Golok Sakti Chapter 59

NIC

Seng Eng ketika mendapat laporan dari co Tong Kang, bahwa mayatnya Ho Tiong Jong dilarikan orang dalam hati sangat cemas, Maka lantas pergi kekamar bukunya dan dari tempat yang rahasia ia mengambil keluar segulung peta dari bangunan penjara air. ia meneliti dengan seksama jalanannya saluran air itu sampai dimana ternyata sampai dibelakang rumahnya di kebun bunga.

Lalu dari ini ada lagi jalan melalui satu tutupan dari besi yang dapat terbuka dan tertutup sendiri, yalah jikalau air dalam kamar tahanan meluap dapat mendorong itu tutupan menjadi terbuka, jikalau sedang air surut tutup itu tertutup sendirinya.

Dilihat dari keadaan dua jalan membuang air, itu yang tersebut duluan adalah jalanan yang paling gampang ditempuh untuk orang melarikan diri dari penjara air.

Meskipun demikian menurut pikirannya Seng pocu adalah tidak gampang diketahui oleh orang orang tawanan, jikalau tidak mengetahui dengan betul jalanan itu, yang memang ada dirahasiakan-

Pembangunan jalanan air itu Seng Eng telah borongkan pada satu pemborong she le, tapi orang ini bersama-sama anak buahnya setelah selesai membikin saluran rahasia itu telah dibunuh mati semuanya, inilah tindakan kejam, tapi Seng Eng anggap itu ada satu keharusan ia lakukan untuk menutup rahasia jalanan itu jangan sampai diketahui oleh orang luar.

Orang shw ie itu sudah mati, tapi sekarang bagai mana orang dapat mengetahui jalanan rahasia saluran air itu? Seng Eng jadi bingung. orang-orang penting dari "Perserikatan Benteng Perkampungan" memang mengetahui hal itu, akan tetapi mereka semua sudah bersumpah untuk tidak membocorkannya.

Seng Eng mengingat akan kawan-kawannya yang mengetahui hal itu, hatinya timbul ragu-ragu, apakah diantaranya ada yang mengingkari sumpahnya?

Maka pada malam itu, setelah ia memeriksa peta tersebut, lalu mengambil senjatanya ci Jit pian (cambukjari matahari), suatu senjata cambuk pusaka dari keluarga Seng, panjangnya satu tumbak, besarnya sebesar jari kelingking, bersinar berkilauan- Pada ujung pegangannya diperlengkapi dengan dua puluh dua butir mutiara merah sebesar senjata rahasianya.

Dengan membekal senjata pusaka ini, Seng Eng telah bikin pemeriksaan dan masuk juga kedalam lobang got, dimana secara kebetulan ia sudah berpapasan dengan Ho Tiong Jong yang sedang hendak keluar melalui jalanan itu.

Ho Tiong Jong telah turunkan co Kang cay dari gendongannya, lalu menghunus goloknya untuk siaga menghadapi kemungkinan.

Berdua telah mencoba untuk sebisa- bisa menahan napasnya, jangan sampai terdengar oleh orang disebelah depan, tapi apa mau telinganya Seng Eng sangat tajam, suara tarikan napas mereka tidak terlolos sebagaimana yang diharap oleh merek berdua. Dengan pelahan-lahan Seng Eng jalan menghampiri mereka.

Ho Tiong Jong cepat menggendong co Kang cay balik masuk. kemudian mengumpat dibalik kamar tahanan-

Sebentar lagi tampak Seng Eng sudah lewat didepannya. siapa lantas melakukan pemeriksaan didalam situ, justeru kesempatan ini digunakan oleh Ho Tiong Jong untuk lari nerobos melalui got tadi lagi.

Gerakannya tidak terluput dari perhatian nya Seng Eng, sebab ia lantas balikkan tubuhnya dan menguber. Ho Tiong Jong sudah berada diluar, Seng Eng juga cepat sudah menyusulnya .

"co lopek, kau tunggu sebentar, aku akan tempur padanya,." kata Ho Tiong Jong, sambil turunkan orang tua dari gendongannya dibawah sebuah pohon-Sebentar lagi Seng Eng sudah berada didepannya, membentak dengan suara keras "Hei, siapa kau, berani mati masuk bikin onar ditempatku ?"

Matanya berbareng melirik pada co Kang cay, hatinya sangat mendelu, sebab pemuda didepannya ini rupanya hendak membawa lari pada orang she co yang ia sudah kurung selama dua puluh tahun lamanya

Seng Eng tidak mengenali Ho Tiong Jong yang mukanya kotor hitam.

Memang sengaja Ho Tiong Jong bikin mukanya yang tampan dilapis dengan lumpur, supaya orang tidak mengenali dirinya, yang dianggapnya sudah mati Bentakan Seng Eng tak mendapat jawaban

Tentu Seng Eng Pocu menjadi marah, ia belum pernah mendapat sambutan acuh tak acuh dari seseorang yang ditegurnya. Maka ia lalu menyerang dengan angin kepalannya, tapi pemuda itu dengan seenaknya saja telah mengegos dan serangan Seng Eng telah mengenai sasaran kosong.

