“Aku... tidak suka..... eh, tidak mau membohongimu eh, apakah maksudmu dengan pertanyaan
ini, nona?” Giok Lan tersenyum dan terpaksa Kwee Cin meramkan kedua matanya karena tidak tahan menyaksikan wajah yang sedemikian manisnya! Ketika ia membuka matanya lagi dan melihat deretan gigi seperti mutiara, sepasang mata seperti bintang pagi, pandang matanya seperti melekat pada wajah itu sehingga sukar baginya untuk berkedip,
“Kwee-koko.... kenapa engkau memandangku seperti itu. ??” Lembut sekali pertanyaan ini, akan
tetapi bagi Kwee Cin sekaligus merupakan kalimat-kalimat yang membawa bahagia dan juga mengandung ancaman! la berbahagia sekali mendengar gadis itu tidak lagi menyebut “saudara” melainkan berubah menjadi koko (kanda), akan tetapi pertanyaan itu sendiri merupakan ancaman yang sukar dijawab.
“Aku..... eh, aku..... maafkanlah, Lan-moi (dinda Lan)..!” Giok Lan menggeleng kepalanya,
“Tidak perlu minta maaf, aku suka kepadamu, Kwee-koko. Akan tetapi... ketahuilah bahwa aku.....
mencinta Bu-koko. !”
“Tentu saja! Kwan Bu adalah kakakmu, tentu saja engkau mencintainya sebagai seorang kakak, moi- moi, Akupun mencinta Kwan Bu, mencintainya sebagai seorang sahabat baik. Akan tetapi engkau dan aku….. eh, aku dan engkau…” Melihat pemuda itu demikian gugup dan bingung, Giok Lan tak dapat menahan lagi kegelisahan hatinya dan ia tersenyum lebar, menahan suara ketawanya karena tidak ingin mengganggu Pat-jiu Lo-koai yang sedang bersamadhi menyembuhkan dirinya sendiri, Ketika ia mengerti bahwa gadis itu tertawa karena geli menyaksikan kegugupannya, Kwee Cin hanya tersenyum-senyum malu.
Kwan Bu dapat melihat keadaan adik tirinya dan Kwee Cin, Diam-diam ia merasa bahgia dan mudah- mudahan dua orang muda itu dapat berjodoh, Dia mengerling kepada Siang Hwi yang masih menunduk dan diam-diam ia menghela napas, Kwee Cin dan Giok Lan merupakan pasangan yang setimpal dan cocok. Akan tetapi dia dan Siang Hwi? Mungkinkah gadis bekas majikannya ini dapat menghargai dia sebagai seorang pria yang patut dijadikan suami? Mungkinkah bagi seorang gadis seperti Siang Hwi untuk membalas cinta kasihnya? Dia mencinta Siang Hwi, hal ini tak dapat ia pungkiri lagi, Semenjak dahulu ia mencinta Siang Hwi, dan betapapun gadis ini telah menyakiti hatinya berkali-kali. ia tetap mencintainya dan tidak merasa sakit hati, Inilah cinta! Cinta mengguncang segala sendi batin, cinta antara pria dan wanita mempengaruhi ketenangan, mempengaruhi pertimbangan sehingga pertimbangan batin menjadi miring,
Kwan Bu termenung dan teringat akan pelajaran Nabi Khongou yang terdapat dalam kitab Tiong- yong, Cinta kasih antara pria dan wanita itu termasuk sebuah diantara empat perasaan manusia yang pokok, yaitu Kesenangan, Tiga yang lain adalah Kemarahan, Kedukaan, Dan Kegembiraan. Kesemuanya disebut perasaan Hinouw-ai-lok, Sebelum sebuah diantara perasaan ini timbul, keadaan manusia disebut dalam keadaan Jejek (tidak condong ke kanan kiri atau Tiong (tengah-tengah) yang tercipta dalam tidur atau bersamadhi, Apabila sebuah diantara perasaan-perasaan timbul, hal ini adalah manusiawi dan tak dapat dielakkan, kita harus dapat mengendalikannya dan mengenal batas- batasnya sehingga terciptalah keadaan Hoo (Hormon) MENGUASAI dan MENGENDALIKAN perasaan atau ada yang menyebutnya nafsu inilah yang merupakan pokok daripada pelajaran itu,
Kwan Bu termenung dan memikirkan keadaan dirinya sendiri, Dia mencinta Siang Hwi sehingga rasa cinta yang mendalam itupun membuat segala pertimbangannya patah, Nafsu perasaan menimbulkan hal-hal yang lucu dan aneh di dunia ini, diantara penghidupan manusia, orang yang mencinta akan menganggap segala sesuatu akan diri orang yang dicinta itu baik dan benar belaka, Bahkan kotorannya pun berbau sedap bagi orang yang sedang tergila-gila, Sebaliknya, orang yang membenci akan menganggap segala sesuatu akan diri orang yang dibencinya itu buruk dan salah belaka, Bahkan kebaikan yang dilakukan orang yang dibencinya itu akan memuakkan dan dianggapnya sesuatu yang palsu dan pura-pura! Kwan Bu menghela napas panjang dan berbisik,
