“Saya sudah berunding dengan Han Tao Kok,” kata Bibi Hong.
“Dia menyatakan bahwa karena Taijin sendiri yang mengambil puterinya darinya, maka dia percaya bahwa nasib puterinya akan baik. Akan tetapi dia merasa bingung memikirkan betapa dalam keadaannya yang kurang mampu itu dia dapat menyerahkan segala keperluan pernikahan”
“Katakan padanya bahwa dia tidak perlu mengeluarkan uang, satu senpun. Untuk pakaian, alas tempat tidur perhiasan dan lain lain aku lah yang akan..., mengadakannya. Dia cukup membeli sepatu dan sandal yang pantas untuk anaknya itu. Dan pula, kau katakan padanya bahwa aku ingin, agar dia sendiri yang mengawal puterinya ke Kotaraja,aku akan memberi dua puluh ons kepadanya dan katakan bahwa Ti-Ciangkun inginmemperoleh seorang putra darinya, agar kelak menjadi nyonya perwira dan hidup dalam kemuliaan dan kecukupan”.
“Dan kapankah Taijin akan mengunjunginya untuk melihat puterinya itu?” “Aku akan berkunjung besok, akan tetapi ia tidak perlu repot-repot secangkir teh saja cukuplah, aku hanya akan tinggal sebentar, setelah melihat gadis itu aku akan pergi lagi. Pada keesokan harinya menjelang senja, Shi Men pergi mengunjungi rumah Han Tao Kok bersama dua orang kacungnya.
Ketika dia tiba di rumah, sederhana dari keluarga Han, dia diterima oleh nyonya rumah dan puteri tirinya, karena Han Tao Kok sendiri masih bekerja di toko cita milik Shi Men. Akan tetapi Bibi Hong berada di situ. Dalam kunjungan ini Shi Men menemukan sesuatu yang membuatnya terpesona. Dia adalah seorang laki-laki yang sudah bergaul dengan banyak macam wanita cantik sehingga tidak mudahlah dia memuji kecantikan seorang wanita kalau tidak wanita itu memang pilihaan. Akan tetapi, ketika dia memasuki rumah pegawainya itu dan disambut oleh nyonya rumah, dia terpesona. Nyonya rumah itu memiliki kecantikan yang dianggapnya luar biasa sekali. Wang Liok Hwa, isteri Han Tao Kok dan ibu tiri Mei Li, bertubuh tinggi semampai, dengan bentuk tubuh yang memiliki lekuk lengkung menggairahkan, padat berisi dan sudah matang.
Kulit mukanya begitu halus kemerahan sehingga tidak membutuhkan bedak dan gincu lagi, sepasang matanya demikian jeli dan hidup, memiliki daya pesona istimewa. Dan mulutnya! Mulut kecil itu memiliki sepasang bibir yang selalu merah membasah, penuh dan seperti selalu menantang untuk dikecup. Shi Men terpesona dan melongo, sampai lupa untuk mengamati Mei Li, tujuan utama kunjungannya itu. Akhirnya diapun sadar melihat sikap semua orang yang menjadi tersipu, dan diapun mengalihkan pandang matanya kepada si anak tiri. Seorang gadis remaja yang cantik jelita memang, akan tetapi dibandingkan ibu tirinya, ia bukan apa-apa. Dengan suara yang lembut dan merdu, Liok Hwa menyuruh anak tirinya memberi hormat kepada Shi Men.
Mei Li membungkuk seperti setangkai bunga tertiup angin, kemudian memberi hormat dengan bersoja sampai empat kali. Setelah itu, dengan sopan Mei Li lalu mengundurkan diri di belakang ibu tirinya. Shi Men dipersilakan duduk, akan tetapi ketika dia minum teh yang disuguhkan sedikit demi sedikit, sepasang matanya seperti mata harimau kelaparan mengintai darl balik cangkirnya. Dia lalu memanggil Siauw Thai, menyuruhnya mengambil dari kantung sela kudanya dua gulungan sutera kembang, empat cincin emas, dan dua puluh ons perak, Bibi Hong diminta untuk meletakkan semua ini di atas sebuah baki dan menyerahkan nya kepada nyonya rumah. Liok Hwa lalu memasangkan cincln-cincin itu di jari tangan puterinya. Kemudian setelah menyuruh Mei Li menghaturkan terima kasih, gadis itu mengundurkan diri ke dalam.
“Antarkan puterimu ke rumahku, esok lusa,” kata Shi Men.
“Ia dapat membuatkan pakaian pengantin di rumahku. Engkau dapat menggunakan sedikit uang ini untuk membelikan sepatu dan sandal yang pantas untuknya.”
“Atas budi pertolongan Taijin, kami sekeluarga dapat mengawinkan puteri kami dengan sepatutnya. Bahkan Taijin telah melimpahkan segala kebaikan kepada kami setelah mencarikan jodoh yang amat mulia bagi puteri kami yang bodoh. Ah, bagaimana kami dapat membalas budi Taijin yang mulia?” Mereka saling bersopan-sopan dan ketika Shi Men meninggalkan rumah itu, Wajah si cantik jelita maslh selalu terbayang olehnya, membuat dia menunggangi kudanya sambil melamun.
