Warisan Jendral Gak Hui Chapter 42

NIC

Namun lama-lama tampak keringat mengucur diwajahnya. Nafasnya mulai memburu, bibirnya kering tampak memutih dan matanya sayu memandang kearah Cit Siocia. Kemudian tampak menggeliat-geliat bagaikan cacing kepanasan. Dagingnya terasa bagaikan ditusuk-tusuk dengan pedang. Seluruh tubuhnya terasa panas dan sakit sekali. Li Hok Tian terjatuh bergulung-gulung dan melejit-lejit tak keruan, tanpa sepatah kata yang sempat dikeluarkan, lakilaki yang bersifat khianat dan keji itu lelah jatuh tertelungkup dihadapan Cit Siocia. Jatuh tidak akan bangun untuk selamanya, Dia tewas akibat dari kedurhakaannya. Binasa dalam keadaan yang memalukan sekali.

Keiika menyaksikan bahwa Li Hok Tian telah binasa. Maka Cit Siocia lalu menghentikan nyanyiannya, kemudian dia memandang kearah Tong Kiam Ciu.

"Tong Siauwhiap, Bukanlah kau ingin menukar pedang Oey Liong Kiam? Ayolah ikut aku !” seru Cit Siocia dan berlalu dari tempat itu.

Tong Kiam Ciu yang sudah waspada dan telah mengerahkan ilmu Bo-kit-sinkong, pura-pura terpengaruh ilmu Pan-yok-sin-im, Maka dia menurutkan saja ajakan Cit Siocia menuju ke kereta yang indah itu. Begitu sampai didepan pintu kereta maka Kiam Ciu dipersilahkan masuk kemudian disusul oleh Cit Siocia.

Ketika kedua orang itu telah berada didalam kereta maka seorang dayang telah menutupnya pintu kereta. Kemudian kereta itu bergerak.

Orang-orang yang berada ditempat kejadian itu semuanya terkena pengaruh ilmu Pan-yok-sin-im. Maka mereka untuk sesaat bagaikan tidak sadarkan diri, tetapi ketika itu Ji Tong Bwee telah mendahului dapat menguasai diri. Dia sadar bahwa selama ini dia mencari Tong Kiam Ciu. Sudah setengah tahun dia mengembara untuk bertemu dengan kekasihnya itu. Kerena dorongan cinta kasih itulah maka Ji Tong Bwee telah menyadari bahaya yang akan mengancam Tong Kiam Ciu. Dengan mengembangkan ilmu lari Cian-li-pauw-bouw (terbang di angkasa) Ji Tong Bwee mengejar kereta yang membawa Tong Kiam Ciu dan Cit Siocia tadi. Kereta itu ternyata meluncur dengan cepatnya. Bertambah cepat lagi ketika tiba di jalan yang arak rata, ternyata bukan kereta biasa, semuanya telah terlatih dan dikendalikan dengan ilmu yang luar biasa. Sedangkan Ji Tong Bwee telah membentangkan Ginkang dan ilmu lari cepat untuk mengejar kereta didepannya itu. Rupa-rupanya ilmu lari Cian-li-pauw-hong yang dikuasai sepenuhnya sejak kecil itu dapat menandingi larinya kereta Cit Siocia.

Beberapa saat kemudian Ji Tong Bwee telah dapat mengejar hanya tinggal beberapa langkah lagi dia telah dapat memegang kereta itu.

Ketika pengawal kereta itu melihat bahwa Tong Bwee telah dekat maka kuda yang menarik kereta itu lalu dicambuknya dengan bertubi-tubi hingga lari kudanya bertambah kencang. Beberapa saat kemudian Tong Bwee telah tertinggal lagi. Tiba-tiba dari dalam kereta itu terdengar suara gemboran keras. Ji Tong Bwee terperanjat dan menduga-duga, karena gemboran itu adalah gemboran Kiam Ciu. Belum lagi dia dapat kepastian, tahu-tahu kereta itu terguling. Seorang pengawal dan seorang dayang serta kusir kereta itu terpelanting. Empat ekor kudanya meringkik-ringkik kemudian jatuh terguling pula.

Dari dalam kereta itu tampak meloncat Tong Kiam Ciu dengan menggenggam pedang Oey Liong Kiam, kemudian meloncat menjauhi kereta den sambil mengembangkan ilmu lari Cian-li-pauw-hong melesat masuk kedalam hutan. Disusul kemudian oleh Cit Siocia meloncat dari kereta itu, sambil lari beberapa langkah, kemudian menahan langkahnya dan memanggil-manggil Kiam Ciu. Namun pemuda itu telah bertambah jauh dan tidak memalingkan wajahnya bahkan menggubris saja tidak.

