cemburu dan iri kepadaku sehingga melihat aku bersamamu, dia mendadak saja tanpa alasan membenciku setengah mati! Mungkin dia tidak mencintaimu, akan tetapi kau... kau amat mencintainya, twako. Dan kini kau merisaukan keadaannya karena dia menjadi yatim-piatu..?” Kembali Kwan Bu terkejut, akan tetapi ketika mereka bertemu pandang ia melihat betapa pandang mata itu penuh pengertian, tidak mungkin dapat ia bohongi. Maka ia mengangguk dan menghela napas panjang.
“Memang, aku pernah mencinta, Lan-moi, akan tetapi... hemm,.. seorang yang tak berharga seperti aku, mana patut menjadi jodohnya? Bagaikan seekor kambing merindukan ujung cemara yang tinggi! aku seorang yang miskin, bodoh, dan hanya hidup bersama ibuku yang tua dan miskin, seorang anak yang tidak berbakti karena sampai kini belum juga mampu menemukan musuh besar keluargaku. Seorang macam aku ini… siapa yang sudi memperhatikan?” Teringat akan keadaannya, dan merasa betapa jantungnya seperti ditusuk-tusuk ketika membicarakan Siang Hwi, dua titik air mata membasahi pipinya.
“Twako...... kenapa bicara seperti itu?” Giak Lan mendekat, mengeluarkan saputangan dan menghapus dua titik air mata itu.
“Twakao.. tidak tahukah engkau ataukah pura-pura tidak tahu? Bahwa ada seseorang yang amat memperhatikan dirimu, yang amat... cinta kepadamu ? Twako, lupakanlah Siang Hwi karena di sini
ada Giok Lan yang sanggup mencintaimu sampai mati, yang setia dan yang akan membelamu dengan seluruh jiwa raganya..” Gadis itu telah memaksa hatinya untuk membuka rahasia perasaanya, kini ia terengah-engah dan menangis. Sejenak Kwan Bu termenung. Tentu saja dia tidak buta. Tentu saja dia dapat menduga sedikit-sedikit bahwa kebaikan Giok Lan kepadanya tentu ada dasarnya, akan tetapi, mendengar pengakuan cinta yang terus terang, seperti itu, mendengar pengakuan kasih yang demikian mendalam, ia terkejut dan terharu sekali.
“Giok Lan...... moi-moi , ah, betapa mulia hatimu..” Ia meraba kepala itu dan mengelus rambut
yang hitam dan halus. Sentuhan ini memecahkan air mata Giok Lan sehingga tangisnya makin sesenggukan, bahkan gadis itu lalu menubruk dan menyembunyikan mukanya di dada Kwan Bu sambil menangis terisak-isak.
“Twako... twako..!” ia berbisik, penuh keharuan, juga kebahagiaan. Kwan Bu adalah seorang muda yang teguh hatinya, dan seorang muda yang selalu menjaga tindakannya. Peristiwa yang dihadapinya kali ini sungguhpun amat mengguncang hatinya, namun tidak membuat ia kehilangan akal dan kesadaran. Ia membiarkan gadis itu melampiaskan perasaanya menangis di atas dadanya. Kemudian setelah tangis itu agak mereda, ia memegang pundak Giok Lan dan dengan halus mendorong gadis itu sambil berkata.
“Lan-moi, tenangkan hatimu dan marilah kita bicara dengan hati terbuka dan pikiran sadar.” Giok Lan sudah dapat menguasai hatinya. Ia mundur sedikit dan duduk menyusuti air matanya, kemudian memandang wajah pemuda itu dengan mata sayu dan muka kemerahan karena merasa malu dan jengah.
“Twako, kau tentu akan memandang rendah kepadaku setelah pengakuan tadi tidak semestinya
seorang gadis mengaku cinta !!”
“Ah, tidak sama sekali, Lan-moi. Bahkan aku menjadi kagum akan kejujuranmu, aku menjadi terharu dan berterima kasih kepadamu bahwa seorang gadis seperti engkau ini, cantik-jelita, kaya-raya, lihai pula sudah sudi melimpahkan cinta kasih kepada seorang seperti aku..!”
“Ah, kalau begitu engkau juga... mencintaiku, twako… ?” Gadis itu memandang dengan sinar mata
sayu, penuh harapan. Kwan Bu merasa tidak tega untuk menolak begitu saja. Gadis ini amat cantik, dan amat baik terhadap dirinya. Tidaklah sukar untuk menjatuhkan cinta kasih kepada seorang gadis seperti Giok Lan ini akan tetapi ia tidak akan mampu melupakan Siang Hwi, takkan mampu melupakan penderitaan-penderitaan gadis bekas nona majikannya itu, dan terlebih lagi, tidak akan mampu ia melupakan dua kali ciumannya yang dihadiahi tamparan-tamparan oleh Siang Hwi.