Dua hari kemudlan Wang Liok Hwa atau Nyonya Han muncul bersama gadisnya yang cantik manis, Mei Li di rumah keluarganya Shi Men, Sekali lagi Bapak, Cou ahli jahit Itu dipanggil untuk membuatkan pakaian pengantin yang akan dipakai Mei Li yang selama beberapa hari sebelum diberangkatkan menjadi tamu keluarga Shi Men. Pada tanggal sepuluh bulan sembilan, Mei Li berangkat menuju ke Kotaraja, dalam sebuah kereta yang dltarik oleh empat ekor kuda, dikawal oleh Ayah kandungnya dan Lai Pao, juga beberapa orang pasukan pengawal dari balai kota yang bersenjata lengkap. Beberapa hari setelah Mei Li berangkat sebagai seorang pengantin untuk menjadi isteri ke dua Ti-Ciangkun, Shi Men bertemu dengan Bibi Hong di jalan Singa. Dia memberinya sepotong perak.
“Nih, kuberi tambahan hadiah. Eh, apakah engkau melihat betapa cantiknya ibu tiri pengantin itu?” Bibi Hong adalah seorang Nenek yang sudah makan banyak garam dalam urusan seperti itu maka ia tersenyum penuh arti.
“Aih, aih! kiranya setelah mendapatkan puterinya kini Taijin mengincar ibunya! jangan khawatir, Taijin, itu urusan mudah. Akan tetapi hari ini telah terlambat, saya tidak dapat melakukan sesuatu. Harap Taijin bersabar sampai besok, akan saya usahakan sampai berhasil.”
“Sebetulnya, siapakan ia? Heran sekali, saya tidak pernah melihat isteri seorang pegawai saya, padahal ia demikian cantik seperti bidadari!”
“Ia adalah adik perempuan pejagal Wang, anak perempuan ke enam, karena itu diberi nama Liok Hwa (Bunga Enam). Usianya dua puluh tiga tahun, bagaikan setangkai bunga sedang mekar-mekarnya!” Pada malam itu juga Bibi Hong mengunjungi Wang Liok Hwa dan mengajak nyonya muda yang cantik itu bicara tentang puteri tirinya yang baru saja berangkat. Akhirnya, seperti sambil lalu saja, Bibi Hong berkata,
“Setelah puterimu pergi dan suamimu mengantarnya ke Kotaraja, engkau tinggal seorang diri di rumah, tentu merasa kesepian sekali. Bagaimana kalau aku mengirim seseorang untuk menemanimu di sini? Maukah engkau menerimanya?”
“Seseorang siapakah yang kau maksudkan, Bibi Hong?”
“Siapa lagi kalau bukan bangsawan Shi Men?” Dan melihat wanita itu terkejut dan hendak memprotes, ia cepat mengangkat tangan ke atas dan melanjutkan,
“Dengar dulu! Dia bertemu dengan aku dan mengatakan bahwa dia merasa kasihan sekali melihat engkau berada dalam kesepian setelah anakmu pergi. Dia akan suka sekali menemanimu untuk setengah hari lamanya sewaktu-waktu. Bagaimana pendapatm? Tak seorangpun akan mengetahuinya, dan sekali engkau membolehkan dia masuk, jangan khawatir lagi akan pakaian dan uang. Engkau bisa mendapatkan segalanya.”
Dengan muka berubah merah karena malu, jantung berdebar penuh ketegangan, wanita muda itu termenung. Semua orang mengatakan bahwa la seorang wanita yang cantik jelita, akan tetapi selama menjadi isteri Han Tao Kok yang jauh lebih tua, ia tidak pernah menikmati kesenangan dan kepuasan lahir batin. Keadaan suaminya sebagai seorang pegawai hanya mampu memberi kehidupan sederhana saja kepadanya. Dan kini majikan suaminya, seorang kaya raya, bangsawan pula, juga tampan dan terkenal sebagai seorang laki-laki yang royal, telah mengajaknya! Akhirnya ia menarik napas panjang.
“Balklah, kalau memang benar dia menghargai aku, aku akan menerimanya di sini besok pagi.” Tentu saja Shi Men gembira bukan main ketika menerima berita dari Bibi Hong. Diiringkan dua orang kacungnya, seorang diharuskan menjaga kuda dan seorang lagi menemaninya, Shi Men pada keesokan harinya mengunjungi Wang Liok Hwa atau Nyonya Han itu. Dia disambut oleh nyonya rumah yang nampak cantik berseri dan segar dengan pakaian barunya, dan rumah itupun nampak bersih mengkilap siap menerima tamu agung. Sebagai permulaan, percakapan mereka bersopan-sopan.
“Saya berhutang budi banyak sekali darI Taijin dan terima kasih yang sebesarnya atas semua yang telah Taijin lakukan demi kebahagiaan anak saya Mei Li.”
“Ah, selama ini karena sibuk, aku telah mengabaikan engkau dan suamimu, harap engkau tidak berkecil hati.”
