Bu Kek Siansu Chapter 63

NIC

Sian Liong berseru, kemudian dia berkata kepada kakek itu,

"Harap Locianpwe suka memaafkan kami dan biarlah kami pergi dari sini sekarang juga. Bukan maksud kami untuk mengganggu siapa pun."

"Kucing hitam macam itu saja, biar ada lima akan diganyang oleh beruang kami!"

Soan Cu masih marah-marah.

"Kakek sombong mengandalkan harimaunya menakut-nakuti orang. Kalau aku tidak cepat datang, agaknya harimau itu sudah makan orang tadi! Perlu diberi hajaran!"

"Hayo kita adukan mereka!"

Tee-tok berteriak-teriak dengan kumis bangkit saking marahnya.

"Sebelum kedua binatang peliharaan kita saling diadu, jangan harap kalian akan dapat pergi dari sini!"

"Kami tidak takut!"

Soan Cu menjerit lagi. Mendengar ucapan kakek itu, Sin Liong menyesal bukan main. Kalau dia tidak membolehkan beruang diadu, tentu kakek itu bersama teman-temannya akan menghalangi dia dan Soan Cu pergi dan akibatnya lebih hebat lagi. Maka dia menghela napas dan berkata,

"Baiklah, mari kita lepaskan mereka dan melihat apakah mereka memang mau berkelahi. Kuharap saja setelah ini, kami diperbolehkan pergi."

"Koko, lepaskan beruang kita, biar dihancur-lumatkan kucing keparat itu. Tar-tar-tarrr...!!"

Soan Cu sudah membunyikan cambuknya di udara berkali-kali. Sin Liong melepaskan beruangnya dan dia menghampiri Soan Cu, memegang lengannya dan berbisik,

"Soan Cu, kau tenangkanlah hatimu, jangan marah-marah. Ingat, kita tidak mau melibatkan diri dalam permusuhan dengan siapapun juga, bukan?"

Dipegang lengannya secara demikian halus oleh Sin Liong, seketika api yang bernyala dalam hati Soan Cu padam seperti tertimpa hujan, semangat dan tubuhnya lemas dan dia menunduk sambil menganggukan kepalanya.

Dia seperti seekor harimau liar yang tiba-tiba menjadi jinak! Sementara itu, setelah kini dilepas keduanya dan tidak ada yang menghalangi, kedua ekor binatang itu mengeluarkan suara auman dan gerengan yang dahsyat dan menggetarkan. Mula-mula mereka saling pandang dan masing-masing hendak menggetarkan lawan dengan kekuatan suara, kemudian harimau yang ganas itulah yang mulai menerjang maju! Dengan berdiri di atas kedua kaki belakangnya, harimau itu menubruk dan menerkam.

Akan tetapi, dengan gerakannya yang agak lamban dan tenang, namun kuat dan tetap sekali, beruang menangkis terkaman dan balas mencengkeram dengan kuku jari kakinya yang biarpun tidak seruncing kuku harimau, namun tidak kalah kuatnya. Kena tamparan beruang yang amat kuat itu, harimau terguling-guling! Hanya sepasang matanya saja yang bersinar-sinar girang, akan tetapi Soan Cu tidak berani berkutik di dekat Sin Liong. Ingin hatinya bersorak dan mulutnya mengeluarkan kata-kata mengejek melihat betapa harimau itu terguling-guling, namun dia merasa segan terhadap Sin Liong. Harimau itu meloncat lagi dan menerkam makin dahsyat. Terjadilah perkelahian yang amat dahsyat, ditengah-tengah suara gerengan yang menggetarkan seluruh bukit.

Pada saat itulah koki warung yang menemani sudara misannya mengantar kayu bakar, mendapat kesempatan menonton harimau bertanding melawan beruang, akan tetapi karena merasa ngeri dan takut, dia cepat meninggalkan tempat itu dan berlari turun lagi. Perkelahian yang dahsyat, seru dan mati-matian. Beruang itu sudah menderita banyak luka di tubuhnya akibat cakaran dan gigitan harimau, akan tetapi akhirnya dia berhasil menceng-keram kepala harimau, menindihnya dan menggigit leher

harimau, sampai robek dan terus luka di leher itu dirobeknya sampai keperut! Harimau berkelojotan dan mati tak lama kemudian.

