"Ihh, kau galak dan tak tahu malu! Arak itu kau sendiri yang minum habis, mau marah kepadaku. Sudahlah, tadinya aku mau memberi derma uang, sekarang jangan harap ya? Aku tidak suka padamu!"
Siauw Goat lalu membalikkan tubuh hendak pergi meninggalkan kakek pengemis itu. Akan tetapi baru kira-kira tiga meter melangkah, tiba-tiba tubuhnya tertahan sesuatu, seolah-olah ada dinding tak tampak yang menghalangnya untuk melangkah maju terus.
"Aha, kau hendak lari ke mana, bocah setan? Enak saja, sudah menghabiskan arak orang lalu mau pergi begitu saja. Engkau harus mengganti arakku!"
Siauw Goat tidak tahu bagaimana dia tidak mampu bergerak maju lagi. Akan tetapi anak ini semenjak kecil sudah banyak melihat keanehan-keanehan yang diperbuat oleh orang-orang pandai ilmu silat, oleh karena itu dia tidak merasa heran dan dia dapat menduga bahwa tentu kakek jembel ini seorang yang pandai dan yang sengaja mempergunakan kepandaian yang aneh untuk menahannya.
"Idihhh! Tak tahu malu! Mulut sendiri yang minum, perut sendiri yang menampung, orang lain yang disuruh bertanggung jawab. Mana bisa aku disuruh mengganti, pula mana aku punya arak? Aku tidak pernah minum arak!"
Teriaknya sambil membalikkan tubuh dan memandang kakek itu dengan sepasang matanya yang jernih tajam.
"Ha, kulihat engkau tidak datang sendiri. Rombonganmu tentu membawa arak untuk mengganti arakku!"
"Tidak! Biar mereka punya arak sekali pun, aku tidak sudi mengganti arak yang kau minum sendiri!"
Siauw Goat yang mulai timbul kemarahan, dan kekerasan hatinya itu membentak.
"Huh, kalau begitu, harus kau ganti dengan darahmu sebanyak arakku tadi!"
Pengemis itu berkata. Akan tetapi kelirulah dia kalau dia mengira dapat menakut-nakuti anak perempuan itu. Mendengar ucapan ini, sepasang mata itu makin terbelalak dan makin marah.
"Aihh! Kiranya engkau seorang jahat! Engkau tentu sebangsa siluman yang tidak hanya jahat akan tetapi juga kejam sekali suka minum darah manusia! Kongkong tentu akan membasmi siluman macam engkau!"
Kembali Siauw Goat hendak meninggalkan tempat itu,
Akan tetapi tetap saja dia tidak mampu menggerakkan kakinya, padahal pengemis itu hanya meluruskan tangan kiri saja ke arahnya dalam jarak tiga meter! Pada saat itu, rombongan telah tiba di situ dan yang paling depan adalah para piauwsu. Empat orang piauwsu yang berada paling depan, terkejut melihat Siauw Goat berdiri seperti patung dan meronta-ronta seperti tertahan sesuatu itu dan seorang kakek jembel yang duduk di bawah pohon menjulurkan tangan ke arah anak itu. Mereka adalah piauwsu-piauwsu yang berpengalaman dan mereka dapat menduga bahwa tentu anak perempuan itu berada di bawah kekuasaan Si Kakek Jembel sungguhpun mereka tidak tahu secara bagaimana dan mengapa. Mereka, seperti yang lain-lain, juga amat sayang dan suka kepada Siauw Goat, maka serentak empat orang ini meloncat ke dekat Siauw Goat.
"Kau kenapakah, Siauw Goat?"
"Kakek jembel itu.... aku.... aku tak dapat bergerak maju!"