“Harap Taijin jangan berkata begitu karena sesungguhnya siapa lagi kalau bukan Taijin yang telah menghidupkan kami sekeluarga selama ini?” Setelah Bibi Hong menyuguhkan air teh, percakapan menjadi semakin hangat dan akrab, dan tak lama kemudian keduanya sudah pindah duduk di dalam kamar. Pintu luar ditutup, dan Siauw Thai berjaga di luar pintu. Bibi Hong yang tahu diri juga sudah mengundurkan diri dan dua orang itu kini mengganti minuman teh mereka dengan minuman arak anggur yang manis.
Setelah minum anggur hangat, makin panas pula gelora dalam tubuh dan pikiran mereka dan tak lama kemudian, kata-kata tak diperlukan lagi karena keduanya sudah menyerahkan diri terseret gelombang nafsu birahi dan membiarkan diri hanyut dan terbuai kemesraan cinta curian. Kata orang, buah curian lebih manis dan lezat daripada buah milik. sendiri. Cinta curian lebih bergelora dan memabukkan daripada cinta terbuka. Hal ini sekarang dirasakan oleh Wang Liok Hwa, dan bagi Shi Men, hal ini hanya merupakan pengulangan dari perbuatan yang sudah seringkali dia lakukan. Dengan hati puas hari itu Shi Men meninggalkan rumah kekasih barunya setelah malam hampir tiba. Pada keesokan harinya, Bibi Hong menerima hadiah, dan juga diutus untuk mencarikan seorang gadis pelayan remaja untuk menjadi pelayan Nyonya Han. Untuk itu, Shi Men harus mengeluarkan uang empat ons lagi.
Dan semenjak pertemuan pertama itu, sedikitnya seminggu dua kali Shi Men pasti datang mengunjungi kekasih barunya dan tinggal sampai setengah atau sehari penuh di rumah Wang Liok Hwa. Sebulan lebih kemudian, Lai Pao dan Han Tao Kok kembali dari Kotaraja. Ti-Ciangkun merasa gembira dan puas sekali dengan Mei Li dan untuk menyatakan terima kasihnya, dia mengirimi Shi Men seekor kuda dari Tungush, dan lima ons kepada dua orang utusan itu yang dijamunya dengan meriah. Shi Men membaca surat Ti- Ciangkun dengan puas. Apalagi di dalam suratnya, Ti-Ciangkun yang berterima kasih itu menganggap Shi Men sebagai saudara dan sekutu yang baik, dan berjanji akan melakukan apa saja untuk memenuhi keperluan Shi Men apabila waktunya tiba. Ketika Han Tao Kok hendak menyerahkan uang yang lima puluh ons dari Ti-Ciangkun, Shi Men dengan sikap bijaksana dan royal berkata,
“Simpanlah saja untukmu, sebagai hadiah atas kebijaksananmu mendidik puterimu.” Ketika Han Tao Kok dengan hormat menolaknya karena dia sudah menerima hadiah dari Ti-Ciangkun, Shi Men memaksanya.
“Terima saja, kalau tidak aku akan marah. Akan tetapi, jangan royal dan habiskan uang itu.” Ketika tiba di rumah, Wang Liok Hwa menyambut suaminya dengan gembira dan dengan cerewet menanyakan bagaimana keadaan Mei Li setelah tiba di Kotaraja.
“Wah, keadaannya baik sekali. Ia mempunyai tiga buah kamarnya sendiri dan dua orang gadis pelayan. Ia tidak kekurangan pakaian dan perhiasan. Ti-Ciangkun merasa senang sekali menerimanya dan kelihatannya amat mencintanya. Lai Pao dan aku diterima sebagai tamu selama dua hari dan kami dijamu dengan suguhan yang serba mahal dan Iezat. Kemudian dia menitipkan surat, kuda hitam dan uang lima puluh ons perak untuk diberikan kepada majikan Shi Men, akan tetapi coba bayangkan, majikanku tidak mau menerima uang itu dan memberikannya kepadaku! Nah, inilah uangnya.” Liok Hwa menerima uang itu dengan girang dan menyimpannya.
“Kita harus memberi hadiah satu ons perak kepada Bibi Hong yang selama engkau pergi, telah bersikap baik sekali dan menemaniku.” Pada saat itu, gadis pelayan masuk menghidangkan minuman teh.
“Eh, siapa ini?” tanya Han Tao Kok. “Pelayan kita yang baru. Ke sinilah dan beri hormat kepada majikanmu” katanya dan gadis pelayan itu memberi hormat kepada Han Tao Kok. Setelah pelayan itu mengundurkan diri ke dapur, Liok Hwa terpaksa harus rnenceritakan kepada suaminya tentang kunjungan Shi Men. Ia telah mengenal suaminya, yang lemah dan juga mata duitan, maka ia berani berterus terang. Diceritakannya betapa Shi Men merasa kasihan melihat ia kesepian, dan datang menemaninya, memberi uang dan membelikan pelayan, juga menjanjikan sebuah rumah baru untuknya. Han Tao Kok tertegun, lalu mengangguk-angguk.