"Heiii....!"

Soan Cu berteriak, namun terlambat. Sinar hitam menyambar ke arah leher beruang dan binatang ini mengeluarkan pekik mengerikan lalu roboh dan tak bergerak lagi, mati diatas bangkai harimau yang tadi menjadi lawannya.

"Kau membunuh beruang kami!"

Soan Cu melompat dan menuding dengan marah kepada kakek yang tadi menyerang beruang dengan Hek-tok-ting (Paku Hitam Beracun).

"Dia pun membunuh harimau kami!"

Tee-tok menjawab dengan mata mendelik saking marahnya.

"Manusia curang kau!"

Soan Cu sudah menerjang maju dan cambuknya mengeluarkan suara meledak-ledak di udara.

"Tar-tar-cring-tranggggg.....!!"

Bunga api berpijar ketika cambuk itu tertangkis oleh sepasang pedang yang bersinar hitam. itulah pedang Ban-tok-siang-kiam (Sepasang Pedang Selaksa Racun) yang ampuh dari Teetok. Akan tetapi bukan main kagetnya ketika tadi pedangnya menangkis cambuk duri, dia merasakan lengannya tergetar, tanda bahwa dara muda itu memiliki sinkang yang amat kuat.

"Heii, jangan bertempur.....!"

Sin Liong cepat menegur, akan tetapi sekali ini Soan Cu pura-pura tidak menengarnya, apalagi kakek itu pun sudah marah dan sudah membalas serangannya dengan sepasang pedangnya.

Terjadi pertempuran hebat sekali antara gadis itu dan Tee-tok. Melihat gerakan sepasang pedang itu lihai bukan main dan ada menyambar hawa yang kuat dari lawannya, Soan Cu tidak berani memandang ringan dan tangan kanannya sudah mencabut pedangnya. Pedang di tangan gadis ini adalah pemberian kakeknya, ketua Pulau Neraka dan seperti juga cambuknya, pedang ini aneh dan ampuh sekali. Bentuk pedang itu juga berduri seperti cambuknya dan pedang itu terbuat dari tulang ular dan namanya pun Coa-kut-kiam (Pedang Tulang Ular) terbuat dari pada tulang ular beracun yang telah dikeraskan dan diperkuat dalam rendaman tetumbuhan beracun sehingga keras seperti baja.

Sedangkan cambuknya itu pun bukan cambuk biasa karena cambuk itu terbuat dari ekor ikan hiu yang istimewa dan yang hanya terdapat di pantai Pulau Neraka. Seperti juga pedangnya, cambuknya itu pun mengandung bisa yang tidak dapat diobati, kecuali oleh dia sendiri yang selalu membawa obat penolak-nya! Sin Liong sudah mengenal kakek itu ketika muncul tadi, dan dia memang tadinya tidak mau mem-perlihatkan bahwa dia telah mengenalnya. Tentu saja dia mengenal kakek ini yang dahulu pernah pula membujuknya untuk ikut dan menjadi muridnya, ketika para tokoh kang-ouw datang memperebutkan dia dilereng Pegunungan Jeng-hoa-san. Kini, melihat betapa Soan Cu sudah bertanding mati-matian melawan kakek itu, dia menjadi khawatir sekali dan cepat dia berkata,

"Locianpwe, seorang tokoh besar yang berjuluk Tee-tok dan disegani di seluruh dunia Kang-ouw, benar-benar mengecewakan dan merendahkan nama besarnya kalau sekarang melayani bertanding melawan seorang dara remaja!"

Mendengar ucapan itu, Tee-tok menjadi merah mukannya. Dia menangkis pedang Soan Cu sekuat tenaga sampai pedang itu hampir terlepas dari tangan Soan Cu, melompat mudur dan menghadapi Sin Liong.