“Lan-moi, aku akan menjadi seorang pemikat dan pembohong kalau aku mengaku cinta begitu saja kepadamu. aku suka kepadamu, hal ini sudah jelas. akan tetapi tentang cinta, kiranya aku belum
berhak menyatakannya kepada gadis manapun juga. Harap kau ketahui, moi-moi. aku seorang pemuda yang miskin dan bodoh, dan yang jelas sekali, aku tidak akan bicara tentang cinta dan jodoh sebelum aku berhenti menyari dan membalas dendam musuh besarku.”
“Aku tahu engkau masih mencinta gadis she Bu..?” Giok Lan berkata dengan wajah berduka. Kwan Bu memegang tangannya.
“Kurasa tidak moi-moi. Memang dahulu aku mencintainya, akan tetapi aku bukanlah seorang yang begitu bodoh sekali sehingga akan nekat saja mencinta seorang yang jelas membenciku, dan berkali- kali menghinakau. Tidak, kalau nona Bu membenciku. akupun akan berusaha sekuat tenaga menjauhinya, untuk melupakannya!” Wajah Giok Lan berseri dan ia pun melompat bangun. Di sudut hatinya, ini menemukan harapan baru dan ia percaya bahwa dia akan dapat membuat Kwan Bu melupakan Siang Hwi, dan dia percaya bahwa akhirnya dia akan berhasil memiliki hati dan cinta kasih pemuda yang amat dikaguminya ini. Sambil tersenyum manis ia menarik bangun pemuda itu dan berkata,
“Ah, apa-apaan kita ini bicara tentang hal yang bukan-bukan? Kita lupa sedang melakukan perjalanan penting sekali. Mari, twako. aku ingin cepat-cepat menjumpai ibumu dan memboyongnya ke rumahku.” Kwan Bu melompat bangun dan seketika kekeruhan di wajahnyapun lenyap ketika ia teringat kepada ibunya. Sudah lama ia meninggalkan ibunya dan hatinya sudah amat merindukan orang tua itu. Ia ingin cepat-cepat pula bertemu dengan ibunya, selain karena sudah rindu ingin menjemput ibunya mengajak ke rumah suhengnya,
Juga ada satu hal yang membuat ingin sekali ia bertemu ibunya. Ia ingin sekali bertanya kepada ibunya tentang ayahnya. Ia telah dimaki orang sebgai anak haram dan dahulu ia tidak dapat bertanya kepada ibunya karena orang tua itu keadaannya masih seperti orang bingung saking beratnya penderitaan batin yang ditanggungnya karena dahulu kehilangan puteranya. Kini, Kwan Bu mengharapkan akan mendapat penjelasan ibunya tentang makian anak haram yang dilontarkan oleh keluarga Bu dan murid-muridnya kepadanya dahulu. Karena dua ekor kuda yang mereka dapatkan dari para pengawal adalah binatang-binatang pilihan yang kuat dan baik, maka perjalanan itu dapat dilanjutkan dengan cepat. Ketika mereka berdua memasuki dusun Kwi-cun, Kwan Bu menghentikan kudanya dan memandang dusun kecil itu dengan terharu.
“Inilah tempat tinggal keluarga ibuku..? Katanya perlahan seperti kepada diri sendiri, Giok Lan memandang pemuda itu dan ia maklum bahwa dusun ini tentu saja menimbulkan kenang-kenangan tidak menyenangkan bagi pemuda itu, maka ia berkata,
“Akan tetapi kau bilang ibumu berada di kuil Kwan-im-bio, lebih baik kita cepat-cepat ke sana twako.” Diingatkan kepada ibunya, Kwan Bu menjadi gembira lagi.
“Kuil itu berada di luar dusun. Mari ” mereka membalapkan kuda menuju kuil tua yang berada di
tempat sunyi jauh di luar dusun Kwi-cun.
“Kwan Bu datang !!” dua orang nikauw yang berada di luar kuil itu berseru girang ketika melihat
masuknya pemuda ini menuntun kudanya bersama seorang “pemuda” tampan yang juga menuntun kudanya, memasuki pekarangan kuil itu. Seorang diantara kedua nikauw itu lalu tergesa-gesa masuk ke dalam kuil dan tak lama kemudian muncullah ibunya bersama Cheng ln Nikauw yang sudah tua. Ibunya juga kelihatan tua. padahal Bhe Ciok Kim pada waktu itu ia belum ada lima puluh tahun usianya, paling banyak empat puluh satu atau dua tahun.
“lbu...!” Kwan Bu lari dan berlutut didepan ibunya, memeluk kaki ibunya yang berdiri tertegun, kemudian ibu inipun mengangkat bangun puteranya, memeluk dan menangis saking girangnya.
“Kwan Bu......! Kwan Bu ! Betapa rinduku kepadamu anakku! Ibu dan anak itu bertangis-tangisan
dan Giok Lan yang menyaksikan ini, tak dapat menahan air matanya sehingga para nikauw memandangnya dengan heran karena baru sekarang mereka melihat pemuda yang begitu ganteng akan tetapi juga begitu mudah menangis!