"Hemm untuk yang ketiga kalinya aku gagal menguasainya” gerutu Cit Siocia sambil menghentak-hentakan kakinya dan memecahkan batu di jalanan itu dengan kakinya. Bibirnya memberengut dan melangkah menuju ke kereta, Cit Siocia telah benar-benar jatuh cinta kepada Kiam Ciu.

Tetapi ketika dia telah mendekati kereta, dia melihat seorang gadis yang tadi dilihatnya berdiri didekat Kiam Ctu. Gadis itu ialah Ji Tong Bwee.

Ji Tong Bwee menahan langkahnya dan memandang kearah Cit Siocia. Kedua gadis itu saling berpandangan.

"Hey tunggu dulu !” seru Cit Siocia ketika melihat Tong Bwee akan berbalik kearah dimana Kiam Ciu tadi menghilang.

"Apa maksadmu ?” seru Ji Tong Bwee sambil bertolak pinggang dan bersikap seolah-olah menantang. "Apakah kau kekasihnya Tong Kiam Ciu?” seru Cit Siocia dengan rupa bersikap menantang juga. "Itu urusanku. mengapa kau mau tahu?” jawab Ji Tong Bwee gusar.

"Oh aku hanya ingin tahu, apakah kau betul-betul menyintainya” sambung Cit Siocia sambil tersenyum, Tetepi Ji Tong Bwee tidak menjawab pertanyaan itu. Gadis itu wajahnya menjadi merah padam dan matanya melotot memandang Cit Siocia, seolah-olah dia sangat benci dan ingin menampar pipi Cit Siocia.

"Hmm, aku sebenarnya yang terlalu tolol - Mengapa aku masih menanyakan karena dari sinar matamu saja aku telah dapat menduga bahwa kau sangat mencintai pemuda itu. Sayangnya, akupun mencintai dia juga” suara yang terakhir itu diucapkan oleh Cit Siocia seolah-olah berbicara dengan dirinya sendiri. Pengakuan yang berterus terang itu membuat Tong Bwee bertambah cemburu. Karena menahan gejolak hatinya, gadis itu hingga bergetar tubuhnya.

Seribu satu perasaan bercampur baur dalam dirinya. Cemburu dan benci kepada wanita jelita itu. Cit Siocia masih belum cukup berbicara begitu saja. Kemudian dengan nada mengejek dan menantang dia berseru.

"Kita berdua mencintai seorang pemuda, maka salah satu diantara kita harus mati. Agar yang hidup dapat merebut hatinya. Aku takkan menggunakan ilmu Pan-yok-sin-im untuk bertempur melawanmu. Aku menantang kau untuk bertanding dengan bersenjatakan pedang” seru Cit Siocia.

"Hey aku tidak menduga, dibalik parasmu yang jelita itu ternyata hatimu buruk sekali? Kakakku Tong Kiam Ciu tidak dapat direbut dengan senjata dan kekerasan apa lagi mempertaruhkan nyawa. Kalau dia mencintaimu aku rela mengalah” seru Ji Tong Bwee dengan suara serak tetapi matanya tajam mengawasi Cit Siocia. Apa yang dikatakan oleh Ji Tong Bwee itu sebetulnya sangat menusuk perasaannya. Kata-kata gadis itu ternyata diterima sebagai makian dan hinaan, tetapi disamping itu dia memang membenarkan kata-kata Tong Bwee itu benar.

Dia memang merasa bahwa dialah yang telah merebut kekasih orang lain.

Merebut hati Kiam Ciu. Namun karena perasaan cinta kasihnya terhadap pemuda itu sudah terlanjur mendalam. Walaupun dengan segala usaha ternyata oleh Tong Kiam Ciu selalu ditolaknya. Namun dia merasakan bahwa Kiam Ciu selalu menolak itu karena dia mempunyai kekasih yang cantik itu. Maka menurut pikiran Cit Siocia dia harus membinasakan Ji Tong Bwee agar tidak menjadi perintang. Dia yakin setelah Ji Tong Bwee binasa pastilah Kiam Ciu akan jatuh dalam pelukannya.

Setelah itu dengan diam-diam dia telah mencabut pedang dari sarungnya, dan menantang Ji Tong Bwee untuk menghadapinya.

"Sudah kukatakan aku tidak akan melawanmu kalau hanya karena dia ! Bukankah sudah kukatakan kalau memang dia menyintaimu, aku rela mengalah!”

kata Ji Tong Bwee dengan suara penuh kesungguhan.

"Ji Tong Bwee ayo cabut pedangmu !” seru Cit Siocia menantang.

