Tanpa terasa Tong Kiam Ciu berseru ketika dia mengenangkan alangkah baikinya dan luar biasanya kedua ilmu itu bila digabungkan.
"Hemmm . . . . . . . jika nenek itu mau mengajarkan ilmunya kepadaku aku yakin kalau aku dapat membasmi para jago-jago silat yang tersesat” terluncur katakata itu dari mulut Kiam Ciu.
Nenek aneh itu menegurnya dengan suaranya yang masih nyaring.
"Apa yang kau katakan tadi anak muda ?” seru nenek itu.
"Jika nenek sudi mengajarkan ilmu silat yang kau lancarkan untuk menyerang ular emas tadi, aku sangat berterima kasih !” sambung Kiam Ciu dengan hormat. Nenek itu menyegir ketika mendengar ucapan Kiam Ciu.
"Sebenarnya aku hidup di dunia ini sudah sangat lama. Bosan aku umurku sudah tak terbilang tahunnya lagi. Mungkin nenek moyangmu tidak akan tahu menghitung berapa umurku hee-hee-hee aku sebenarnya sangat doyan otak manusia. Tetapi sudah lama aku tidak makan otak manusia, karena ular-ular itu telah mendahului menyerang dan membunuh orang-orang yang tiba di lembah ini. Ular-ular itu dengan serakah telah menyantap daging dan otak manusia hingga tinggal tulang-tulang kerangkanya saja. Tetapi bagiku sama saja, didalam tubuh ular itu terdapat otak manusia juga, maka kumakan daging ular itu . . . . . hihi-hi hi.”
Tong Kiam Ciu mendengar cerita nenek itn jadi terkejut dan terbelalak.
Kemudian nenek itu sambil tertawa cekikikan.
"hee-he-he.be.-Rupa-rupanya kau juga takut mati ?! Kau takut kalau kuterkam hi.. hi.. .hi..hi.. hih. Aku tidak sembarangan makan manusia, Sebelum orang itu kumakan otaknya, dia kuberi kesempatan dulu untuk beberapa hari mengariku berbicara sopan. Kau jangan khawatir semua korbanku mati dengan perlahan dan tiada terasa lama sekali. Mula-mula dia akan merasa seperti mengantuk kemudian dia akan seperti tertidur yang sangat nyaman sekali” seru nenek aneh itu dengan tertawa seram.
"Kau dapat berbicara sesuka hatimu Tetapi kau telah banyak menjumpai banyak orang di lembah ini, tentunya kau telah banyak belajar dengan mereka, setidak-tidaknya kau telah mengenal sifat perkemanusiaan, Aku yakin bahwa semua orang pasti takut mati. Begitu juga aku. Tetapi yang paling kutakutkan ialah mati sebelum aku dapat menunaikan tugas dan kewajibanku . . . .” sambung Kiam Ciu. "Jika kau mengenai bahwa kau akan banyak menemui halangan dan bahaya mengapa kau masih juga datang ke lembah Si-kok ?” seru nenek itu lagi dengan menuding kearah Kiam Ciu.
"Kun-si Mo-kun telah memberitahukan padaku, bahwa aku dapat belajar ilmu silat yang maha sakti dilembah Si-kok ini, kalau aku dapat mempelajari ilmu silat yang maha sakti itu, maka aku yakin bahwa aku dapat membasmi kejahatannya”
seru Kiam Ciu sambil melirik kearah ular mas yang tidak bergerak-gerak lagi.
"Aku telah menyaksikan locianpwee menghadapi dan mengalahkan ular besar itu, maka aku berkeyakinan bahwa locianpweelah orangnya yang dapat mengajarkan ilmu silat sakti itu di lembah Si-Kok ini.!”
"Aku hanya mengusir ular itu. Sebentar lagi ular itu akan bangun dan segera akan menyingkir. Aku belu[WU1]m menggunakan ilmu menerkam yang sebenarnya sangat hebat. Aku dapat mengajarkan ilmu silat padamu anak muda.
Tetapi dengan satu syarat yang harus kau penuhi ! Jika dapat memenuhi syarat itu, aku akan selalu membantumu untuk membinasakan musush-musuhmu!”
seru nenek itu dengan suara nyaring mata berkilauan.
Mendengar kata-kata nenek itu Kiam Ciu bergirang hati. Kemudian nenek itu meneruskan kata-katanya. "Disuatu tempat tiada jauh dari sini sekira seratus langkah, kau akan menemukan sesuatu pengkolan pertama, kemudian kau akan menemukan dua buah patung dari batu. Dibawah salah satu patung besar yang terbuat dari baja itu kau akan menemukan sebuah kitab yang memuat catatan ilmu silat Pek-jit hui-sat (Sinar mataharl menyebabkan maut). Yang kulancarkan untuk menaklukan ular tadi ialah ilmu dari kitab itu, kalau ilmu itu dilancarkan dengan menggunakan pedang maka kehebatannya luar biasa !” nenek itu menghela napas dan berhenti sejenak.
Tong Kiam Ciu tidak mau mengganggu nenek itu. Diam-diam dan telinganya mendengarkan kata-kata nenek itu dengan bersungguh-sungguh.
