Pak-sin-tung mengangguk-angguk, lalu mulutnya diruncingkan dan terdengarlah desis yang makin lama makin tajam sehingga kembali Lin Lin, seperti halnya ketika Hek-giam-lo tadi memanggil Pak-sin-tung, merasa dadanya sesak. Cepat gadis ini meramkan mata dan mengerahkan sin-kang untuk melawan getaran hebat itu. Ada seperempat jam suara itu mendesis-desis dan tiba-tiba terhenti. Lin Lin mendengar gerakan banyak orang dan ketika ia membuka matanya, kiranya di situ sudah berkumpul dua puluh empat orang laki-laki yang beraneka ragam pakaiannya. Ada yang berpakaian seperti pedagang, pengemis, pelajar, dan lain-lain, akan tetapi kesemuanya bersikap gagah perkasa dan kini mereka sudah berlutut dengan hormat di depannya dengan barisan berjajar di belakang Pak-sin-tung.
"Hamba sekalian sudah berkumpul dan siap menanti perintah Tuan Puteri Yalina"
Kata Pak-sin-tung. Tak dapat dicegah oleh Lin Lin rasa bangga dan mekar di dalam dadanya. Inilah hebat, pikirnya dan yang luar biasa adalah kenyataan bahwa tidak merasa hal ini aneh, malah seperti sudah sewajarnya dan sudah seharusnya demikian.
"Kalian semua dengarlah baik-baik,"
Katanya sambil memasukkan Pedang Besi Kuning ke dalam sarungnya.
"Untuk menjunjung nama besar Khitan dan memberi peringatan kepada Nan-cao negara kecil ini agar lain kali tidak berani memandang rendah kepada kita, aku telah memerintahkan Hek-giam-lo untuk mencuri atau merampas tongkat ya-beng-cu dari tangan Beng-kauwcu. Sekarang aku minta kalian membantuku untuk dua urusan lain, pertama, menangkap dan menawan Suling Emas hidup-hidup, kita bawa dia ke Khitan."
Lin Lin tidak pedulikan betapa orang-orang itu saling pandang dengan muka kaget, malah ia melanjutkan kata-katanya,
"Ke dua, kalian bantu aku menangkap Suma Boan putera pangeran dari Kerajaan Sung itu untuk dipaksa mengaku siapa sebetulnya orang yang bernama Kam Bu Song, dan di mana sekarang ia berada. Setelah ia menunjukkan di mana adanya Kam Bu Song, kalian boleh siksa ia sekedarnya tapi tak usah dibunuh, lalu dilepaskan dia kembali. Mengerti?"
"Hamba mengerti, Tuan Puteri,"
Jawab Pak-sin-tung mewakili anak buahnya.
"Biarlah hamba yang menemani Paduka, adapun saudara-saudara ini siap secara bersembunyi, tentu sewaktu-waktu dapat datang jika hamba panggil."
"Baiklah, Pak-sin-tung. Dan mari kita kembali ke kota raja."
Dua puluh empat orang itu tetap berlutut ketika Lin Lin dan Pak-sin-tung berangkat, kembali ke pintu gerbang dari mana tadi mereka keluar.
Kita tinggalkan dulu Lin Lin yang kini berubah menjadi seorang Puteri Khitan yang berpengaruh itu, untuk menengok keadaan Kam Bu Sin yang sudah terlalu lama kita tinggalkan. Kenapa Siang-mou Sin-ni muncul di Nan-cao seorang diri saja? Bukankah tadinya Bu Sin berada di dalam cengkeramannya dan pemuda itu menjadi seperti boneka hidup dan barang permainan Siang-mou Sin-ni setelah diminumi racun perampas semangat?
