Setelah mereka berjalan melewati beberapa gunung kecil, sampailah mereka diperbatasan lembah Liu-soa kok, dimana ada terbentang padang pasir.
"Aaaa, aku ingin juga mencoba menginjak pasir yang dikatakan berbahaya dan dapat menelan manusia..." tiba tiba Kong Soe Jin berkata, berbareng ia jalan menghampir dan lompat kepasir.
Tiba-tiba mukanya berubah, seperti juga ia mendapat kesulitan- Adiknya yang melihat engkonya dalam keadaan demikian cepat-cepat mengulurkan tangannya menolong sang engko. Tapi ternyata engkonya tak apa apa.
Pasir diinjak oleh Kong Soe Jin tadi bukannya bagian yang berbahaya maka ia berkata pada adiknya. "Aku tidak apa apa. hanya barusan aku gugup lantaran kaget."
Berbareng ia genjot tubuhnya lompat lagi ketempatnya tadi.
"Ya sute, aku hanya dapat mengantar sampai disini saja. Selanjutnya, kau harus menempuh perjalanan sendiri. Aku akan menantimu digunung yang barusan aku katakan padamu, disana aku akan mengawasi perjalananmu sebegitu jauh dapat dilihat oleh mataku."
"Ya, toako, legakan hatimu. Kau boleh kembali, aku akan menjaga diriku dengan hati- hati." jawab Kong Soe Tek. matanya mengawasi pada engkonya dengan perasaan berat.
juga demikian halnya dengan sang engko. Setelah menghela napas panjang, Kong Soe Jin telah berpisahan dengan adiknya dan ia terus naik lagi kegunung Hui-ci-san-
Koen cong diantar oleh nona Lauw Hong In dan dua adiknya si nona bernama Lauw cian dan Lauw Seng, malah Hui seng Kang juga turut mengantarnya.
Mereka berpisahan diperbatasan lembah Liu-soa kok. mereka ini tidak berpapasan dengan dua saudara Kong yang mengambil jalan dari jurusan lain-
In Kle Seng diantar oleh Gong Ci dan cong Yong, dalam mana turut serta juga nona yang lincah, ialah ciauw Soe soe. Merekapun mengantar hanya sampai diperbatasan lembah Lu-soa-kok dan kembali lagi ke gunung Hu-cui san-
Goa Pek oong tong dipuncak Si ban-leng itu berdinding batu buatan alam yang licin sekali. Untuk sampai pada kamar yang tinggi, orang harus melalui tiga kamar batu dan beberapa undakan dari batu yang diatur sangat kokoh dan rapat.
Dalam kamar batu yang tertinggi, di empat penjurunya berjendela satu kaki persegi. Dari jendela kamar ini orang dapat melihat semua keadaan lembah Liu-soa kok, Keadaan dalam goa Pek- cong- long tidak begitu luas.
Pertama masuk orang menemui kamar yang pertama keadaannya sederhana saja. Dinding batunya kasar dan tidak rata.
Kamar yang kedua diperaboti lengkap juga, seperti kursi meja dan tempat tidur yang semuanya terbikin dari pada batu. Suasana dalam kamar ini amat sunyi dan tentram, walaupun luasnya hanya tiga tumbak saja.
Diatasnya jalanan ke kamar ketiga ada sebuah papan batu licin mengkilat yang dapat menutup jalanan- Kamar yang ketiga ini lebar dan luas. inilah ada kamar batu terbesar diantara kamar-kamar batu lainnya.
Didalamnya terang, dindingnya dibuat dari pada batu kamala putih yang amat halus. Penerangan disini dipancarkan dari sebutir mutiara sebesar buah leci yang digantung ditengah-tengahnya kamar.
Perabotannya tampak lengkap. seperti meja kursi, ranjang, lemari buku besar dan lain-lainnya perabotan rumah tangga. Mejanya diberi taplak yang disulam indah, kursinya dikasih bantalan empuk dan pakai sarung yang disulam juga.
Kelambu pembaringan dipajang indah. Dipinggir lemari buku ada sebuah meja panjang, diatas mana ada ditaruh buku-buku dan anglo dari batu giok. Api dalam anglo itu terus menyala. Pada dinding dihiasi dengan gambar gambar kuno-dimana juga ada tergantung sebilah pedang pusaka.
Keadaan dalam kamar itn pendeknya serba resik menarik siapa yang memasukinya. Barang barang yang serba indah dalam kamar itu membuat orang terpesona melihatnya.
Kamar yang diperaboti serba indah ini adalah kamarnya kakek Souw Kie IHan- seorang kakek aneh yang sudah lama mengasingkan diri dari dunia kang-ouw, dimana dahulunya ia sangat terkenal namanya.
Saat itu ia sedang berdiri di jendela memandang keadaan disebelah luar goa nya.
Tiba-tiba ia berseru. "Eh" Kiranya olehnya telah dilihat ada tiga bayangan manusia yang sedang mendatangi kearah goa nya, mereka sudah dapat melewati padang pasir yang berbahaya.
