Dendam Si Anak Haram Chapter 74

NIC

Hwi terisak. kemudian ia menghadapi para anak murid Bu-tong-pai. sambil berkata. “Locianpwe sekalian adalah tokoh-tokoh Bu-tong-pai sedangkan saya sendiri puteri mendiang ayah Bu Keng Liong secara tidak langsung juga murid Bu-tong-pai. Biarpun saya tidak mengerti betul peraturan Bu-tong-pai, akan tetapi saya tidak berani berbohong kepada perguruan ayah saya sendiri.” Loan Khi Tesu mengelus jenggotnya.

“Siancai... siancai... anak baik, jadi engkau ini puteri mendiang Bu Keng Liong? Coba Ceritakan jangan ragu-ragu apa yang hendak kau lakukan dengan kedatanganmu ini.”

“Saya tadi telah mendengar apa yang dituduhkan supek Lauw Tik Hiong kepada Kwan Bu. Saya tahu bahwa supek juga hanya mendengar dari lain orang akan tetapi sesungguhnya semua yang dikatakan ini adalah fitnah yang dijatuhkan oleh orang-orang ini atas diri Kwan Bu dan sayalah orangnya yang mengetahuinya sendiri, yang akan dapat menjelaskan bahwa semua itu fitnah belaka.” Loan Khi Tosu mengerutkan keningnya,

“Apa jaminannya bahwa yang hendak kau ceritakan ini adalah hal yang sebenarnya bukan sebuah kebohongan lain yang semata kau keluarkan untuk menolongnya?”

“Jaminannya adalah nyawa saya. Locianpwe. Kalau saya mengeluarkan kata-kata bohong, biarlah saya menyerahkan nyawa saya dan rela untuk dibunuh!” Kwan Bu memandang dengan mata terbelalak, wajahnya berubah dan pandang matanya sayu, jantungnya berdebar. Benar-benarkah ini Bu Siang Hwi, gadis yang dahulu sering kali mendatangkan rasa perih di hatinya yang seringkali memandang rendah dan menghinanya. Inikah Bu Siang Hwi, yang memandangnya sebagai seorang anak haram, sebagai seorang bujang, atau kacung? Sekarang hendak membelanya dengan taruhannya nyawa! Hampir ia tidak dapat mempercayai mata dan telinganya sendiri.

Sementara itu, Lauw Tik Hiong dan para anak murid Bu-tong-pai yang lain tidak berani mengeluarkan kata-kata karena yang bicara sekali ini adalah puteri Bu Keng Liong sendiri, bukan pihak musuh mereka. semua tahu bahwa Bu Keng Liong tewas sebagai seorang pejuang, dan bahwa gadis ini pun seorang pejuang pula. Semua mata memperhatikan Siang Hwi, semua telinga ditujukan untuk mendengar kata-katanya. kecuali Kwee Cin dan Giok Lan yang saling bertukar pandang. Kwee Cin dengan pandang mata mesra. sedangkan Giok Lan dengan pandang mata bingung dan jantungnya berdebar tidak karuan! Hening keadaan di situ, kemudian terdengar lagi suara Siang Hwi yang telah ditunggu-tunggu banyak telinga,

“Makian yang dilontarkan kepada Kwan Bu bahwa dia seorang anak haram yang hina hanya akan dikeluarkan oleh mulut orang yang lebih hina lagi! Saya sendiri telah mengucapkan makian itu Locianpwe, Bahkan sebagai anak haram, dan saya menyesal sekali, kini terbuka mata saya bahwa manusia boleh menyebutnya anak haram, namun tidak haram di mata Tuhan! Dia anak yang tidak berdosa, yang tidak tahu apa-apa. Ibunya pun seorang wanita yang bersih, yang melahirkan dia karena kekejian seorang pria yang memperkosanya. Dapatkah kita menyalahkan ibunya atau si anak sendiri yang terlahir karena kehendak Thian pula, melalui perbuatan keji orang lain? Tidak Locianpwe, kalau Lauw-supek menganggap dia sebagai seorang anak haram yang terlalu rendah untuk berunding dengan Locianpwe, maka supek keliru dan pandangannya dangkal sekali!”

Debar pada jantung Kwan Bu makin cepat dan diam-dia ia merasa terharu, juga girang sekali- Sungguh tidak pernah disangkanya bahwa ucapan seperti ini akan keluar dari mulut gadis yang biasanya sombong dan angkuh ini, yang lain-lain juga diam saja, diam mempertimbangkan ucapan gadis itu dan karena mereka semua terdiri dari orang-orang gagah yang memiliki sifat adil, maka diam-diam mereka pun dapat membenarkan pendapat itu. Loan Khi Tosu mengangguk-angguk. “Hemm, omonganmu bukan semata membela pemuda itu, akan tetapi mengandung kebenaran, lanjutkanlah.”

