Seruling Samber Nyawa Chapter 44

Keadaan Hiat ing Kongcu (putri bayangan darah) rada payah ia tak mau adu kekuatan secara langsung, mengandal kesebatan gerak tubuhnya bayangan darah melayang dan berkelebat lincah sekali, setiap kali ada lubang kelemahan meskipun hanya sekejap saja cukup sebagai peluang untuk melancarkan serangan gerak kilat.

Tapi bagi orang yang berpengalaman sekali pandang saja lantas dapat tahu, bahwa keadaannya sudah rada banyak membela diri dari pada balas menyerang, keadaannya ini memang sangat berbahaya.

Sang waktu terus berlalu terasa Hiat-ing Kongcu sudah semakin lemah.

Bayangan merah darah yang menyolok itu kini semakin guram dan luntur, ini menandakan bahwa ia sudah kecapean kehabisan tenaga, tak kuat bertahan lama lagi.

Iblis tanah akhirat mempergencar serangannya, saking puas ia terloroh loroh bangga, serunya.

"Budak ayu, terhitung Lohu hari ini sudah berhadapan langsung dengan Hiat ing-bun kalian!"

Sekonyong-konyong bayangan darah berkelebat melambung ketengah udara, kedua telapak tangan bertepuk nyaring, muncullah bayangan asli dari bentuk rupa Ling Soatyan.

Tampak wajahnya pucat badannya sudah basah kuyup oleh keringat, napasnya juga sudah memburu.

Diiringi angin badai yang gemuruh dengan seluruh sisa kekuatannya ia menubruk turun dari atas seraya hirdiknya.

"Biarpun hari ini harus kalah melawan kau, jangan sekali kau bertemu dengan ayahku..."

Gesit sekali CiokKun berkelebat kesamping menghindar diri sembari mengulur cengkeraman tangannya terus menjojoh ke dada Ling Soat yan, jengeknya tertawa.

"Lohu akan menutuk jalan darah perasa besar lalu kubawa pulang untuk bersenang-senang. setelah puas lalu kututuk lagi Khi-hay hiat dan kupecahkan kantong suaramu, kuserahkan kepada anak buahku supaya menikmati bentuk tubuhmu yang menggiurkan ini secara bergiliran, seumpama Hiat-ing-cu sendiri datang, juga takkan tahu bahwa kau terjatuh ditanganku."

Berubah hebat air muka Ling Soat-yan, jari-jari tangannya digerak tutupkan seperti menggunting sesuatu terus dikebutkan ke arah cengkeraman Ciok Kun yang mengarah dadanya, bentaknya dengan murka.

"Bangkotan tua tidau tahu malu. Dunia persilatan dikotori sampah persilatan macam kau ini, Kalau nonamu hari ini tidak membunuhmu, bersumpah...."

"Blang,"

Benturan keras sekali dari adu kekuatan mereka berdua, Terdengar Ciok-Kun semakin tertawa riang.

sementara putri bayangan darah terhuyung mundur tiga langkah, Ciok Kun melejit lagi sambil lancarkan tutukan mengarah jalan darah Thian-ti-hiat.

Tepat pada saat itulah ditengah alas pegunungan yang sunyi lengang itu terdengar suitan panjang yang berkumandang, Sedemikian tinggi suitan ini sampai menusuk telinga, membuat pendengarannya merinding dan merasa seram.

Begitu mendengar suitan ini seketika Ciok Kun menghentikan aksinya, wajahnya menunjukkan rasa girang, mulutnya masih terloroh-loroh tak henti-hentinya.

Sebaliknya putri bayangan darah Ling Soat-yan semakin pucat pjkirnya.

"Celaka, habis sudah. Tertua dari Thian-lam sam-yau Pit-loh-thian-mo Kiau Pwe juga sudah datang."

Ma Giok liong berdua entah sampai kapan baru saja sembuh seluruhnya seumpama sembuh juga percuma tentu tidak kuat melawan gabungan mereka dua saudara..."

Ling Soat-yan tahu bahwa kepandaian Pit-loh-thian mo ini pada ratusan tahun yang lalu sudah mencapai kesempurnaan apalagi setelah giat berlatih sekian lama lagi, maka dapatlah dibayangkan sampai dimana tingkat kepandaiannya..."

Kalau kepandaian silat Ciok Kun dibanding dengan saudaranya tua ini, entah terpaut berapa jauhnya.

sekarang menghadapi Ciok Kun seorang saja dirinya tidak mampu apalagi menghadapi Pik-thian-mo Kiau-Pwe.

Suasana dalam gua dibelakang batu besar itu tetap sunyi senyap tanpa terdengar suara.