Jauh ia mengasingkan diri dalam goa nya tidak ada satu manusia yang berani menginjak tempatnya, tapi kini ada tiga orang yang berbareng menyatroni.
Apakah maksudnya mereka? Apakah mereka itu ada orang-orang kuat yang akan mengganggu ketentramannya dalam tempat pengasingannya? Matanya terus mengawasi gerak-geriknya tiga orang itu.
Ia rupanya merasa kaget, karena sampai begitu jauh tampak mereka sudah memasuki daerah puncak si-ban-leng.
Keistimewaan disekitar puncak gunung Si-ban leng adalah gundul (tidak berpohon), hanya batu batu besar saja yang tampak malang melintang, Goa- goa yang terdapat di situ, entah berapa banyaknya menurut katanya orang ada seribu buah goa lebih.
Setiap goa entah berapa dalamnya, tidak terawat dan dari dalamnya menyiarkan bau yang tidak enak untuk hidung. Buruk seperti baunya jamur beracun yang basah.
Diceritakan Khoe Tiong setelah naik jauh keatas gunung, tiba-tiba memalingkan mukanya kebelakang, dilihatnya padang pasir yang berwarna putih, padang pasir yang dikatakan orang sangat angker dan dapat menelan manusia.
Kini ia sudah dapat melewatinya dengan selamat, Tapi kemana dua orang kawannya?
Ia celingukan mencarinya, akan tetapi tidak melihat mereka berdua, hingga diam-diam dalam hatinya yang jahat jelas merasa kegirangan, ia menduga bahwa dua kawannya itu tentu telah ditelan oleh padang pasir yang angker itu.
Ia melanjutkan perjalanannya, tampak di-sekitarrya sudah tidak ada pepohonan yang tumbuh. Hanya batu-batu besar saja yang pada malang melintang seolah-olah yang menghadang perjalanan orang yang berkunjung kesitu. Hatinya diam-diam merasa girang.
Goa Pek-cong-tong sudah berada didepan matanya. Apakah benar disekitarnya hanya kedapatan binatang-binatang berbisa saja? ia menanya pada dirinya sendiri.
Tapi bagaimana juga ia harus dapat membawa Hwe-giok untuk dihadiahkan kepada Kim Hong Jiu, gadis yang memikat hatinya. Siapa tahu, karena hadiah itu nona Kim akan jatuh hati kepadanya dan ia berjodoh dengan-nya.
Ia gerakkan pula langkahnya sampai pada jarak dua tumbak dari ia berdiri ia melihat ada sebuah goa. cepat-cepat ia menghampiri untuk menyelidikinya. Gua disitu amat banyak, dimana ia dapat mencari si kakek aneh itu?
Pikirnya, terpaksa ia harus menyelidiki satu persatu goa. Tapi sampai berapa lama? Ya. apa boleh buat, sudah kelanjur datang kesitu bagaimanapun ia harus berdaya mencarinya di goa mana kakek aneh itu bertempat tinggal.
Satu demi satu goa diperiksanya, Ia menggunakan batu besar dilemparkan kedalam goa untuk mengetahui didalamnya ada penghuninya atau tidak. Sudah ada beberapa goa yang diuji dengan batu lemparannya, semua batu seperti amblas kedalam lumpur. Tidak ada reaksi apa-apa yang menandakan bahwa didalamaya ada penghuninya.
Pada salah satu goa Koe cong hampir kena digigit oleh ular-ular kecil berbisa yang datang berbaris kearahnya dan hendak mencantol kakinya. Untung masih dapat kelihatan, ia melompat tinggi, kemudian menggempur dengan angin telapakan tangannya, hingga barisan ular ular kecil itu terbang berikut batu batu dan pasir.
Dilain goa ia coba lagi dengan pancingannya melemparkan batu ked alamnya. Kali ini batu yang dilemparkannya itu seperti terjatuh ketanah, bukannya kedalam lumpur. ia coba menyelidiki lebih seksama. Kiranya dalam goa itu sangat gelap. Ia lalu membikin api, dengan obor api ia coba masuk kedalamnya.
Tidak dikira, dalam goa itu ada sarangnya belalang. Begitu melihat api, kawaran belalang itu pada menyerbu, hingga Khoe cong ketakutan dan lekas-lekas mundur hendak keluar lagi. Tapi
kawanan belalang yang jumlahnya puluhan ribu, tidak memberi ketika ia meloloskan diri dan menyerbu demikian rupa sehingga Khoe cong pikir jiwanya kali ini akan mati dikerubuti kawanan belalang.
Meskipun ia menggunakan tenaga angin pukulannnya untuk mengusir kawanan belalang itu, hasilnya sia-sia saja. Entah berapa banyak binatang itu yang telah mati oleh gempurannya yang dahsyat, akan tetapi yang menyerbu jumlahnya ada berlipat ganda dari yang mati. Tidak heran kalau Khoe cong telah menjadi kewalahan oleh karenanya.