“Bu-siocia….. terima kasih saya ucapkan atas segala pembelaanmu…?” Siang Hwi mengangkat muka memandang wajah pemuda itu, lalu menunduk lagi,
“Aku hanya bicara sebenarnya…... bahkan….. akulah yang menimbulkan semua penghinaan dan penderitaan bagimu. Aku…... aku harus memohon maaf darimu…..” Tiba-tiba wajah Kwan Bu menjadi pucat, matanya terbelalak, sehingga Siang Hwi menjadi terkejut sekali, menyangka bahwa omongannya tadilah yang membuat Kwan Bu seperti itu. Akan tetapi ketika melihat bahwa pandang mata Kwan Bu ditujukan ke arah belakangnya, Siang Hwi cepat membalikkan tubuhnya menengok dan ia pun terkejut sekali, Bersama Kwan Bu ia lalu bangkit berdiri dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan, Melihat keadaan dua orang ini, Kwee Cin dan Giok Lan menengok dan merekapun sudah meloncat bangun, menggabungkan diri mendekati Kwan Bu dan Siang Hwi,
Mereka berempat tanpa mengeluarkan kata-kata sudah sepakat untuk maju bersama, saling melindungi, menghadapi ancaman yang datang ini, yang merupakan dua orang kakek, yaitu Loan Khi Tosu wakil ketua Bu-tong-pai dan Ho-sim Pek-mo, tokoh panglima pengawal istana kaisar! Sementara itu Pat-jiu Lo-koai masih duduk bersamadhi mengusir hawa beracun dari lengannya. Sungguhpun racun itu sudah turun dan hanya sampai pergelangan tangannya, namun belum habis semua dan keadaan kakek itu nampak lelah sekali, Akan tetapi wajah hwesio gendut ini tetap tenang-tenang saja, bahkan ia membuka matanya dan tersenyum lebar ketika ia mendengar bentakan suara Loan Khi Tosu,
“Pat-jiu Lo-koai! Engkau sungguh menghina Bu-tong-pai!” Pat-jiu Lo-koai yang sudah membuka mata itu dan masih duduk bersila, memandang bergantian ke arah Loan Khi Tosu dan Ho-sim Pek-mo, kemudian menjawab sambil tertawa.
“Ha-ha-ha, sungguh lucu sekali! karena ambisi, kalian datang bertentangan. yang seorang pro, yang seorang anti kaisar! Sekarang karena pribadi, untuk menghadapi pinceng kalian bersatu! Wah, palsu….. palsu…..!” Loan Khi Tosu menudingkan tongkatnya ke arah muka Pat-jiu Lo-koai dan berkata dengan suara tegas dan berwibawa,
“Pat-jiu Lo-koai engkau adalah seorang tokoh besar di dunia kang-ouw, apakah tidak mengenal aturan dunia kang-ouw? Kami pihak Bu-tong-pai hendak menangkap murid-murid kami sendiri, apakah engkau begitu tak tahu malu untuk mencampuri urusan dalam dari Bu-tong-pai?”
“Hah-hah, sungguh menjemukan!” kata pula Ho-sim Pek-mo, “Seorang tokoh besar tingkat tinggi semestinya dapat menjaga nama besar dan dapat menjaga sepak terjang sendiri. Pat-jiu Lo-koai sebagai seorang tua yang sudah berpengalaman tentu engkau maklum apa artinya kemurnian tugas, Aku adalah seorang yang bertugas untuk kaisar, dan aku mendapat tugas untuk menangkap orang- orang yang telah merugikan barisan pengawal, Mengapa engkau sebagai seorang pertapa tua, tidak malu-malu untuk muncul dan mencampuri urusan kami, membela orang-orang bersalah tanpa alasan sama sekali?” Pat-jiu Lo-koai masih duduk bersila dan pandang matanya berubah, seolah-olah ia berduka mendengar ucapan dua orang tokoh besar itu. Kwan Bu yang melihat ini dapat mengerti keadaan suhunya yang terdesak oleh omongan-omongan yang menekan, dan maklum betapa sukarnya bagi suhunya untuk menjawab,
Suhunya selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, yang membela siapa saja yang benar, menentang siapa saja yang salah, kini berada dalam keadaan tersudut oleh omongan kedua orang itu yang mengemukakan aturan-aturan. Tiba-tiba terbayang dalam ingatan Kwan Bu ketika ia berhadapan dengan Koai-kiam Tojin Ya Keng Cu, yang ketika ia masih kecil dan sengaja menghadapi Tosu ini yang mengancam keluarga Bu Keng Liong, Untuk mengusir Tosu itu, secara mengawur ia mengaku murid seorang hwesio berlengan delapan dan ketika Pat-jiu Lo-koai muncul dia benar- benar diaku murid karena memang bagi seorang hwesio, semua orang adalah muridnya! Teringat akan ini, cepat Kwan Bu menggunakannya sebagai aksi dan ia berkata lantang.
