tidak kasihankan engkau kepadaku kekasih? isterimu yang mencintaimu dilanda gelisah menanti sentuhan penuh gairah.” Bi Hwa melemparkan sutera itu dan lari memasuki kamarnya, melempar diri diatas pembaringan dan menangis. Shi Men menjadi marah, merobek-robek kain sutera bersurat itu, menendang A Thai dua kali dan mengusirnya pulang. Kemudian Shi Men naik ke loteng memasuki kamar Bi Hwa, melihat wanita itu menelungkup dan menangis, dia lalu memondongnya dan mendekapnya.
“Bi Hwa, kekasihku, manisku, jangan berduka. Surat itu tidak ada artinya sama sekali. Isteriku ke lima yang mengirimnya dan ia minta aku pulang untuk membicarakan urusan rumah tangga, Hanya itu.” Sambil mengusap air. matanya, Bi Hwa berkata,
“Shi-Kongcu, engkau telah melakukan kesalahan. Di rumahmu, keluargamu siap untuk melayanimu, engkau telah mempunyai isteri-isteri cantik dan banyak pelayan manis. Kenapa engkau masih keluar untuk mencari perawan lain? Kongcu sudab terlalu lama di sini, sebaiknya Kongcu pulang,” Shi Men merasa terharu dan mendekap kekasihnya, itu, dan diapun tidak mau pulang. Hatinya penuh dengan kasih sayang dan iba kepada, kekasih barunya. Ini, kalau orang sudah tergila-gila maka yang nampak pada orang yang dicintanya adalah kebaikan-kebaikannya saja, sebaliknya orang yang membenci hanya melihat keburukan keburukan dari orang yang dibencinya, Hanya orang yang waspada saja, melihat kebaikan dan keburukan seseorang sebagai suatu hal yang wajar. Sementara itu A Thai pulang sambil menangis. Ketika A Thai memasuki ruangan utama, Goat Toanio ditemani oleh Kim Lian dan Yu Lok.
“Apakah majikanmu pulang?” mereka bertanya penuh harapan.
“Aih, yang saya dapatkan hanyalah caci-maki dan tendangan!” A Thai meringis. “Dia marah-marah ketika saya datang.”
“Hemm, sungguh tidak baik sekali baginya. Dia tidak mau pulang, sudahlah Akan tetapi kenapa dia harus memukuli anak yang tak bersalah ini?” kata Goat Toanio mengerutkan alisnya.
“Dia boleh menendangi A Thai sepuasnya, akan tetapi kenapa dia marah kepada kita?” Yu Lok bertanya penasaran. Ia sepatutnya menyadari bahwa seorang pelacur murahan seperti itu tak mungkin sungguh- sungguh mencintainya,” kata Kim Lian dengan suara pahit. “Pelacur macam itu hanya memandang uangnya saja. Sekapal emas takkan dapat memenuhi ketamakan rumah pelesir tempat pelacuran!”
Kim Lian tidak mengira bahwa kata-katanya itu didengar oleh Sun Siu Oh, Bibi dari Bi Hwa. Tentu saja Siu Oh tidak senang mendengar ucapan Kimı Lian itu dan semenjak saat itu Kim Lian telah mendapatkan seorang musuh baru. Lidah memang tidak bertulang. Lidah memang merupakan tempat segala rasa enak. Akan tetapi lidah juga merupakan alat yang dapat mendatangkan musuh di samping dapat mendatangkan sahabat. Tidak ada pedang yang lebih tajam meruncing melebihi lidah, akan tetapi tidak ada pula obat penghibur hati melebihi lidah manjurnya. Orang bijaksana selalu akan menjaga kata-kata yang keluar dari situ seperti menjaga keluarnya harimau dari sarangnya. Hanya batin yang jernih dan hening saja membuat mulut mengeluarkan kata-kata yang penuh cinta kasih, seperti pohon yang sehat mengeluarkan bunga dan buah yang indah dan lezat.
Dengan hati kecewa dan sedih, wajahnya murung, Kim Lian kembali ke pondoknya sendiri di ujung taman. Batinnya keruh, merasa tertekan oleh duka dan kerinduan. Waktu dirasakannya lambat sekali. Sejam seperti sebulan rasanya. Akhirnya, batin yang keruh itu menimbulkan gagasan yang hanya didorong oleh nafsu, nafsu berahi yang tak tersalurkan dan nafsu dendam. la mengambil keputusan. Malam itu Shi Men pasti tidak pulang, hal ini diketahuinya benar. Setelah hari menjadi gelap, ia menyuruh dua orang pelayannya tidur. Setelah ia merasa yakin bahwa mereka sudah tidur nyenyak dengan mengintai dari jendela kamar mereka, Kim Lian lalu memasuki taman seperti malam-malam sunyi yang lalu. Akan tetapi sekali ini ia memasuki taman bukan untuk termenung dan menghibur hati. la masuk ke taman dengan maksud tertentu.