Namun Ji Tong Bwee tetap berdiri tegak diiempatnya, Matanya hanya memandang Cit Siocia yang sudah tidak dapat mengendalikan dirinya lagi.

Namun wajah Ji Tong Bwee masih tetap tenang dan tidak tampak takut ataupun marah. Seolah-olah dia telah rela untuk menerima apapun yang akan terjadi dan akan menimpa dirinya. Dalam saat itu Cit Siocia sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi. Karena pedang sudah terlanjur dicabut, dia harus mendapatkan satu sasaran. Maka dia dengan cepat meloncat dan berbareng dengan itu ditusukkannya kearah Ji Tong Bwee. Ternyata gadis itu tidak mengadakan perlawanan dan menghindarpun tidak.

Maka tusukan pedang yang sedianya akan dihujankan kearah jantung Ji Tong Bwee itu akhirnya digerakkan keatas dan mengenai pundak gadis itu, segera tampaklah baju Ji Tong Bwee robek dan bernoda merah, darah mengucur dari bahu Ji Tong Bwee. Tiada lama kemudian tampaklah tubuh Ji Tong Bwee condong dan jatuh.

Untuk sesaat lamanya Ji Tong Bwee jatuh pingsan. Sedangkan Cit Siocia dengan mata terbelalak memandang kearah korbannya itu, dipandanginya mata pedang yang masih bernoda darah, kemudian memandang kearah tubuh Ji Tong Bwee yang menggeletak. Ketika dia menginsapi apa yang telah terjadi maka Cit Siocia segera menubruk kearah Ji Tong Bwee dan pedangnya dilempar ke tanah.

"Adik Bwee, maafkan aku ! Maafkan aku ! Mengapa kau tidak mau melawanku? Mengapa ? Mengapa kau tidak mengelakkan seranganku ? Mengapa ? Adik Bwee . . . ? adik Bwee maafkan aku.. apakah kau mendapat luka berat ?” seru Cit Siocia yang kini telah kembali sadar dan menjadi manusia yang berperasaan dan terdiri dari darah tulang dan daging yang dilengkapi dengan budi dan perasaan. Beberapa saat kemudian Cit Siocia telah membebaskan jalan darah Ji Tong Bwec yang tertotok. Ji Tong Bwee membuka matanya dan tampaklah butiranbutiran air mata meluncur dari sudut mata gadis jelita itu. Hati Cit Siocia tercekam rasa haru, kemudian timbul rasa sesalnya.

Beberapa orang dayang dan pengawalnya telah menghampiri Cit Siocia, salah seorang dayang telah membawa kotak yang berisi obat-obatan. Setelah itu Cit Siocia merawat luka-luka dibahu Ji Tong Bwee. Kemudian Cit Siocia memberikan sebuitr pil kepada Ji Tong Bwee untuk segera ditelannya.

Bertepatan itu pula Tong Kiam Ciu yang telah lari meninggalkan kereta Cit Siocia langsung ke tempat pertemuannya dengan Ji Tong Bwee. Ditempat itu dia hanya menemukan bekas tempat-tempat pertempuran saja. Tetapi Kiam Ciu tidak menemukan Ji Tong Bwee. Maka pemuda itu menjadi bingung dan memanggil-manggil. "Adik Ji Tong Bwee, Adik Bwee!” pemuda itu memanggil-manggil kekasihnya dengan perasaan cemas. Namun tiada jawaban yang terdengar hanyalah suara pantulan suaranya sendiri. Tong Kiam Ciu berlari-lari seperti orang kebingungan kemudian tinjunya mengepal dan dipukulnya batang pohon yang berada didepannya itu dengan sekuat tenaga untuk menghilangkan kekesalan hatinya.

Tiba-tiba terdengarlah suara tertawa. Tong Kiam Ciu terperanjat mendengar suara tawa itu. Belum sempat dia berpikir tahu-tahu sebuah benda berwarna putih telah melayang kearab tubuh pemuda itu. Benda itu adalah selembar kertas yang dilipat sangat rapih.

Dipungutnya kertas yang terlipat rapih itu. Kemudian dibukanya oleh Tong Kiam Ciu. Ternyata kertas itu bertulisan rapi.

"Aku disini..” tertera huruf-huruf yang tersusun rapi dalam guratan yang sangat menarik sekali tetapi huruf-huruf yang itu Kiam Ciu pernah melihatnya.

Kiam Ciu tersenyum karena sekali lagi Sio Bie Hu murid dari Shin Kai Lolo. Gadis yang menyamar sebagai seorang pemuda itu telah membayangi dirinya.

Seketika itu urusannya untuk mencari Ji Tong Bwee agak tersingkirkan.

Posting Komentar