Memang demikianlah, Siang-mou Sin-ni yang merasa sayang akan ketampanan dan kegagahan Bu Sin, tidak membunuh pemuda ini seperti yang biasa ia lakukan, melainkan mengambil pemuda itu sebagai teman dan kekasihnya. Tadinya ia bermaksud membawa Bu Sin ikut dengannya ke Nan-cao dan di sana akan ia pergunakan sebagai bukti daripada kelihaiannya bahwa ia telah dapat menundukkan putera dari Jenderal Kam yang terkenal. Akan tetapi pada suatu hari ketika ia bersama Bu Sin berjalan melalui sebuah hutan di lereng Gunung Burung Dara, tiba-tiba ia mendengar suara alat musik khim. Ia kaget dan heran sekali, apalagi ketika mendadak Bu Sin roboh pingsan dan ia sendiri merasa dadanya tergetar hebat. Cepat Siang-mou Sin-ni mengeluarkan sebuah alat musik khim yang dulu ia rampas dari tangan Bu Kek Siansu, cepat ia duduk bersila dan mainkan alat musik yang diletakkan di depannya.
Terdengar bunyi nyaring suara kawat-kawat khim itu dan terjadilah "perang"
Antara suara khim pertama dan suara khim yang dimainkan Siang-mou Sin-ni. Iblis wanita rambut panjang ini ternyata dahulu tidak sia-sia belaka merampas khim dari Bu Kek Siansu. Karena ia seorang berilmu tinggi dan memiliki kecerdasan luar biasa, ia telah mempelajari alat musik ini dan menggabungkan kesaktiannya ke dalam permainannya sehingga alat yang sebetulnya merupakan alat kesenian untuk menghibur hati duka lara ini dapat ia pergunakan sebagai senjata yang ampuh sekali. Banyak sudah lawan-lawan lihai roboh oleh bunyi khimnya yang dapat dimainkan sedemikian rupa sehingga merupakan "jurus-jurus"
Yang dapat merusak semangat, membikin putus urat syaraf mengaduk berantakan isi perut dan menghancurkan isi dada lawan.
Betullah kata-kata para budiman bahwasanya apa pun alat kebaikan atau pun kejahatan, tergantung daripada si pemakai. Akan tetapi alangkah kaget hati Siang-mou Sin-ni ketika semua jurus suara khimnya yang menerjang dan menyerang ganas itu, mental kembali oleh suara khim yang halus lembut penuh damai dan yang suaranya mendatangkan ketenangan itu. Ia mengerahkan semangat dan sin-kang, menyentil kawat-kawat khimnya lebih tekun dan lebih keras. Akan tetapi tiba-tiba "cringgg"
Sebatang kawat khimnya putus.
"Keparat.."
Siang-mou Sin-ni melompat dan bagaikan kilat menyambar tubuhnya melesat ke arah suara khim, rambutnya berkibar tertiup angin, siap untuk mencekik dan mencambuk lawan. Akan tetapi tiba-tiba ia berhenti, tertegun berdiri dan mukanya berubah pucat. Kiranya yang duduk bersila di bawah pohon besar yang mainkan khim dengan tenang sambil menundukkan kepala, adalah Bu Kek Siansu. Bagaimanakah kakek yang dulu sudah terjerumus ke jurang itu dapat berada di sini? Siang-mou Sin-ni adalah seorang tokoh sakti, seorang yang dijuluki iblis wanita, akan tetapi sekarang ia menjadi pucat ketakutan.
"Kau.. kau.. setan.."
Teriaknya, membalikkan tubuh dan.. lari meninggalkan kakek itu, kembali menuju ke tempatnya tadi. Tangan kirinya menyambar alat khimnya yang putus sehelai kawatnya, tangan kanan menyambar tubuh Bu Sin yang masih menggeletak pingsan. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara khim yang melengking tinggi dan.. Siang-mou Sin-ni terjungkal seperti didorong tenaga mujijat dari samping. Ia berteriak marah, menyimpan khim-nya, kemudian menubruk maju lagi untuk memondong tubuh Bu Sin. Untuk kedua kalinya terdengar suara khim melengking dan kembali ia roboh terjengkang.
"Kurang ajar.."