Bu Kek Siansu Chapter 66

NIC

"Wah, runyam! Perempuan galak dan ganas!"

Kwee Lun terancam bahaya maut dan dia pun terpaksa lalu mencabut pedangnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya memegang kipas gagang perak.

"Tringgggg.... Cringggg-trangggg......!"

Bunga api berpijar dari keduanya terdorong kebelakang oleh pertemuan senjata yang hebat itu tadi. Kipas bertemu dengam cambuk dan pedang bertemu dengan pedang. Masing-masing menjadi terkejut dan terheran. Tenaga sinkang mereka seimbang!

"Bagus! Mari kita bertanding sampai selaksa jurus!"

Soan Cu sudah menerjang lagi.

"Trangggg....! Trangggg....!!"

Kembali Kwee Lun menangkis sekuatnya dan mereka terdorong mudur.

"Sombongnya! Manusia mana kuat bertanding sampai selaksa jurus? Makan waktu berapa bulan? Tunggu dulu, mengapa kau marah-marah kepadaku seperti orang kebakaran jenggot?"

"Ngaco! Jenggotmu yang kebakaran!"

"Eh, ohhh! Kau bikin aku bingung! Benar, kau tidak berjenggot. Eh, kenapa kau marah-marah begini? Dan kau lihai bukan main! Senjatamu mengerikan!"

"Cerewet!"

Soan Cu sudah hendak menerjang lagi, sekarang terdorong oleh rasa penasaran bahwa dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini.

"Nanti dulu! Kita bicara dulu, baru kita bertanding selaksa.... eh, seratus jurus saja! Aku salah menduga, kukira kau tadi seorang pelayan di sini!"

"Menghina kamu ya? Orang macam aku ini pelayan? Kalau kau baru pantaslah menjadi jongos! Atau jagal babi!"

"Maafkanlah. Aku tadi melihat dari jauh. Aku sedang menyelidiki..... wah, celaka! Kau tentu puteri Teetok!"

Kwee Lun terkejut dan menyesali kebodohannya. Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu? Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok yang begini lihai?

"Aku bukan anak racun bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!"

"Wah, benarkah? Kalau begitu kita cocok! Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku mendengar ada beruang diadu dengan harimau, pemilik beruang itu adalah sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!"

Soan Cu menjadi bingung.

"bicaramu seperti orang sinting!"

"Memang betul, sahabatnya, eh, malah suhengnya sahabatku. Kau siapa?"

"Aku baru saja meninggalkan pemilik beruang itu yang menjadi sahabat baikku."

Dengan singkat Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong mengalah dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman!

"Wah, kenapa kau sudah begini besar masih begini tolol?"

"Siapa? Siapa tolol?"

Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah menggetar ditangannya.

"Siapa lagi kalau bukan engkau? Mengapa kau meninggalkan sahabatmu itu menghadapi hukuman? Kau tidak tahu siapa itu Tee-tok Siangkoan Houw? Dari julukannya saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejamnya bukan main. Sahabatmu itu, suheng sahabatku, pemilik beruang, tentu akan dibunuhnya!"

"Apa....?"

Wajah Soan Cu menjadi pucat sekali.

"Celaka....!"

"Hayo cepat kita kesana, barangkali belum terlambat!"

Demikianlah, kedua orang itu seperti berlomba lari saja, bersicepat lari kembali ke puncak.

Dan mereka tiba di tempat yang tepat di mana mereka melihat Swat Hong sedang menyerang kalang kabut kepada Sin Liong yang mengelak ke sana-sini. Ketika Kwee Lun melihat sahabatnya itu menerjang seorang pemuda dengan mati-matian dan mendapat kenyataan betapa pemuda itu lihai bukan main, biarpun bertangan kosong namun pedang di tangan Swat Hong sama sekali tidak pernah menyentuhnya, dia sudah menggerakan pedang dan kipasnya, meloncat maju sambil membentak,

"Berani kau menghina Hong-moi?"

"Trangg-cringgg....!!"

Kwee Lun terdorong ke belakang dan matanya terbelalak melihat bahwa yang menangkisnya adalah sepasang senjata di tangan..... Soan Cu yang mendelik dan memaki,

"Kerbau tolol! Berani kau mencampuri urusan Liong-koko?"

Setelah berkata demikian, Soan Cu menyerang kalang kabut dan kembali mereka saling serang dengan serunya! Melihat ini, otomatis Swat Hong menghentikan serangannya dan Sin Liong juga sudah meloncat ke belakang lalu berkata,

"Jangan bertempur! Soan Cu, mundurlah....!"

"Liong-ko, biarkan aku bertemput dengan gajah ini sampai selaksa.... eh, seratus jurus!"

"Kwee-koko, mundur! Orang sendiri....!"

"Hehhhh....? Orang sendiri .? Dia ini..."

Kwee Lun terkejut dan terheran-heran, sebentar memandang kepada Sin Liong, lalu kepada Soan Cu.