Kembali Seng Eng melancarkan serangan hebat, tapi juga seperti yang pertama tidak mendapatkan maksudnya. Hal mana membikin jago benteng Seng kee-po itu menjadi heran lawannya hanya mengandalkan kegesitannya sudah dapat mengegoskan dua serangannya ya tidak sembarangan orang dapat meloloskan diri dari pukulannya itu

Mengetahui lawanan berat, maka Seng Eng keluarkan cambuknya yang dibuat andalan dalam hidupnya malang melintang di rimba persilatan

Lawannya telah mengeluarkan goloknya yang berkilauan kena kesoroti rembulan.

Hatinya Seng Eng terkejut, karena ia seperti mengenali golok itu ada golok miliknya yang tergantung dalam kamarputerinya.

"orang liar, lekas katakan, kau dapat curi darimana golok itu?" ia membentak.

Tapi lawannya tidak menjawab, hanya menyerang dengan senjatanya, hingga Seng Eng sangat mendongkol, ia pun lantas gerakkan senjata cambuknya, hingga lawan itu dalam sekejapan saja sudah bertarung ramai sekali.

Co Kang cay menonton dibawah pohon dengan hati kuatir, diam-diam ia berdoa supaya Tiong Jong diberi kekuatan dapat mengalahkan Seng Pocu yang kejam.

Ho Tiong Jong membikin bingung lawannya, sebentar ia mainkan tipu-tipu serangan keluaran Hoa-sanpay, lalu Siauw-lim-pay, kemudian Bu tong-pay. Terutama permainan golok-keramatnya yang membikin Seng Eng sangat kagum.

Dari mana datangnya anak liar ini? Demikian diam-diam Seng Eng menanya pada diri sendiri, sementara itu serangan yang gencar dari pihak lawan yang menggunakan tenaga im

(lemas) dan yang (keras) membuat Seng Eng tak tetap menyerang dengan senjata cambuk pasakanya.

Sebagai sat ujago kawakan, yang sudah mempunyai nama dalam kalangan kangouw, terang Seng Pocu tidak mau mengalah terhadap lawannya yang masih sangat muda. Tapi bagaimana juga ia ngotot, kenyataannya ia bukan tandingan sang lawan-

Beberapa kali goloknya lawan hendak mampir ditubuhnya, akan tetapi tidak jadi, rupanya sang lawan seolah-olah menaruh belas kasihan-

Perbuatan mana bukannya tidak diketahui oleh Seng Eng, maka juga diam-diam hatinya mulai gentar menghadapi lawannya yang lihay. Sebenarnya, baru kali ini ia menghadapi lawan berat.

Satu kali cambuknya sudah dapat mendekati tubuh lawan, tapi goloknya musuh ada sangat cepat dengan satu sontekan yang oleh ujung golok, senjatanya Seng Eng telah dibikin terbang melayang-layang.

Seng Eng kaget, cepat ia melesat menyambuti cambuknya, kemudian ia hadapi lagi pemuda lihay itu. ia sebenarnya keder, tapi sebagai satu jago kenamaan ia tidak mau menyerah kalah mentah-mentah.

Apalagi hatinya sangat panas bila melihat co Kong cay pikirnya, kalau bisa ia akan membunuh dua orang itu.

Kembali pertempuran telah berlangsung dengan ramai sekali.

Cambuknya Seng Eng menari dan mengurung Ho Tiong Jong, akan tetapi anak muda itu dengan tenang putar goloknya yang tajam.

Sungguh indah sekali kelihatannya dua senjata itu dimainkan oleh dua orang yang mahir menggunakannya.

Dua-dua mengeluarkan ilmu serangannya yang hebat, maka tidak heran kalau kejadian itu telah membikin co Kang cay melongo, sekalipun ia sebenarnya tidak tahu apa-apa dalam hal ilmu silat, Hatinya merasa lega, karena melihat "jagonya" seperti berada diatas angin.

Meskipun cambuknya Seng Eng mengulung, tidak dapat berbuat banyak. Tubuhnya Ho Tiong Jong sangat gesit, ia pergi datang menyingkir dari sabetan pecut yang lihay, sementara goloknya berkelebatan seolah-olah malaikat elmaut hendak meminta korban, Berbagai tipu silat simpanan sudah dikeluarkan oleh seng Eng, tapi tetap lawannya yang masih sangat muda dapat melayaninya dengan bagus sekali. " celaka?" Demikian ia menghela dalam hatinya.

Ia kerahkan seluruh tenaganya untuk mendesak mundur lawannya, kemudian merogoh sakunya mengeluarkan senjata rahasianya sebuah mutira merah sebesar buah lengkeng, dengan mana ia menyambit.

Mutiara merah ini mengenakan dengan jitu pada dadanya si anak muda, akan tetapi heran, lawannya tidak rubuh. Malah, sekali ia bersiul nyaring lantas menyambar tubuhnya co Kang cay dibawah lari terbang.