Tatkala itu iblis tanah akhirat Ciok Kun lebih mempergencar serangannya dengan di landasi Hian-si-im-ou, angin dingin menderu deru, bayangan pukulan tangan setajam golok terus memberondong ke arah putri bayangan darah Ling Soat-yan.

Dalam keadaan serba runyam dan kepepet ini tergetar sanubari Ling Soat yan akhirnya ia berlaku nekad, hardiknya.

"Kubunuh dulu kau ..."

Lemah gemulai pinggang meliuk-liuk seperti menari, awan merah mulai mengembang menyelubungi badannya, tangan yang putih halus itu beruntun digerakkan, kekuatan hawa merah darah seketika melambung memenuhi udara samberan angin kencang berseliweran saling berlomba melesat maju memapak kearah musuh.

Sesaat sebelum pukulan kedua belah pihak saling beradu terdengar suara kekeh dingin ditengah gelanggang.

"Budak perempuan, takabur benar kau ya !"

Timbul angin Hsi-s yang bawa kelebat bayangan biru lalu disusul terdengar "Bum"

Yang keras memekak telinga, seketika bayangan orang terpental mundur.

Kini ditengah gelanggang tahu-tahu sudah bertambah seorang tua berambut uban mengenakan jubah panjang warna biru bermuka merah bertubuh tambun pendek.

Air muka putri bayangan darah Ling Soat-yan semakin pucat, badannya terhuyung bergoyang gontai hampir roboh, mulutnya menguak lantas menyemburkan darah segar, Agaknya iblis tanah akhirat sangat menghormati dan takut terhadap saudara tuanya ini cepat ia unjuk soja dan maju menyapa.

"Toako, bocah she Ma itu sekarang sudan terluka berat sedang berobat didalam gua itu l"

Lalu ditunjuknya gua di belakang batu besar. Pit-toh tbian-mo sedikit manggut sebagai jawaban, lalu katanya.

"Biarlah aku melihatnya kesana !"

Enteng sekali tanpa melihat kakinya bergerak tahu-tahu badannya berubah segulung bayangan biru sudah meluncur kearah belakang batu besar itu. Melihat ini saking gelisah tanpa hiraukan luka-luka dirinya lagi segera Ling Soat-yan membentak.

"Berdiri. ."

Tapi bertepatan dengan itu iblis tanah akhirat Ciok Kuo juga lantas terkekeh-kekeh sedikit menggerakkan badan tahutahu ia sudah merangsak dekat terus mengulur tangan mencengkram ke dada orang, jengeknya.

"Bocah ayu, menikah saja menjadi istriku. Kutanggang selama hidup ini kau dapat senang sekali !"

Sungguh malu dan geram putri bayangan darah bukan kepalang, sedikit membuka mulut ia menyemburkan darah lagi, tapi ia tidak berhenti bergerak, beruntun tangannya digerak silangkan, dengan mengembeng air mata ia membentak nyaring.

"iblis tua, biarlah aku adu jiwa"

Laksana kilat bayangan merah mengembara berubah bayangan darah terus menerjang maju dengan nekad.

Baru saja Pit-loh-thian mo sampai diambang pintu gua, sekonyong-konyong terasa angin menungkrup tiba dari atas kepalanya, Bersama itu beberapa jalur angin tajam yang mendesis disertai bayangan merah dari sosok tubuh langsing telah menubruk kearah dirinya.

Kiau Pwe terbahak-bahak, tangan kanan dikiblatkan kebelakang menerbitkan gelombang angin dingin yang bergulung-gulung seperti ombak, sementara itu tubuhnya masih terus meluncur cepat laksana anak panah memutar kebelakang batu besar dan melesat masuk kedalam gua "Blang..aduh ..,"

Terjadilah benturan keras diselingi pekik nyitim". Tahu-tahu Chiu-ki terpental jungkir balik seperti bola menggelinding sejauh tiga tombak, mulutnya lantas menyemburkan darah segar.

"Plak terbanting keras di tanah. Begitu Pit-Iah thian-mo memasuki gua, terlihat olehnya seorang gadis mengenakan jubah panjang warna kuning sebagai seorang satrawan umumnya tengah mengerahkan tenaga berusaha menolong menyembuhkan seorang pemuda berpakaian putih didepannya. Diatas kepala kedua orang itu sudah mengepulkan uap, ini menandakan bahwa semadi mereka sudah mencapai puncak yang paling gawat, sekarang asal mendapat ganguan ringan saja dari luar pasti celakalah jiwa kedua orang ini, paling tidak juga luka berat. Kiau Pwe tertawa ejek, batinnya.

"Pemuda baju putih ini mungkin dikabarkan bernama Ma Giok liong itu !"

Karena pikirannya ini langkah kakinya malah diperlambat terus maju mendekat sambil mendekat ini tak urung wajahnya menampilkan rasa kaget dan heran, matinya lantas berpikir lebih jauh.