“Hal itu tadi saya kemukakan kepada locianpwe hanya untuk menebus kesalahan saya yang dahulu mempelopori makian anak haram kepada diri Kwan Bu, agar didengar oleh semua orang kalau saya menarik kembali segala makian itu dengan penyesalan yang mendalam dan bahwa saya sebagai pemakinya malah jauh lebih rendah dari pada orang yang saya maki..”

“Bu-siocia ” Kwan Bu berseru perlahan, keluhan hatinya yang amat terharu. Akan tetapi Siang Hwi

seolah-olah tidak mendengarnya, padahal sebenarnya gadis ini tidak berani memandang kepada pemuda itu, khawatir kalau-kalau keharuan akan mengurangi kekerasan hatinya yang sudah bulat untuk membela Kwan Bu di depan para tokoh Bu-tong-pai ini.

“Locianpwe, tadi Lauw-supek mengatakan bahwa Kwan Bu adalah orang yang telah mengakibatkan tewasnya banyak pejuang, termasuk ayah saya. Anggapan seperti ini pernah pula saya miliki, karena itu saya tidak menyalahkan Lauw-supek yang mempunyai anggapan seperti itu karena tidak tahu akan duduknya hal yang sebenarnya. Kwan Bu sama sekali bukan seorang kaki tangan pengawal kaisar, bukan pula pembantu pejuang. Dia seorang yang bebas tidak terlibat dan tidak mau melibatkan diri dengan permusuhan antara mereka yang pro dan kontra kaisar. Pendiriannya merupakan ketaatan terhadap mendiang ayah. Dahulu ayah sayapun seorang yang tidak sudi melibatkan diri dengan pertempuran antara bangsa sendiri, tidak membantu mereka yang anti maupun yang pro kaisar. Sayang muncul peristiwa terbunuhnya orang tua Liu Kong sehingga ayah terseret dan terlibat sehingga mengalami kematian dalam pertempuran, Kwan Bu sama sekali tidak pernah membantu pengawal dan kalau beberapa kali dia secara kebetulan datang dengan waktu yang sama dengan pengawal-pengawal istana, hal itu di luar kehendaknya dan di luar pengetahuannya. Dan karena kebebasannya itulah Kwan Bu dimusuhi dua pihak, baik para pengawal maupun para pejuang menganggapnya musuh.”

Dengan panjang lebar Siang Hwi menuturkan tentang diri Kwan Bu. semenjak masih kanak-kanak tinggal di rumah keluarga Bu sebagai kacung atau anak seorang pelayan, sampai menjadi dewasa menjadi murid Pat-jiu Lo-koai. Diceritakan betapa Kwan Bu membela keluarga Bu yang diserang oleh para pejuang. Diberitakan pula pembelaannya ketika keluarga Bu yang diserang oleh para panglima pengawal, kemudian betapa dalam usahanya mencari musuh besar ibunya, Kwan Bu menyerbu ke Hek-kwi-san karena mengira bahwa Sin-to Hek-kwi adalah musuh besarnya sehingga ketika secara kebetulan para pengawal istana juga menyerbu Hek-kwi-san dibantu oleh dua orang murid lain dari Pat-jiu Lo-koai, Kwan Bu dengan sendirinya disangka membantu para pengawal membasmi para pejuang.

“Demikianlah, locianpwe. Sudah jelas bahwa Kwan Bu bukanlah seorang hina, bukan pula seorang jahat, melainkan seorang yang bernasib malang sejak dilahirkan. Dia benar sute dari Phoa Siok Lun yang jahat, akan tetapi tahukah locianpwe di mana Siok Lun itu sekarang? Telah mati, dan siapa pembunuhnya? Bukan lain Kwan Bu sendiri yang terpaksa membunuhnya karena suhengnya amat jahat. Masihkah locianpwe dan para tokoh Bu-tong-pai yang gagah perkasa dan adil menganggap dia seorang pemuda jahat?” Selagi semua orang yang mendengar penuturan panjang lebar dari Siang Hwi itu termangu dan Kwan Bu sendiri menjadi terharu tiba-tiba terdengar suara yang parau dan keras menyakitkan anak telinga.