Kata Siauw Goat yang meronta-ronta, seperti melawan tangan tak nampak yang memeganginya. Empat orang itu lalu memegang kedua tangan Siauw Goat dengan maksud hendak melepaskannya, akan tetapi tiba-tiba ada tenaga luar biasa yang mendorong mereka dan betapa pun empat orang piauwsu itu mempertahankannya, tetap saja mereka terdorong dan jatuh tunggang-langgang seperti daun-daun kering tertiup angin keras. Melihat ini, terkejutlah Lauw-piauwsu. Dia tadi melihat betapa kakek pengemis itu hanya mendorongkan tangan kirinya ke depan dan empat orang anak buahnya telah terpelanting, tanda bahwa kakek itu telah melakukan pukulan jarak jauh dan ternyata tenaga sakti itu amatlah kuatnya.
Di tempat seperti itu melihat orang menyerang anak buahnya, apalagi mereka telah mendengar bahwa di pegunungan ini sekarang banyak datang orang-orang dari kaum sesat, maka tentu saja Lauw-piauwsu segera menduga bahwa tentu kakek itu merupakan seorang tokoh kaum sesat yang sengaja menghadang dengan niat tidak baik. Apalagi melihat betapa Siauw Goat masih juga belum mampu bergerak, maka secepat kilat kedua tangannya itu masing-masing telah melontarkan masing-masing tiga batang pisau terbang sehingga secara berturut-turut ada enam buah pisau terbang menyambar-nyambar ke arah enam bagian tubuh yang berbahaya dari kakek jembel itu! Sepasang mata kakek pengemis itu terbelalak dan ternyata dia memiliki mata yang lebar sekali,
Tangannya telah menangkap tongkat bambunya yang tersandar pada batang pohon di belakangnya dan begitu dia menggerakkan tongkat, nampak gulungan sinar menangkis cahaya-cahaya pisau terbang yang menyambar. Terdengar suara nyaring dan pisau-pisau terbang itu meluncur kembali dan menyerang pemiliknya dengan kecepatan yang luar biasa! Tentu saja Lauw-piauwsu terkejut bukan main. Akan tetapi sebagai seorang ahli pisau terbang, tentu saja dapat menghindarkan diri dari sambaran pisau-pisaunya sendiri. Tangan kanannya sudah mencabut sepasang siang-to (golok sepasang) yang kemudian dibagi dua dengan tangan kirinya dan dua gulungan sinar golok itu menyampok pisaunya yang runtuh ke atas tanah, lalu diambilnya dan disimpannya kembali ke pinggangnya. Tiba-tiba terdengar suara Kakek Kun yang tenang namun berwibawa,
"Tahan semua, jangan mencampuri urusan cucuku!"
Seruan ini ditujukan kepada Lauw-piauwsu dan anak buahnya yang tentu saja sudah menjadi marah dan siap untuk mengeroyok.
Mendengar seruan ini, Lauw-piauwsu lalu meloncat mundur dan memberi isyarat kepada semua anak buahnya untuk mundur. Dia sendiri diam-diam merasa kaget dan kagum karena ketika dia menangkis pisau-pisau terbang-nya tadi, ketika golok-goloknya bertemu dengan pisau-pisau kecil itu, dia merasa betapa kedua tangannya kesemutan, tanda bahwa tenaga yang melontarkan pisau-pisaunya itu amatlah kuatnya. Padahal kakek itu hanya menangkis saja pisau-pisau itu dengan tongkat bambunya. Maka dapatlah, dibayangkan betapa lihainya jembel tua itu! Kakek Kun kini melangkah maju, masih dalam jarak tiga meter dari cucunya. Dengan sepasang matanya yang mencorong, dia menatap ke arah kakek jembel yang masih duduk sambil tersenyum itu. Kemudian Kakek Kun mengangguk dan berkata kepada pengemis itu,
"Sobat, kalau cucuku mempunyai kesalahan terhadapmu, anggaplah saja itu kelancangan anak-anak, perlukah engkau menanggapinya dengan serius? Kalau hendak berurusan, baiklah kau berurusan dengan aku sebagai kakeknya yang bertanggung jawab!"
Lauw-piauwsu dan orang-orangnya memandang dengan hati tegang dan juga dengan penuh keheranan.