Seng Eng kaget betul-betul, ia jadi bengong sejenak. Hatinya mulai jerih dangan tiba-tiba itulah tidak heran, karena Seng-Eng selama menjagoi dalam kalangan rimba persilatan senjata gelapnya itu belum pernah meleset kalau ia gunakan, korbannya akan rubuh dengan luka berat paling sedikit kalau tidak binasa seketika itu juga.

Tapi kali ini korbannya yang terkena jitu senjata rahasianya itu tidak apa apa, malah dapat melarikan diri demikian gesitnya, siapa yang tidak jadi kaget oleh karenanya?

Tapi ketika Ho Tiong Jong sudah berada tiga tumbak jauhnya, ia baru sadar dan paksakan menguber, cuma saja mengubernya tidak sungguh karena direm oleh perasaan takut kalau-kalau pemuda itu balik lagi dan menempur dirinya dengan kesudahan ia menjadi pecundangnya .

Setelah mengejar melewati beberapa tikungan, Seng Eng hentikan kakinya, ia tidak mau spekulasi dengan jiwanya, apa lagi kalau ingat tempat rahasia dari mana ia mengeluarkan peta saluran air d ipenjara air itu masih belum ia tutup rapih. Oleh karenanya, ia balikkan tubuhnya dan kembali ke kamar bacanya, dimana ia menutup rapih-rapih tempat rahasia itu.

Setelah ia mengasoh sebentaran, lalu pergi keruan-gan tempat berkumpul.

Ia menyuruh orangnya untuk panggil beberapa kaki tangannya dan sebentar lagi dalam ruangan itu sudah berkumpul PekBoe Taysu, Kim Toa Lip. co Tong Kang, Ban Slong Tojin, song Boe Kie, dua saudara oet-ti dan co Goen Tiong.

Rapat kilat ini membikin mereka heran, tapi mengerti Seng Kee Po sudah kedatangan musuh kuat, makanya Seng Pocu demikian repot kelihatannya.

Apa yang mereka duga memang tak salah, ketika sebentar lagi Seng Eng menerangkan adanya seorang pemuda yang lihay telah melarikan orang tawanan yang sudah dua puluh tahun lamanya ditahan dalam penjara air.

Ia bicara sengit dan minta supaya mereka dengan sungguh bikin penjagaan dan menangkap orang yang mengacau itu.

"Dia sangat lihay, meski orangnya masih sangat muda. Maka, kalau orang begini memusuhi kita dan tidak dapat dibekuk siang-siang niscaya kedudukan kita akan ambruk oleh karenanya, Maka itu, aku minta sekali lagi, haraplah sekalian saudara dengan sepenuh hati menjaga benteng kita dan menangkap padanya."

Demikian Seng Eng tutup bicaranya, ia tidak menceritakan yang ia barusan sudah bertanding dengan pemuda itu dan hampir menjadi pecundangnya.

Diantara mereka tidak ada yang majukan pertanyaan apa-apa, hanya menerima perintah dan melakukan penjagaan terpencar.

Setelah mereka berlalu, Seng Eng tinggal termenung-menung sendirian-Terdengar beberapa kali ia menghela napas.

"Ayah." tiba-tiba ia mendengar suara halus menyelusup dalam telinga. Itulah suara puterinya, yang masuk keruangan menghampiri padanya. Seng Eng hanya mengawasi puterinya tidak mengucapkan apa-apa.

"Ayah, kau sudah mengadakan sidang kilat malam-malam begini apa sebenarnya yang telah terjadi ?" si nona menanya dengan laku yang sangat manja.

Sang ayah tinggal membisu, seolah-olah ingatannya masih belum kumpul.

"Ayah, mengapa kau sampai begitu terpengaruh ?"

"Giok-jie. kau . . . kau . . ."

"Kau apa? Ada apa dengan giokjie ?"

"Kau tidak tahu, benteng kita sudah kemasukan satu pemuda yang lihay ilmu silatnya. Dia sudah menculik co Kang cay, tawanan kita yang sudah dua puluh tahun lamanya sungguh celaka sekali, kalau co Kang cay dapat meloloskan diri dari sini. ia tahu banyak tentang keadaan benteng kita, kalau ia membocorkan pada musuh kita dengan mudah mereka dapat membuat bentengan kita ambruk pertahanannya dan ludeslah sekali angan-angan kita untuk menjadi jago dalam rimba persilatan-"

"Ayah, bagai mana kau tahu pemuda itu sangat lihay?" si nona memotong.

"giok-jie, benar-benar dia sangat lihay, cambuk ayahmu yang telah mengangkat namaku dalam rimba persilatan tidak

ada gunanya dihadapkan kepadanya, malah malah senjata

rahasia ayahmu mutiara merah yang ampuh luar biasa tidak mempan menembusi dadanya yang terkena telak betul, Ah,

dia.... dia memang lihay..." Seng giok cin bingung juga melihat

kelakuan ayahnya.

Adatnya sang ayah sangat angkuh, tidak gampang-gampang memuji kepandaian orang.

Posting Komentar