Si Teratai Emas Chapter 34

NIC

“Ah, itu tidak benar! Biarlah aku mati secara tidak wajar kalau aku pernah mengusulkan hal semacam itu!” Shi Men merasa puas dan kemesraannya terhadap wanita ini pulih kembali. Dia melemparkan cambuknya dan membantunya bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali. Dengan lembut dia memeluknya.

“Sekarang semua telah baik kembali, sayang.” Semenjak hari itu, Shi Men melekat kepada isteri barunya yang kini tidak lagi dipanggil Nyonya Hua, melainkan Nyonya Ke Enam atau Nyonya Peng, nama kecilnya. Setiap malam dia tidur di pondok isteri baru ini dan hampir sama sekali tidak menpedulikan para isterinya yang lain.

Yang paling menderita adaiah Kim Lian, akan tetapi maklum bahwa suaminya sedang tergila-gila kepada isteri barunya, tidak ada lain hal yang dapat dilakukan kecuali berusaha menyebar bibit permusuhan antara Nyonya Peng dan Goat Toanio, Ia menncela Nyonya Peng, sebaliknya di depan Nyonya Peng ia mencela Goat Toanio, dan karena Nyonya Peng adalah seorang yang peka rasa dan mudah dipengaruhi, Sebentar saja ia menjadi akrab sekali dengan Kim Lian. Agaknya bintang peruntungan Shi Men memang sedang cemerlang. Masuknya Nyoya Peng manjadi isterinya, menambah jumlah kekayaan karena janda itu membawa banyak harta. Semua perusahaannya berjalan dengan Lancar dan menguntungkan Para pegawainya setia dan bekerja sungguh-sungguh dan diapun pandai mempergunakan tenaga orang- orang yang cakap.

Shi Men memang seorang pedagang dan pengusaha yang pandai dan ulet sehingga kekayaannya makin bertambah saja. Di samping perusahaan yang semakin maju, diapun tiada hentinya mengejar kesenangan. Di samping enam orang isterinya dan empat orang pelayan cantik, dia masih sering pergi mengunjungi rumah-rumah pelesir. Kini, untuk melengkapi sarana kesenangan di dalam rumahnya, dia mengundang seniman musik Li Ming, Kakak dari Bi Hwa gadis penyanyi yang menjadi kekasihnya itu, untuk melatih empat orang pelayannya bermain musik. Kini empat orang pelayan yang juga menjadi kekasih Shi Men itu mulai pandai bermain suling dan siter sehingga tanpa mengundang rombongan penyanyi, mereka dapat menghibur hati Shi Men dengan musik yang mereka mainkan sendiri.

Dengan adanya Chen Ceng Ki, mantunya, Shi Men membuka sebuah perusahaan baru, yaitu rumah gadai. Berkat kerajinan dan ketekunan Chen Ceng Ki yang mencurahkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mengurus rumah gadai itu, maka perusahaan ini berjalan dengan lancar dan sebentar saja memperoleh kemajuan pesat.

“Mantuku,” kata Shi Men pada suatu hari ketika mereka makan siang bersama, “Aku puas sekali melihat kemajuanmu. Aku merasa girang bahwa dalam perusahaan, aku dapat mengandalkanmu Sepenuhnya. Ayahmu di Kai-Hong-Hu akan girang pula mendengar ini. Pepatah mengatakan bahwa kalau orang tidak mempunyai putera sendiri, dia harus mengandalkan putera mantunya. Dan andaikata aku tidak mempunyai putera, maka segala milikku kelak tentu akan kuwariskan, kepadamu dan isterimu.”

Shi Men sama sekali tidak pernah mimpi bahwa orang muda yang cerdik ini kelak akan menjadi duri dalam daging. Orang tak akan pernah puas dengan keadaannya. Beberapa bulan kemudian kelekatan Shi Men kepada isteri barunya pun mengurang dan dia mulai lagi pergi keluyuran malam ke rumah-rumah pelesiran untuk mencari gadis-gadis baru. Pada suatu malam Shi Men pulang dari rumah pelesir dan pada waktu dia lewat di depan pekarangan rumahnya, dia mellhat Siauw Giok, pelayan Goat Toanio, keluar membawa meja sembahyang kecil. Dia cepat bersembunyi dan mengintai. Tak lama kemudian keluarlah Goat Toanio dalam pakaian sembahyang menyapu tanah di depan meja sembahyang dengan sapu, lalu berlutut di atas bantalan lutut, membakar dupa dan bersembahyang. Terdengar wanita itu mengeluarkan kata-kata lirih dalam sembahyangnya.