"Bakat bocah ini benar-benar susah dicari selama ratusan tahun terakhir ini, jika aku bisa membujuknya menjadi murid tunggalku, itu bagus benar"

Sambil berpikir ini matanya lantas mengerling kearah Giok-liong, seketika ia melonjak kaget.

Ternyata raut muka Giok liong yang pucat seperti kertas itu, saat mana mendadak berubah menjadi merah padam, lalu lambat laun berubah menjadi putih lalu bersemu merah lagi, ini pertanda sebagai seorang tokoh silat yang mempunyai dasar latihan Lwekang yang tinggi dan ampuh tengah terluka berat dan luka-lukanya itu sudah hampir dapat disembuhkan.

Sangat kokoh berat dasar latihan Lwekang bocah ini.

Tapi bagi penilaian Pit-lo-thian-mo, tingkat latihan Lwekang Giokliong sudah tentu tidak masuk dalam hitungan perhatiannya.

Supaya tidak mengulur waktu terlalu lama, seenaknya saja Kiau Pwe lantas angkat jarinya menutuk tepat pada saat air muka Giok liong belum pulih menjadi sedia kala, sedang lukanya jaga sudah dalam taraf penyembuhan ini.

ditutuknya dua jalur angin dingin dan lemas.

masing-masing meluncur mengarah kearah Giok-liong dan Tan Soat-kiau.

Siapa tahu baru saja tutukan angin jarinya menyamber keluar, lantas terbit segulung angin sepoi-sepoi yang aneh menggulung tiba, seketika angin tutukan jarinya itu lantas sirna tanpa bekas ! Keruan hatinya terperanjat, dengusnya dingin.

"siapakah yang malu sembunyi ditempat gelap?"

Lwekang lantas dikerahkan terpusat dikedua lengannya, dengan cermat ia mendengar dan meneliti keadaan sekitarnya dalam gua itu.

Tapi keadaan gua lebih dalam sana -sunyi senyap tanpa ada suatu suarapun.

Pada saat itulah Giok-liong bersama Tan Soat-kiau berbareng membuka matanya, terbayang akan keadaan telanjang bulat tadi seketika merah jengah selebar mukanya sambil menunduk segera ia memberi soji serta katanya tergagap.

"Aku ... aku... kalau perbuatanku tadi menyakitkan kau harap..."

Giok-liong tersenyum, sahutnya.

"Yang sudah lalu biarlah sudah, bukankah nona juga telah menolong jiwaku !"

Mendengar pertanyaan Giok-liong ini otak Tan Soat-kiau serasa dipukul godam, tak terasa air mata meleleh deras, katanya lirih.

"Ya ... yang sudah lewat.... biarlah lalu."

Melihat sikap orang ini Giok liong menjadi heran, tanyanya dengan lemah lembut.

"Nona Tan kenapakah kau..."

Mana dia tahu sebagai seorang gadis remaja yang masih suci bersih betapa tinggi harga dirinya, jangan kata begitu seenaknya badannya disentuh malah berdempetan mengobati luka dengan telanjang bulat lagi, seumpama dilirik orang juga sudah merupakan pengorbanan besar.

Air mata semakin deras mengalir namun Tan Soat-kiau berusaha mengendalikan perasaannya, katanya lagi tergagap sambil sesunggukan.

"Aku... aku baik ... .ti... ..tidak apaapa .., .

"

Sedemikian tekun mereka bicara sehingga tidak menyadari akan kehadiran Pit-lo-thian-mo tak lebih tiga tombak jauhnya dari samping mereka, Melihat keadaan kedua muda mudi ini Pit-lo-thian-mo sendiri juga ikut dibuat heran dan hampa.

Seolah-olah ia tenggelam dalam kenangan lama yang mengetuk sanubarinya.

Sekonyong-konyong raut mukanya bergetar, bentaknya dingin.

"Buyung, kau ini yang bernama Ma Giok-liong ?"

Giok-liong berjingkat kaget, sinar matanya berkilat, begitu angkat kepala lantas ia memberi soja, sahutnya.

"Ya, benar, siapakah tuan ini ?"

Perasaan Tan Soat-kian saat mana benar-benar pahit getir dan mendelu, perlahan-lahan ia mengangkat kepala, mendadak ia berseru kaget.

"Kau... bukankah Pit-lo-thian-mo Kiau Pwe Kiau-lo cianpwe."

Kiau Pwe terbahak-bahak, sahutnya.

"Tajam benar matamu, ternyata masih kenal wajah asliku semasa masih muda dulu."

Sedapat mungkin Tan Soat-kian kendalikan rasa pedih hatinya, katanya lembut.

Posting Komentar