunyai kesukaran untuk menuturkan kepadanya soal golok pusaka itu, ia tidak mau mendesak lebih jauh, hanya simpangkan pembicaraan kelain jurusan.
"Sudahlah Giok-jie mari ikut aku membantu mereka menangkap pemuda itu." kita Seng Eng, sambil berbangkit dari duduk nya dan berjalan keluar diikuti oleh seng Giok Cin dengan tundukkan kepala.
Selama mengikuti ayahnya, pikirannya terkenang pada pemuda pujaannya.
Ia tidak mengira sama sekail, kalau Ho Tiong Jong ada mempunyai kepandaian yang tinggi, dapat mengalahkan ayahnya yang tersohor mempunyai kepandaian jarang tandingannya.
Barusan, ketika bertempur dengan Ho Tiong dengan acuh tak acuh memberikan perlawanannya. Sebab kecuali anak muda itu memang tidak bermaksud jahat padanya, juga menang benar-benar kepandaiannya telah meningkat diluar dugaannya. Tapi kenapa Ho Tiong Jong tidak mau menemuinya.
Pertanyaan ini adalah yang mengaduk dalam otaknya.
Ia paham Ho Tiong Jong tentu mengerti bahwa ia ada mencintai padanya, tapi kenapa pemuda itu tidak terang-terangan menemui padanya? Malah ia sudah menculik Co Kang Cay hendak dibawa keluar benteng, apakah maksudnya
itu?
Rupa-rupa pertanyaan mengaduk dalam otaknya akan tetapi sulit ia dapat memecahkannya, Tindakkannya pemuda she Ho itu seolah-olah merupakan teka-teki yang sukar ditebaknya.
Kini ia dihadang oleh jago-jago kenamaan, apakah Ho Tiong Jong dapat meloloskan diri sambil membawa beban yang berupa dirinya Co Kang Cay.
Seng giok cin baru tersadar dari lamunan nya ketika mendengar ayahnya berkata.
"giok Jie, kau menjaga disini. Awas jangan kasih dia lolos, Kalau mereka lolos berarti membahayakan pada kedudukan kita, kau mengerti?"
"Aku mengerti ayah" jawab si nona seperti yang masih linglung.
Dengan cepat Seng Eng sudah melesat ke lain jurusan dan menghilang ditempat gelap.
Tempat yang ditugaskan untuk Seng giok cin juga adalah jalanan penting untuk orang dapat keluar dari Seng Kee Po. Meskipun ia mencurigai anaknya, tapi Seng Eng percaya puterinya tak akan menghianati ayahnya sendiri.
Kita kembali melihat Ho TioagJong, Pemuda itu setelah lari meninggalkan Seng Eng atas petunjuk co Kang cay telah mengumpat dalam satu bangunan di bawah tanah
Sebelumnya masuk ia turunkan co Kang cay dari gendongannya dibawah suatu pohon yang rindang,
Ia memeriksa goloknya, diam diam ia merasa terkejut ketika melihat goloknya gompal karena tadi dipakai menahan senjata rahasianya Seng Eng.
Ia mengerti hebatnya senjata rahasia mutiara merah itu, kalau saja tidak golokrya barusan yang menalangi merangkis nya, jiwanya tentu bisa melayang saat itu.
"Lihay " ia menggerendeng sambil menghela napas.
Pikirnya mengalami bahaya maut tadi tidak sampai mati, apakah nasibnya tidak jadi mati karena racunnya Tok kay didalam tubuhnya?
Setelah sekali lagi ia menghela napas lalu pondong tubuh co Kang cay masuk kedalam bangunan rahasia tadi, dimana mereka sembunyi untuk sementara waktu dari kejarannya Seng Eng, setelah mengasoh beberapa lama, Ho Tiong Jong ajak Co Kang Cay ke luar lagi, supaya malam itu juga mereka bisa meloloskan diri dari kekuasaannya Seng Eng dan kawan-kawannya.
Tapi ia tidak jadi keluar mengambil jalanan masuk tadi, karena ketika ia mengintip keluar mendapat lihat ada si muka merah Kim Toa Lip yang sedang menjaga.
"Lopek, bagaimana sekarang kita bertindak? Semua tempat rupanya sudah dijaga oleh orang orang kuat dari Seng Kee Po, apakah lopek tidak punya jalanan lain untuk kita keluar dari
sini dengan selamat?" tanya Ho Tiong Jong Co Kang Cay.