“Hendaknya jiwi locianpwe (kedua orang tua perkasa) tidak salah menduga dan mengira bahwa suhu membela kami tanpa alasan, Hendaknya diketahui bahwa kami adalah murid-murid suhu, sebagai seorang guru yang mencinta murid-muridnya, tentu saja suhu tidak akan membiarkan murid- muridnya yang tak bersalah dihina dan dicelakai orang,”
“Sejak kapan Kwee Cin dan Bu Siang Hwi dua orang kecil murid Bu-tong-pai, menjadi murid Pat-jiu Lo-koai?” bentak Loan Khi Tosu dengan marah dan tidak percaya akan ucapan Kwan Bu.
“Sejak sekarang!” kata Kwan Bu dan Kwee Cin yang mengerti akan maksud Kwan Bu segera menyambar tangan Siang Hwi dan ditariknya berlutut di depan Pat-jiu Lo-koai sambil berkata, “Mohon suhu tidak membiarkan teecu berdua terhina orang…..” Kwan Bu juga sudah menyambar tangan Giok Lan dan ditariknya berlutut di depan hwesio itu sambil berkata, “Adik teecu Giok Lan juga mohon perlindungan suhu sebagai gurunya yang baru,” la lalu menambahkan perlahan, Harap suhu ingat bahwa semua manusia adalah murid-murid suhu, maka suhu tidak dapat mengingkari bahwa mereka ini adalah murid-murid suhu pula,” Pat-jiu Lo-koai tertawa lalu bangkit berdiri.
“Ha-ha-ha, Loan Khi Tosu dan engkau Ho-sim Pek-mo, Kalian sudah melihat sendiri dan pinceng harus mengakui bahwa mereka ini semua adalah murid-murid pinceng yang harus pinceng lindungi. Kalian berdua boleh juga menjadi murid-murid pinceng yang memang bertugas mengajarkan pelajaran Budha kepada setiap insan! karena itu sebagai nasihatku yang pertama, lebih baik kalian dua orang tua pergi saja dan biarlah perkara ini habis sampai di sini agar dunia tidak ditambah lagi dengan pertentangan-pertentangan baru yang hanya akan menimbulkan kerusakan dan kebinasaan,” Muka wakil ketua Bu-tong-pai menjadi merah sekali,
“Pat-jiu Lo-koai. tak perlu lagi pinto sembunyikan, Memang kami berdua, pinto dan sahabat Ho-sim Pek-mo telah bersepakat untuk menghadapimu yang menghina kami, kami berdua untuk sementara menunda pertentangan kami karena politik, dan bersama menghadapimu, Namun, jika engkau masih suka memandang persahabatan di dunia kang-ouw, kamipun tidak akan terlalu mendesakmu dan hanya menuntut agar engkau suka menyerahkan orang-orang muda ini kepada kami, dua orang murid Bu-tong-pai harus diberikan kepada pinto, adapun dua orang muda yang sudah membunuh pembantu-pembantu kaisar, yaitu dua orang muridmu sendiri yang terbunuh oleh pemuda itu, harus diserahkan keapda Ho-sim Pek-mo.”
“Setan gundul! Apapun yang kau katakan, kami menghendaki orang-orang muda itu!” bentak Ho-sim Pek-mo.