Ketika Yu Lok masuk ke dalam keluarga itu sebagai isteri ke tiga, ia membawa seorang kacung bernama Kin Tung yang usianya sekitar enam belas tahun. Shi Men menerimanya dan mengangkatnya sebagai tukang kebun dan memperkenankan dia tinggal di pondok kecil dekat pintu gerbang taman. Biasanya Kim Lian dan Yu Lok kalau sedang menghibur diri di taman, mereka menanggil Kin Tung yang selalu siap melakukan segala perintah mereka dengan patuh dan taat. Nah, pada malam ini, ketika kerinduan dan berahi mencapai puncaknya di dalam batin Kim Lian, wanita ini melangkahkan kakinya menuju ke pondok kecil di mana Kin Tung tinggal. la memanggil dengan suara lirih ketika Kin Tung keluar dari dalam pondoknya dengan perasaan heran, Kim Lian menarıh jari telumjuk di depan mulut, memberi isyarat agar Kim Tung tidak mengeluarkan Suara, kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamarnya.
Dengan hati-hati Kin Lian mengunci pintu pondok, kemudian mengeluarkan arak dan dengan bujuk rayunya, akhirnya Kin Tung tak berdaya dan lupa, dan menuruti semua keinginan hati nyonya majikannya. Nafsu sex merupakan satu di antara nafsu-nafsu yang dapat menguasai diri manusia lahir batin. Seperti nafsu lain, sex bukanlah suatu hal yang buruk, jahat atau kotor. Sama sekali tidak! Nafsu sex adalah pembawanya alamiah yang suci dan indah, pendorong perkembangbiakan manusia dan merupakan anugerah yang amat besar bagi manusia, mendatangkan rasa nikmat yang tiada duanya dalam hidup, mendatangkan rasa mesra dan kasih sayang. Namun, seperti juga dengan nafsu-nafsu lain, nafsu ini hanya sekedar alat, dan kitalah majikannya. Celakalah orang yang telah kehilangan kewaspadaannya dan diperhamba oleh nafsu, baik itu nafsu sex ataupun nafsu yang lainnya.
Pikiran membayangkan segala kenikmatan dan keindahan itu, pikiran mengunyah-nguyah kembali dan timbullah keinginan untuk menikmatinya kembali, timbullah pengejaran dan kalau Sudah begini, muncul bahaya. Pengejaran inilah yang berbahaya karena pengejaran ini dapat membutakan hati nurani, meniadakan kewaspadaan dan kesadaran. Pengejaran membuat kita buta akan pertimbangan baik buruk, benar salah. Karena diperhamba oleh, nafsu Sex, terjadilah perjinaan, perkosaan dan pelacuran. Dan malam itu, Kim Lian telah menjadi hamba nafsunya sendiri! Kerinduannya akan kemesraan bersama Suaminya ditumpahkannya kepada Kim Tung, pemuda remaja itu. Semenjak malam itu, Setiap malam Kim Lian mengundang Kim Tung ke dalam kamarnya di mana untuk Semalam Suntuk Kim Lian ber senang-senang sepuas hatinya memenuhi semua gejolak berahinya pada pemuda remaja itu.
Pagi-pagi sekali pada keesokan harinya, baru Kim Lian membolehkan Kim Tung meninggalkan kamarnya. Sebagai tanda terima kasih atas pelayanan istimewa ini, Kim Lian memberi hadiah penjepit rambut perak tiga buah dan sebuah kantung sutera harum. la tentu saja percaya kepada Kin Tung yang akan menyimpan rahasia perjinaan antara mereka. Kim Lian sama sekali tidak pernah menduga bahwa pemuda remaja itu sering kali pergi minum arak dan bermain dadu dengan teman-temannya dan di antara teman-temannya itulah dia suka membual dan menyombongkan nasibnya yang baik. Maka tersiarlah desas-desus tentang hubungan gelap itu dan pada suatu hari, berita itu sampai ke telinga Li Kiao, isteri Shi Men ke dua, dan Siu Oh, isteri ke empat. Dua orang madu ini memang merasa iri dan tidak suka kepada Kim Lian, maka mendengar berita itu mereka segera pergi menghadap Goat Toanio.
“Ternyata perempuan itu tak tahu malu,” kata Li Kiao. “Mengotorkan dan menodai nama dan kehormatan keluarga kita.” “Ia tidak setia, tetap saja perempuan yang suka menyeleweng seperti dulu,” kata Sun Siu Oh. Akan tetapi Goat Toanio tidak percaya.