"Tiong Jong, kau jangan kuatir. Masih banyak jalanan untuk kita bisa keluar dari sini dengan selamat," jawab sikakek lumpuh.
Hatinya Ho liongJong lega mendengar perkataannya sang kawan tua.
"Bagus," katanya,"kita berusaha, kita mencoba, bagaimana juga harus kita berhasil meninggalkan tempat terkutuk ini."
Mereka lalu pergi ke lain bagian keluar, disini baru saja Ho Tiong Jong menongolkan kepalanya lantas melihat ada dijaga oleh seorang yang bersenjatakan bendera segi tiga.
Sipemuda kenali ia ada Co Tong Kang, salah satu orang lihay dalam Perserikatan Benteng perkampungan yang ia saksikan sendiri kepandaiannya ketika Co Tong Kang bertempur dengan Ceng Ciauw Nikow. IA kembali pada Co Kang cay dan berkata padanya.
"Lopek jalanan ini juga tidak aman- Diluar ada dijaga oleh Co Tong Kang, sulit kita melewatkan dia tanpa ada pertempuran yang hebat." Co Kang cay berpikir sejenak. kemudian ia berkata.
"Masih ada jalanan lain, entah disana dijaga oleh siapa, mari kita kesana ?"
Ho Tiong Jong lalu pondong lagi si kakek jalan mengikuti jalanan yang berbiluk-biluk, kemudian ia letakkan si kakek dan ia sendiri menghampiri tutup lubang yang merupakan pintu jala n keluar untuk mengintip siapa yang jaga disitu.
Hatinya tiba-tiba berdebar, karena ia melihat satu bayangan kecil langsing yang sedang menjaga dibagian itu. ia bukan lain tentu nona Seng, pikirnya.
Harapan dapat lolos dengan mendadak muncul dalam otaknya, ia paham akan besarnya cinta Seng giok cin atas dirinya, maka ia percaya si nona tidak ingin melihat ia mengalamkan kesulitan dan tentu akan memberi jalan kepadanya untuk keluar dari tempat itu. ^
Maka tanpa ragu-ragu ia telah gendong co Kang cay diajak keluar dari bangunan dibawah tanah itu, Ketika ia hendak menghampiri sinona telah dibikin merandek melihat ada bayangan seseorang yang mendatangi menghampiri si nona, cepat-cepat Ho Tiong Jong menyelingkar dibalik pohon besar. Terdengar orang tadi berkata. "giok-jie, apakah kau tidak melihat apa-apa?"
"Ah, dia Seng Pocu" pikir Ho Tiong Jong dibalik pohon-"Tidak. ayah." jawab si nona ringkas.
"Hati-hatilah kau menjaga, jangan sampai bocah itu lolos membawa co Kang cay. Aku banyak urusan mengontrol tidak lama-lama menemani kau. Nah, perhatikan apa yang ayahmu kata barusan-.. "
Omongannya belum habis, orangnya sudah lompat melesat menghilang dari pemandangan-
Diam-diam Ho Tiong Jong bersyukur dirinya tidak sampai dipergoki oleh kepala benteng yang kejam telengas itu.
Setelah keadaan sudah aman untuk ia menghampiri si nona, maka dengan perlahan-lahan sambil menggendong Co Kang Cay ia datang pada Seng Giok Cin-
Nona Seng terkejut melihat seseorang dengan menggendong orang datang menghampiri padanya tapi lekas hatinya menjadi tenang lagi ketika mengetahui bahwa orang itu bukan lain ada Ho Tiong Jong.
Ia menanti serangan Ho Tiong Jong, tapi heran pemuda itu tidak menyerang, sebaliknya malah mendekati padanya dan berkata, "Nona Seng, aku mohon kemuliaan hatimu supaya memberi jalan lolos kepada kami, untuk pertolongan mana kami seumur hidup tidak akan melupakannya . "
Seng Giok Cin hatinya berdebaran mendengar suara itu yang ia kenali betul.
"Hai, kau ini siapa?" si nona pura-pura menanya.
"Aku Ho Tiong Jong," jawabnya.
"Hai, bukan Ho Tiong Jong sudah mati?"