“Saya, gadis keturunan Wu, melihat betapa suami saya, Shi Men, membiarkan dirinya tenggelam ke dalam rumah pelesir. Dari enam orang isterinya, tak seorangpun dia mendapatkan putera. Jika dia meninggal kelak, tidak ada puteranya yang akan membersihkan kuburannya dan menyembahyanginya. Siang malam hati saya gelisah. Siapa yang akan merawatnya dalam usia tuanya? Karena itu, saya mohon berkah semoga dia mau mendekati saya satu kali lagi saja agar dia bisa mendapatkan seorang anak laki- laki untuk menyambung keturunannya. Inilah permohonan saya”

Mendengar ini, Shi Men merasa terharu sekali. Bagaimana dia sampai dapat melupakan dan menyia- nyiakan wanita yang demikian mencinta dan setia kepadanya, yang, bersembahyang di malam musim salju yang dingin. untuk dirinya? Dia tak dapat menahan keharuan hatinya lagi, keluar dạri tempat sembunyinya dan merangkul isteri pertamanya ltu. Goat Toanio terkejut sekali dan mencoba untuk melepaskan diri, namun Shi Men memeluknya dengan erat,

“Isteriku, aku telah bersikap bodoh. Engkau adalah isteriku yang paling baik, Aku telah bersikap buruk dan tidak adil kepadamu dan aku merasa menyesal sekali.” “Hemm, tidak kelirukah engkau? Bukankah aku hanya seorang wanita yang tidak berharga untuk cintamu, seorang wanita yang kau benci?” Shi Men tidak menjawab, hanya menggandeng tangannya dan mengajaknya kembali ke kamarnya. Kini, di bawah sinar lampu dia seperti melihat seorang Goat Toanio yang baru. Seperti baru nampak olehnya betapa wanita ini amat anggun, seperti Kwan lm Pouwsat.

“Ah, betapa mataku seperti buta dan telingaku seperti tuli selama ini. Betapa besar dosaku kepadamu. Aku tergila-gila kepada batu-batu jalan dan menyia-nyiakan batu kemala! Maafkan aku, beribu maaf!” Melihat betapa Goat Toanio hanya menundukkan muka dan tidak memandangnya, Shi Men berlutut di depannya.

“Isteriku yang baik, maafkan aku” berkali-kali dia berbisik. Goat Toanio tetap tidak mau melihatnya.

“Ratap tangismu menyedihkan dan menjemukan. Biar kupanggil pelayan.” Ia memanggil Siauw Giok. Shi Men cepat bangkit berdiri dan berkata kepada Siauw Giok,

“Cepat bawa masuk meja sembahyang yang berada di luar itu, nanti tertutup salju!”

“Sudah sejak tadi dibawa masuk,” jawab Siauw Giok. Mendengar ini, Goat Toanio tak dapat menahan senyumnya karena merasa geli.

“Hemm, apakah engkau tidak malu berpura-pura seperti ini di depan pelayan?” Siauw Giok mengundurkan diri melihat suasana itu dan Shi Men kembali menjatuhkan diri berlutut. Sekali ini Goat Toanio merasa kasihan dan iapun membantu suaminya untuk bangkit dan mereka duduk berdampingan, disuguhi teh oleh pelayan mereka. Malam itu Shi Men tidur di dalam kamar isterinya yang pertama, hal yang sudah berbulan-bulan tak pernah terjadi. Dan dengan sepenuh hati dan perasaannya.

Lai Wang, seorang dl antara pegawai-pegawal kepercayaan Shi Men, mempunyai seorang lsteri yang muda dan cantik manis bernama Lian Cu. Usianya baru dua puluh empat tahun, wajahnya manis sekali dan bentuk tubuhnya indah menggairahkan. Lai Wang membawa isteri yang baru dikawini itu ke dalam rumah keluarga Shi Men di mana dia tinggal di bagian belakang, bagian perumahan para pegawai. Tentu saja sepasang mata Shi Men yang tajam seperti mata burung elang melihat anak ayam kalau dia melihat wanita itu tidak melewatkan kemanisan wajah dan kemontokan tubuh isteri Lai Wang itu.