Kemudian nenek itu melanjutkan kata-katanya: "Masih ada satu kitab lagi dengan cacatan ilmu silat Kai Thian Pik-tee (membuka langit membongkar bumi) jurus-jurusnya lebih mudah dilancarkan. tetapi kehebatannya seratus kali lebih hebat. Nah anak muda, sekarang kau kupersilahkan untuk pergi dan mencari kitab-kitab itu, nanti setelah lewat tiga hari aku akan menjumpaimu !” seru nenek itu sambil mengisyaratkan kepada Tong Kiam Ciu dengan tangannya.
Kemudian nenek Itu memutar tubuhnya dan merayap naik ke tebing jurang bagaikan cicak. Tong Kiam Ciu memandang kearah nenek itu dengan rasa kagum. Kemudian dia memasukkan pedang Kim-kong-sai-giok-kiam kedalam sarangnya. Lalu pemuda itu memutar tubuh melangkah menuju kearah kedua patung itu terletak. Tong Kiam Ciu berjalan menurut petunjuk nenek aneh itu. Setelah mendapat seratus langkah maka dia sampai disuatu pengkolan. Kemudian tampak semak belukar yang sangat tinggi dan lebat sekali. Diamatinya tempat itu dan dicarinya dua buah patung batu. Ketika ditemukan patung-patung yang besar itu, hatinya menjadi sangat girang. Dipandanginya patung-patung itu. Akhirnya dia telah menentukan salah satu patung itu yang di bawahnya dijadikan tempat untuk menyimpan kitab pusaka ilmu silat seperti petunjuk nenek aneh.
Dicabutnya pedang Kim-kong-sai-giok kiam untuk menggali tanah dibawah patung itu. Dengan harapan penuh pemuda itu ingin mendapatkan kedua kitab pusaka iimu silat. Sepanjang hari Kiam Ciu menggali tanah dan batu dibawah patung besar hingga patung itu menjadi doyong. Namun ternyata kitab-kitab seperti dikatakan oleh nenek jiu tiada diketemukan. Kemudian patung itu tiada dapat berdiri lagi karena bagian bawahnya telah digali hingga menjadi roboh. Untung Kiam Ciu tidak tertimpa dan pemuda iyu dengan tangkas meloncat menghindar.
Dengan tubuh berkeringat sepanjang hari dan sepanjang malam pemuda itu telah menggali. Namun belum menemukan barang yang dicari-carinya.
Dipandanginya lobang besar itu. Kemudian memandang kearah patung yang telah roboh dan patah kepalanya itu. Sambil mengibaskan pakaiannya yang kotor Tong Kiam Ciu mendengus kesal.
Dicobanya untuk menggali bawah patung yang satunya lagi. Seperti juga penggalian pada dasar patung yang pertama. Sepanjang hari dan sepanjang malam hingga pemuda itu tidak teringat untuk makan dan minum karena pikirannya hanya memikirkan kedua buah kitab pusaka itu saja. Tahu-tahu Tong Kiam Ciu telah berada ditempai itu tanpa makan minum selama dua hari dua malam. Tiap menggali yang ditemukannya hanyalah batu-batu dan tanah saja.
Sedangkan benda-benda yang dituturkan oleh nenek aneh itu tidak ada. Hanya sekali-sekali jika merasa letih dia istirahat dan berpikir. Kemudian merasa cemas. "Hey . . . . dua hari telah lewat! Tetapi aku belum berhasil menemukan kitab itu. Celaka. . . .” Tong Kiam Ciu berbicara dengan dirinya sendiri. Kemudian menggali lagi. Hari yang ketiga telah tiba. Tetapi Kiam Ciu belum menemukan kitab itu.
Namun semangat pemuda itu masih tetap ada dan terus menggali dan hanya kadang-kadang saja dia beristirahat sambil menyeka keringat didahinya. Tibatiba ketika Kiam Ciu mengangkat mukanya dan menghapus keringat didahinya dia melihat nenek yang aneh itu datang.
"Hay, kau betul-betul seorang pemuda yang tolol. Hari ini adalah hari yang ketiga. Kalau kau tidak dapat menemukan kitab itu mengapa kau tidak lari saja meninggalkan tempat ini. Kau akan kubunuh karena pada hari yang ketiga ini kau belum menemutan kitab itu” seru nenek itu dengan suara nyaring dan mengejek. "Bagiku mati atau hidup itu tidak menjadi soal. kupandang kematian itu sebagai hal yang remeh saja !” setu Kiam Ciu dengan tenang dan menghentikan penggaliannya. "Aku memberikan satu kesempatan lagi kepadamu, kuberi waktu satu tahun.
Ini aku membawakan makanan untukmu. sudah hampir riga hari tiga malam kau tidak makan. Makanlah !” seru nenek itu dengan nada tenang seolah-olah tidak berperasaan. Tong Kiam Clu menerima makanan itu. Memberi hormat dan rasa terima kasih, kemudian dengan lahapnya dia menghabiskan makanan itu.
"Selelah kenyang dan sekiranya diijinkan, aku akan segera berlalu dari lembah ini, Nanti setelah lewat satu tahun aku akan kembali lagi dilembah ini”
seru KIam Ciu sehabis makan dan berdiri menghormat nenek itu.
"Ya, baiklah kau sekarang dapat berlalu dari lembab ini !” seru nenek Itu.