"Hemm, orang muda! Kau sudah mengenal aku, kalau begitu majulah kau menggantikan gadis itu!"

Sin Liong menjura.

"Bukan maksudku dengan kata-kata itu menantangmu, Locianpwe. Saya hanya hendak mengatakan bahwa kami berdua sama sekali bukan datang untuk bertanding."

"Tapi kalian datang dan mengakibatkan harimau peliharaan kami mati. Kalau kalian tidak datang mengacau, mana bisa harimau kami mati?"

"Dia mampus karena kalah dalam pertandingan yang adil!"

Soan Cu membentak, akan tetapi menjadi tenang kembali karena Sin Liong mendekatinya dan minta gadis itu menyimpan pedang dan cambuknya kembali.

"Siangkoan Locianpwe, memang kami akui bahwa harimau peliharaan Locian-pwe mati karena beruang kami, akan tetapi Locianpwe telah membalas kematian itu dengan membunuh beruang kami. Bukankah itu sudah lunas artinya?"

"Tidak!"

Tee-tok yang masih marah itu membentak.

"Biarpun beruangnya sudah mati, akan tetapi pemiliknya belum dihukum!"

Soan Cu tak dapat lagi mena-han kemarahannya.

"Dihukum apa? Kau hendak membunuh kami?"

"Tak perlu dibunuh! Pelanggaran ke dalam daerah ini sudah merupakan kesalahan, dan matinya harimau tidak cukup ditebus dengan kematian beruang. Pemiliknya harus dihukum rangket seratus kali, baru adil!"

"Keparat!"

"Soan Cu!"

Sin Liong berkata dan memegang lengan dara itu sehingga Soan Cu menelan kembali katakatanya.

"Soan Cu, aku mita kepadamu agar kau sekarang juga meninggalkan tempat ini. Biarkan aku yang berurusan dengan Siangkoan Locianpwe. Kau turunlah dan kau tunggu aku di dusun itu. Mengerti?"

Soan Cu mengerutkan alisnya dan matanya memandang ragu, akan tetapi melihat sinar mata Sin Liong yang tegas dan halus itu, dia tidak dapat menolak dan dia mengangguk.

"Berangkatlah, dan tunggu aku di sana."

Sin Liong berkata lagi sambil tersenyum. Soan Cu membanting kakinya, lalu melotot ke arah Siangkoan Houw, kemudian meloncat pergi, meninggalkan isak tertahan. Semua orang memandang dengan kagum akan keberanian dara itu yang sekali meloncat lenyap dari situ, akan tetapi terutama sekali kagum kepada Sin Liong yang bersikap demikian tenang dan halus, namun ia memiliki wibawa demikian besarnya sehingga gadis liar seperti itu menjadi demikian jinak dan taat. Setelah Soan Cu pergi jauh dan tidak tampak lagi bayangannya, Sin Liong lalu mengeluarkan kedua lengannya dan sambil tersenyum tenang dia berkata,

"Nah, Locianpwe. Tidak ada yang perlu diributkan lagi. Aku sudah mengaku bersalah telah memasuki tempat ini dan menimbulkan keributan. Biarlah aku menerima hukuman rangket seratus kali agar hatimu puas."

Sikap yang tenang dan halus ini diterima keliru oleh Siangkoan Houw. Matanya terbelalak lebar dan dia menganggap pemuda itu menantangnya, menantang ancaman hukumannya.

Belenggu kedua lengannya!"

Bentaknya kepada para muridnya. Empat orang muridnya menyerbu dan Sin Liong hanya tersenyum saja ketika bajunya dibuka, kedua pergelangan lengannya diikat dengan tali yang diikatkan pula pada cabang pohon sehingga tubuhnya setengah tergantung.

"Ayah.....!"

Tiba-tiba dara cantik jelita yang sejak tadi hanya menonton dan selalu meman-dang ke arah Sin Liong penuh kagum, berkata kepada Tee-tok,

"Apakah tidak berlebihan perbuatan kita ini? Harap Ayah berpikir lagi dengan matang sebelum melakukan suatu kesalahan."

Posting Komentar