“Ha-ha-ha-ha, apa saja yang tidak dilakukan wanita yang sedang dimabok Cinta. Bocah ini telah membunuh suhengnya sendiri, membunuh ayahnya sendiri, masih tidak dikatakan jahat! Ha-ha-ha!” Semua orang menengok dan terkejut karena ternyata tempat itu telah terkurung oleh sedikitnya lima puluh barisan pengawal yang agaknya tadi mengurung secara diam-diam dan baru sekarang muncul setelah terdengar suara itu. Yang tertawa adalah seorang kakek tua sekali, rambutnya panjang terurai berwarna hijau, tubuhnya yang kecil kurus tampaknya lemah sekali, pakaiannya adalah pakaian pengawal bersulam benang emas yang indah, Di kanan kiri kakek ini muncul pula Gin- san-kwi Lu Mo Kok, pengawal nomor satu dari istana kaisar, sedangkan yang seorang lagi adalah Kim I Lohan, hwesio yang menjadi pengawal, seorang tokoh yang meninggalkan Siauw-lim-si. Para anak buah Bu-tong-pai yang jumlahnya sepuluh orang itu bersiap-siap, meraba gagang senjata masing- masing,

Akan tetapi Loan Khi Tosu mengangkat tangan memberi isarat agar anak buahnya bersabar, Adapun Kwan Bu yang melihat Gin-san-kwi Lu Mo Kok dan Kim I Lohan, dua orang musuh lama, maklum bahwa keadaan para anak murid Bu-tong-pai dan dia sendiri terancam bahaya, melihat dari banyaknya tentara pengawal yang mengurung, Dia tidak mengenal panglima baru yang amat tua itu. Yang ia khawatirkan adalah keselamatan Siang Hwi! Baru ia memikirkan pula keselamatan Giok Lan dan Kwee Cin, dia bersikap tenang dan hanya memandang penuh kewaspadaan. Loan Khi Tosu, wakil ketua Bu-tong-pai yang bersikap tenang itu, kini menjadi terkejut dan mukanya berubah merah ketika ia mengenal kakek berpakaian panglima pengawal yang berambut panjang putih, Sinar mata wakil ketua Bu-tong-pai ini mengeluarkan pancaran kemarahan,

“Ha-ha-ha. sungguh kebetulan sekali, para pemberontak Bu-tong-pai dan seorang pentolannya, Sekali ini kita mendapat kakap!” kakek berambut panjang itu tertawa lagi, Ucapan ini disusul suara ketawa Gin-san-kwi Lu Mo Kok dan Kim I Lohan. Loan Khi Tosu melangkah maju, berdiri tegak dan menudingkan telunjuknya ke arah kakek rambut putih itu,

“Ho-sim Pek-mo, jangan berkecil hati kalau pinto menghapus penghormatan kepada orang yang lebih tua seperti engkau, Dahulu engkau adalah sahabat baik kami pimpinan Bu-tong-pai, yang kuhormati, akan tetapi sekarang ternyata bahwa engkau hanyalah seorang penjilat kaisar yang hina!” Mendengar disebutnya nama Ho-sim Pek-mo, semua orang terkejut, Semua murid Bu-tong- pai pasti mengenal nama besar ini yang selalu dipuji-puji dan dikagumi tokoh-tokoh Bu-tong-pai,

Kwee Cin, Giok Lan, Siang Hwi dan Kwan Bu sebagai tokoh-tokoh muda yang belum pernah mendengar nama besar tokoh tua ini, hanya memandang dan menduga bahwa kakek kurus kecil ini memiliki ilmu kepandaian yang hebat, Julukannya saja sudah menyeramkan dan aneh, Ho-sim Pek- mo (Iblis Putih Baik Hati), sudah disebut iblis akan tetap baik hati! Hal ini sebetulnya adalah karena sepak terjang kakek ini yang puluhan tahun lamanya menggemparkan dunia kang-ouw, Sepak terjangnya aneh. Dia ganas sekali menghadapi penjahat-penjahat, ganas seperti iblis sendiri, akan tetapi dia bersikap seperti seorang pendekar budiman terhadap mereka yang lemah tertindas, karena semenjak muda rambutnya sudah putih, maka dia dijuluki Pek-mo (Iblis Putih] oleh para penjahat akan tetapi mendapat sebutan Ho-sim (Hati Baik) oleh dunia kang-ouw,

“Eh, Loan Khi Tosu, tak perlu kau putuskan persahabatan, memang sudah putus dengan sendirinya dalam jaman yang kacau ini! Bukan salahmu. bukan salahku, Dahulu, di waktu jaman aman, setiap

kali aku datang berkunjung ke Bu-tong-pai, engkau dan Thian Khi Tosu menyambutku sebagai sahabat, kita bermain thioki (catur) sampai tiga hari tiga malam penuh kegembiraan! Kemudian muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan perpecahan, Bu-tong-pai memilih pihak pemberontak, itu adalah haknya, akan tetapi aku memilih pihak pemerintah, ini pun hakku. Tidak perlu disebut siapa benar siapa salah karena memang manusia memiliki pendapat masing- masing, Dan kini kita bertemu bukan sebagai sahabat, melainkan sebagai musuh, ini pun kehendak nasib! Betapapun juga, kedatanganku ke sini sama sekali bukan untuk menangkap pemberontak- pemberontak Bu-tong-pai namun semula hanya untuk mengejar dan menangkap dia itu!” kakek itu menuding kearah Kwan Bu,

Posting Komentar