"Kwee-koko, inilah suhengku yang kucari-cari."

Swat Hong memperkenalkan.

"Eh.... akan tetapi, mengapa kau menyerangnya.....??"

Sin Liong cepat berkata,

"Saudara yang gagah, Sumoiku ini memang kalau lama tidak bertemu lalu ingin mengajakku berlatih."

Mendengar ini, merah wajah Swat Hong. Setelah ketahuan oleh semua orang betapa dia marah-marah dan menyerang suhengnya sendiri, baru dia teringat dan menjadi malu. Sementara itu, dapat dibayangkan betapa kaget dan sedihnya hati Siangkoan Hui ketika itu. Kiranya dara cantik yang amat lihai ini adalah Sumoi dari Kwa Sin Liong dan melihat sikapnya, dia dapat menduga bahwa dara yang galak ini cemburu kepadanya. Maka dia sudah melangkah maju dan menjura sambil berkata,

"Ah, harap maafkan. Kiranya Cici adalah sumoi dari Kwa-taihiap...."

"Hemmmm.... sudahlan!"

Swat Hong berkata malu, kemudian memperkenalkan kepada suhengnya,

"Suheng, dia ini adalah Saudara Kwee Lun, murid dari Lam Hai Sengjin."

"Ha-ha-ha! Kiranya murid majikan Pulau Kura-kura? Selamat datang! Dan Nona adalah Sumoi dari Kwa-taihiap? Aihhh..... sungguh hari ini kami kedatangan banyak tokoh besar!"

Kemudian berkata kepada Soan Cu yang masih cemberut.

"Baik sekali Nona sudah datang kembali. Mari.... mari orang-orang muda yang gagah perkasa, marilah kita duduk dan bicara di dalam."

Tee-tok Siangkoan Houw lalu mempersilahkan mereka semua memasuki gedungnya dan dia menjamu mereka dengan hidangan mewah, dibantu oleh puterinya, Siangkoan Hui yang merasa kagum sekali kepada Swat Hong, akan tetapi juga merasa iri hati dan berduka.

Tidaklah demikian dengan perasaan Soan Cu. Memang tak dapat disangkal lagi bahwa gadis Pulau Neraka ini amat tertarik kepada Sin Liong yang dianggapnya sebagai seorang pemuda yang luar biasa dan amat mengagumkan hatinya. Akan tetapi, selama dalam perjalanan ini Sin Liong jelas memperlihatkan sikap bahwa pemuda itu sama sekali tidak tertarik kepadanya, juga bahwa sikap baiknya itu lebih mendekati sikap baik seorang kakak terhadap adiknya, pula, melihat bahwa sesungguhnya Swat Hong, sumoi pemuda itu, juga mencintai suhengnya, Soan Cu maklum bahwa tidaklah mungkin dia membiarkan cintanya terhadap Sin Liong berlarut-larut.

Pertemuannya dengan Kwee Lun telah mengubah seluruh perasaan hatrinya. Pemuda raksasa ini amat hebat, amat menarik dan jelas lebih cocok dengan dia! Kwee Lun merupakan seorang pemuda yang jujur, terus terang, gagah perkasa dan biarpun baru sekali bertemu saja, mereka telah saling serang sampai dua kali! Oleh karena itu, ketika mereka semua makan bersama mengelilingi meja besar, perhati-an Soan Cu lebih banyak tertuju kepada pemuda perkasa itu. Setelah mereka makan minum, berkatalah Tee-tok Siangkoan Houw, suaranya sungguh-sungguh dan kata-katanya ditujukan kepada Sin Liong dan Swat Hong,

"Saya tidak tahu dengan jelas apakah Ji-wi mempunyai hubungan dengan Pulau Es, akan tetapi mengingat bahwa Kwa-taihiap adalah murid dari Pangeran Han Ti Ong dari Pulau Es, maka agaknya apa yang hendak saya bicarakan ini akan menarik perhatian Ji-wi. Dan sesungguhnya saya, atas nama para orang gagah di dunia kang-ouw, saya amat mengharapkan bantuan Sin-tong!"

"Ah, mengapa Locianpwe terlalu sungkan dan merendahkan diri? Harap diceritakan ada urusan apakah yang kiranya dapat kami bantu, dan harap jangan membawa-bawa nama Pulau Es."

"Justeru karena urusan ini menyangkut Pulau Es."

"Heiii....? Ada urusan apakah yang menyangkut Pulau Es?"

Swat Hong bertanya penuh semangat. Mendengar ini Tee-tok tersenyum dan memandang.

"Sebagai Sumoi dari Sin-tong, tentu Nona juga dari Pulau Es, bukan? Gerakan pedang Nona tadi hebat bukan main...."

"Tidak perlu diketahui siapa pun apakah aku dari Pulau Es atau tidak,"

Jawab Swat Hong tegas.

"Kalau ada urusan Pulau Es, kami ingin mendengar."

Posting Komentar