“Ah, soalnya kalian memang tidak suka kepada Kim Lian. Jangan bicara yang bukan-bukan.” Dengan kata-kata itu Goat Toanio menghabiskan perkara itu. Akan tetapi kini Kim Lian sudah ketagihan, makin diberi semakin haus. Pada suatu malam Kim Lian mengunci pintu dapur. Siauw Giok, pelayan Goat Toanio kebetulan memasuki dapur itu untuk suatu keperluan dengan pelayan Kim Lian. Ketika ia membuka pintu, ia melihat Kim Lian berada dalam pelukan pemuda remaja tukang kebun itu. la menceritakan hal ini kepada pelayan Siu Oh yang tentu saja menyampaikannya kepada Siu Oh. Isteri ke empat ini segera memberitahu kepada Li Kiao, isteri ke dua dan sekali lagi dua orang isteri ini melapor kepada Goat Toanio.
“Sekali ini ada saksi pelayan Siauw Giok, dan kalau engkau tidak mau memberitahukan Kongcu, kami yang akan memberitahu. Hidup dengan perempuan itu sungguh lebih berbahaya daripada hidup dengan seekor kalajengking.”
Goat Toanio masih bersikap sabar dan minta kepada mereka agar jangan merusak hari ulang tahun Shi Men dengan desas-desus itu. Akan tetapi, ketika dua hari sebelum hari ulang tahunnya Shi Men pulang, dua orang isteri itu segera menceritakan kepadanya tentang ketidaksetiaan Kim Lian yang berlaku serong. Bukan main marahnya hati Shi Men mendengar laporan ini. Semua urusan penting yang timbul selama dia pergi, kini dilupakan dan dia memaki-maki Kin Tung. Mendengar ini, Kim Lian cepat memanggil Kin Tung, memperingatkan agar pemuda remaja itu tidak mengaku sesuatu dan ia menggambil kembali barang-barang yang pernah dihadiahkannya kepada Kin Tung. Akan tetapi dalam kegugupannya, ia lupa mengambil kembali kantung harum itu. Kin Tung segera diseret dan dengan tubuh gemetar pemuda remaja itu kini berlutut di depan kaki Shi Men.
“Anjing hina, apakah engkau mengakui dosamu?” Kin Tung tidak berani menjawab dan hanya diam saja.
“Cari penjepit rambutnya dan perlihatkan kepadaku!” Shi Men berteriak kepada empat orang pelayannya yang memegangi kacung itu dan kini dengan kasar mereka memeriksa, menjambaki rambut kacung itu dan mencari penjepit rambut. Namun mereka tidak dapat menemukan sesuatu pada diri orang muda itu.
“Di mana kau sembunyikan penjepit rambut dan semua barang itu?” Shi Men berteriak. “Saya tidak memilikinya.”
“Hemm, engkau perlu dipaksa. Buka semua pakaiannya!” Dengan kasar para pelayan menelanjanginya dan nampaklah kantung harum itu, tergantung di pinggangnya.
“Hemm, dan dari mana engkau mendapatkan benda ini, keparat?” Shi Men membentak sambil merenggut lepas kantung itu, yang dikenalnya sebagai kantung yang biasa dipakai Kim Lian. Dengan tubuh menggigil Kin Tung menjawab,
“Saya menemukannya ketika saya menyapu taman...” Dengan kemarahan meluap Shi Men memerintahkan. para pelayannya untuk mencambuki Kin Tung. Remaja itu dicambuki tiga puluh kali dengan tongkat bambu sampai kulitnya pecah-pecah dan tubuhnya berlepotan darah. Kemudian atas perintah Shi Men, dua genggam rambut dicabut dari kedua pelipisnya dan sesudah itu, Kin Tung yang sudah setengah mati itu diusir dari rumah. Kim Lian menggigil ketakutan ketika la mendengar jeritan dan rintihan yang keluar dari mulut Kin Tung ketika dia disiksa tadi.
Kemudian, tiba-tiba muncul Shi Men yang kelihatan marah sekali. Kim Lan menggigil dan merasa seolah- olah seluruh darahnya membeku di dalam tubuhnya. hampir la tak mampu bernapas. Betapapan juga, kecerdikannya membuat ia mampu, bangkit menyambut dan dengan sikap tenang ia membantu suaminya menanggalkan baju luarnya seperti biasa. Akan tetapi tiba-tiba mukanya ditampar. Kemudian Shi Men memanggil Cun Bwe dan memerintahkan pelayan ini menutup pintu pagar dan melarang siapa saja memasuki pondok itu. Dengan cambuk kuda di tangan, Shi Men duduk di atas bangku di taman. Dia memerintahkan Kim Lian untuk menanggalkan pakaian dan berlutut di depannya. Kim Lian mentaatinya tanpa mengeluarkan suara, berlutut dengan kepala ditundukkan sekarang,
“Perempuan tak setia, mengakulah sejujurnyal” Dia membentak.
“Jahanam cilik itu telah mengakui segalanya. Jangan menyangkal. Sudah berapa kali engkau melacurkan diri padanya di sini tanpa setahuku?”