“Dan pinceng tetap akan melindungi mereka, tidak takut akan pengeroyokan kalian.” kata Pat-jiu Lo- koai. Melihat sikap hwesio tua yang sakti ini, Kwee Cin, Giok Lan, dan Siang Hwi diam-diam menjadi girang dan kagum. Akan tetapi Kwan Bu memandang penuh kekhawatiran. la maklum bahwa selain amat lelah, suhunya masih dicengkeram oleh hawa beracun yang berkumpul di tangan kanannya dan jika suhunya dipaksa mengerahkan sinkangnya yang sudah banyak berkurang, tentu akan berbahaya sekali,
“Pat-jiu Lo-koai, kematianmu sudah di depan mata, Lihat senjatakul” Ho-sim Pek-mo berseru keras sekali dan berkelebatlah dua sinar hitam dan putih ketika kakek ini menerjang maju dengan sepasang rodanya yang amat lihai, juga Loan Khi Tosu sudah menerjang maju dengan gerakan tongkat bambunya yang biarpun hanya sepasang tongkat butut akan tetapi keampuhan dan bahayanya tidak kalah oleh sepasang roda di tangan Ho-sim Pek-mo itu. Terjangan mereka berdua itu hebat bukan main sehingga gerakan kaki tangannya sambil mencelat mundur,
Dengan dorongan kedua lengannya, angin pukulan sinkang yang hebat membuat Loan Khi Tosu dan Ho-sim Pek-mo terkejut dan terdorong mundur, Bukan main hebatnya pukulan jarak jauh dari Pat-jiu Lo-koai ini sehingga dalam jarak dua meter ia mampu mendorong mundur dua orang lawan seperti wakil ketua Bu-tong-pai itu dan panglima paling lihai dari para pengawal kaisar! Namun, dua orang kakek itu bukanlah orang sembarangan, Ilmu silat mereka tinggi sekali dan mereka sudah menerjang maju lagi dengan hebat. Sepasang roda di tangan Ho-sim Pek-mo seolah-olah telah berubah menjadi sepasang burung garuda yang menyambar-nyambar ganas mengancam tubuh bagian atas dari hwesio itu, sedangkan tongkat bambu di tangan Loan Khi Tosu seperti sebatang pedang yang mengancam tubuh bagian bawah, Pat-jiu Lo-koai menjadi repot juga dan terpaksa hwesio yang gendut ini menggunakan kedua kakinya mengelak sambil mencelat ke sana ke mari, dan kadang-kadang menggunakan kedua lengannya yang mengeluarkan angin pukualan sakti itu menangkis senjata lawan. Namun, kedua orang pengeroyoknya terus melancarkan serangan bertubi-tubi, membuat hwesio ini sama sekali tidak mampu untuk balas menyerang. Apalagi karena hwesio tua itu sudah kehilangan banyak sekali tenaga sinkang ketika ia mengobati Kwan Bu, kemudian mengobati dirinya sendiri, kini, melawan dua orang pengeroyok yang sakti dan memaksa dia harus mengerahkan sinkang, benar-benar amat melelahkan tubuhnya yang sudah tua dan mulailah ia terdesak dan mundur-mundur terus,
“Sungguh kalian merupakan dua orang tua yang tak patut dihormati! Suhu sedang terluka dan kalian mengeroyoknya secara tidak tahu malu!” Kwan Bu berteriak dengan marah dan tubuhnya sudah meloncat ke depan, didahului sinar merah pedangnya ketika ia menyerbu untuk membantu suhunya.
“Trakkkkk...!” Tubuh Kwan Bu terlempar dan bergulingan. Ketika ia bangkit duduk kembali, wajahnya pucat sekali dan dari ujung bibirnya mengalir darah! Ternyata ketika pedangnya tertangkis tongkat Loan Khi Tosu dan tenaga dalam mereka bertemu melalui dua senjata itu. Kwan Bu merasa betapa tenaganya amat lemah dan ia terpukul tenaga dalam yang hebat sehingga napasnya menjadi sesak dan wajahnya pucat, Tahulah dia bahwa dia terluka di bagian daiam dadanya, akan tetapi untuk membela suhunya, pemuda ini sudah bangkit kembali dan menerjang maju.
“Kwan Bu, jangan maju! Pinceng paling tidak suka mengeroyok lawan! Ha-ha, kau lihat, mereka berdua ini belum tentu dapat merobohkan Pat-jiu Lo-koai. Tangan mereka hanya empat buah, sedangkan tangan pinceng ada delapan buah, mana mungkin mereka bisa menang?” hwesio yang terdesak masih mampu mempermainkan dua orang lawannya, Memang julukannya adalah Pat-jiu Lo-koai (Setan Tua Elertangan Delapan) dan kini mulaiiah ia bersilat secara aneh sehingga kedua tangannya itu seolah-olah telah berubah menjadi delapan saking cepatnya kedua gerakan tangannya. Akan tetapi, hwesio itu sudah amat lelah dan senjata kedua orang lawannya itu benar- benar tak boleh dipandang ringan sehingga sebentar saja ia sudah mulai mundur-mundur pula.