Maka, berkobarlah api gairah terhadap Lian Cu dalam benak Shi Men. Pada suatu hari, Shi Men mengutus Lai Wang pergi ke Hang-Chouw untuk menyerahkan bingkisan berupa seperangkat pakaian indah untuk Jenderal Cai Ceng, seperti yang biasa dilakukannya untuk mengambil hati para pembesar. Perjalanan. jauh ini bagi Lai Wang akan memakan waktu sedikitnya empat lima bulan dan hal ini sudah diperhitungkan baik-baik oleh Shi Men. Baru beberapa hari setelah Lai Wang pergi, ketika itu Goat Toanio sedang mengunjungi tetangga dan kebetulan pada sore hari nya Shi Men pulang. Di ruangan belakang yang sunyi, ketika dia berjalan agak terhuyung karena terlalu banyak minum arak, dia berpapasan dengan Lian Cu. Melihat wanita ini, tanpa banyak cakap lagi Shi Men menangkapnya, merangkul dan mencium bibirnya.

“Kalau engkau bersikap manis kepadaku dan mau melayaniku, engkau akan kuberi pakaian sebanyak yang kau kehendaki,” katanya berbisik. Sambil tertawa lirih, Lian Cu melepaskan diri dan lari tanpa berkata apapun. Shi Men lalu menemui Siauw Giok, pelayan Goat Toanio. “Berikan, kain biru ini kepada Lian Cu untuk membuat gaun. Pakaian yang dipakainya itu tidak cocok untuknya.” Tentu saja Siauw Giok dapat menangkap apa yang terkandung dalam hati majikannya terhadap Lian Cu. la membawa kain itu kepada Lian Cu yang menerimanya dengan kedua pipi berubah merah.

“Akan tetapi apa yang harus dikatakan kalau Goat Toanio menanyakan dari mana aku memperoleh pakaian baru ini?”

“Jangan khawatir,” jawab Siauw Giok. “Majikan kita akan dapat memberi keterangan untuk itu. Dan kalau engkau mau melayaninya, engkau akan menerima hadiah lebih banyak lagi.”

“Tapi apa yang harus kulakukan? Menantinya di kamarku? Dan kapan?”

“Tidak baik kalau dia masuk ke kamarmu, akan ketahuan oleh para pelayan lainnya. Lebih baik engkau pergi ke taman, dan masuk ke pondok Musim Semi yang sunyi dan kosong. Di sana takkan ketahuan siapapun.”

Dan malam itu terjadilah pertemuan yang asyik dan panas, penuh dengan kemesraan cinta curian. Perjinaan atau cinta curian mengandung minyak bakar yang menambah berkobarnya nafsu berahi. Secara kebetulan sekali, malam itu Kim Lian yang merasa kesepian karena beberapa bulan suaminya tak pernah, datang mengunjunginya, berjalan-jalan dalam taman yang luas itu. Ketika ta berjalan dekat pondok Musim Semi, ia mendengar suara dan wanita yang mencurigakan. la lalu mendekat dan mengintai. Dapat dibayangkan betapa marah dan panas hatinya ketika ia melihat adegan yang terjadi di pondok antara suaminya dan isteri Lai Wang, pegawai terpercaya itu. la membuka pintu dan memasuki pondok. Pria dan wanita yang sedang asyik itu cepat memisahkan diri dan Lian Cu bergegas lari meninggalkan pondok sambil menjawab bahwa ia ke situ mencari bunga salju.

“Sungguh tak tahu malu kau!.” kata Kim Lian kepada Shi Men setelah wanita itu melarikan diri.

“Bermain gila di sini dengan isteri pegawaimu sendiri! Hayo katakan, berapa lama engkau berpacaran dengan wanita itu? Mengaku terus terang atau aku akan melapor kepada Goat Toanio!” Sambil menyeringai, Shi Men merangkul Kim Lian.

Posting Komentar