Baru sekarang mereka mendengar Kakek Kun bicara banyak dan begitu kakek ini mengeluarkan suara, mereka dapat mengenal ciri-ciri kegagahan seorang kang-ouw yang menghadapi segala bahaya dan ancaman dengan tenang dan dingin. Kakek Kun memang dapat melihat betapa cucunya berada dalam kekuasaan tenaga sakti dari pengemis tua itu, maka dia tidak mau menggunakan kekerasan dan melarang orang-orang lain menyerang pengemis itu karena hal ini dapat membahayakan cucunya. Pengemis itu membalas pandang mata Kakek Kun, lalu mencorat-coret tanah di depannya dengan tangan kanan yang memegang tongkat, sedangkan tangan kirinya masih tetap diluruskan ke arah Siauw Goat yang masih berdiri tak mampu pergi. Kemudian dia berkata dengan suara bernada mengejek.
"Kalau berada di dunia bawah sana, tentu saja aku Si Jembel Tua tidak akan sudi ribut-ribut dengan seorang anak kecil. Akan tetapi di sini, arak merupakan sebagian nyawaku. Arakku tinggal sedikit dihabiskan oleh anak lancang ini, maka sebelum arakku diganti, takkan kubebaskan dia!"
Suaranya penuh tantangan ditujukan kepada semua orang yang berdiri di depannya.
"Bohong! Dia bohong, Kong-kong! Sisa arak dalam gucinya itu dia minum sendiri sampai habis!"
Teriak Siauw Goat dengan marah. Kakek Kun mengerutkan alisnya yang sudah putih dan matanya yang mencorong menyambar kepada wajah pengemis itu.
"Cucuku tidak pernah membohong!"
Bentaknya. Pengemis tua itu memandang kepada Siauw Goat.
"Setan cilik, hayo kau katakan siapa yang mengambil guci arakku dan menuang-kan sisa araknya sampai habis!"
"Memang aku yang mengambil, aku yang menuangkan sisa araknya, akan tetapi kutuangkan semua ke dalam mulutmu! Hayo kau sangkal kalau berani!"
Bentak Siauw Goat dengan sikap menantang.
"Tetap saja perbuatanmu membuat arakku habis, baik masuk perut ataupun masuk tanah. Engkau atau orang lain harus mengganti arakku!"
Kakek jembel itu berkeras, dengan sikap kukuh. Tiba-tiba terdengar suara yang halus tenang.
"Locianpwe, semua omongan baru benar kalau ada buktinya. Apakah. Locianpwe dapat membuktikan bahwa guci arakmu itu telah kosong?"
Semua orang menoleh, juga pengemis tua itu dan yang bicara dengan tenang itu bukan lain adalah Si Sastrawan muda tadi, yang sudah berdiri dengan sikap tenang menghadapi pengemis tua itu.
"Tentu saja!"
Pengemis tua itu berteriak.
"Lihat, ini guci arakku kosong sama sekali!"
Dia mengangkat guci arak yang kosong itu, mengarahkan mulut guci ke depan. Tiba-tiba nampak sinar kuning emas meluncur dari tangan sastrawan itu dan tercium bau arak wangi. Semua orang terbelalak ketika melihat bahwa sinar kuning emas itu adalah arak yang muncrat keluar dari dalam guci arak yang dipegang oleh tangan kanan sastrawan itu dan arak itu terus meluncur ke depan, tepat sekali memasuki guci arak kosong-nya yang dipegang oleh Si Pengemis tua! Demikian cepatnya peristiwa ini terjadi dan demikian kagum dan herannya semua orang sehingga suasana menjadi sunyi dan yang terdengar hanyalah percikan arak yang masuk ke dalam guci kakek jembel. Kakek itu pun terbelalak dan tersenyum lebar. Gucinya pun terisi arak dan kini sastrawan itu sudah menyimpan kembali gucinya dan sinar kuning emas itu pun lenyap.
"Saya telah mengganti arakmu, Locianpwe!"
Katanya tenang. Kakek jembel itu mendekatkan mulut guci ke depan hidungnya, menyedot-nyedot dan terkekeh girang.
"Wah, arak wangi dari Pao-teng kiranya! Hemm, wangi.... wangi!"