Seruling Samber Nyawa Chapter 35

Lain yang berdiri sebelah kanan bertubuh perteugahan seluruh tubuhnya berkilauan terbungkus kain kuning emas hanya terlihat sepasang matanya yang hitam berkilat dari belakang kedoknya.

Begitu muncul langsung mereka menerjang dengan membawa kekuatan pukulan dahsyat laksana gugur gunung menindih kearah Giok-liong.

Ko bok-im-hun menjadi murka, teriaknya beringas.

"Berhenti!"

Sepasang matanya memancarkan cahaya liar buas kehijauan, sembari menarikan kedua tangannya, tubuhnya bergerak lincah laksana bayangan setan gentayangan terus menubruk maju, badannya terbungkus oleh kabut hijau itu yang cemerlang, Betapa cepat gerak tubuhnya ini sungguh sangat menakjubkan.

Tiba-tiba terdengar pemuda baju kuning Tan Hak-siau mendengus hina, katanya.

"Hm, Hiat-hong-hong Pang cu dan Kiam Pang cu muncul berbareng, kiranya mereka sudah ada intrik dan bersekongkol dalam satu lobang hidung."

Ci-hu giok li mengunjuk senyum manis kearahnya serta katanya.

"Bagaimana menurut maksudmu?"

Saat itulah terdengar benturan keras ditengah gelanggang. setelah angin mereda dan kabut menghilang terdengar Hiathong Pang-cu mengekeh panjang, katanya sinis.

"Ki-cian-pwe, kalau dapat dilerai lebih baik kau lepas tangan saja, sekali kesalahan tangan nama bisa runtuh, badanpun bakal hancur, hal ini tidak menguntungkan bagi kau."

Ko-bok-im-hun menyeringai tawa, jengeknya.

"Tak nyana selama puluhan tahun ini Lohu tidak muncul didunia ramai, kiranya telah bermunculan para bocah keparat yang tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi..."

Seiring dengan ucapannya ini kelima jari tangan kanannya berjentik bcrulang-ulang, lima jalur angin kencang terus melesat langsung menerjang Giok liong.

Belum lagi serangan tutukan jari ini mengenai sasarannya, mendadak tubuhnya juga ikut melejit tinggi melambung ketengah udara, badannya masih tetap terbungkus oleh kabut hijau, kaki dan tangan serentak bekerja, tangan mencengkram batok kepala dan sedang leher kakinya menendang perut Giok-liong.

Disebelah sana Hiat hong Pang cu terloroh-loroh aneh, berbareng kedua tangannya menepuk kearah pinggang, dilain saat kedua tangannya itu sudah mencekal dua benda warna merah darah yang berbentuk sangat aneh.

Kiranya itulah lencana Hiat-hong-ling penanda tertinggi dan Hiat-hong-pang.

Dengan membekal senjata pusaka perkumpulan ini terbitlah dua jalur sinar merah memapak maju kearah Ko bo-im-hun.

Sementara itu, Kim-i Pang cu juga tidak mau ketinggalan meloIos keluar cambuk panjang menyerupai seekor ular yang bewarna kuning mas.

Sekali gentak keudara seketika dipenuhi bayangan kuning mas beterbangan terus mematuk dan melihat kearah Giok-liong juga.

Melihat keadaan ini, seketika Ci-hu-giok-Ii berseru kejut.

"Dia ... mungkin adalah Kim-coa-long-kun adanya ?"

Pemuda baju kuning Tan Hak-siu menjawab .

"Tidak mungkin Kim coa long-kun sudah mengasingkan diri selama dua ratus tahun lebih !"

Gelombang badai terbit lagi membumbung tinggi ke tengah angkasa bayangan orang berkelebat gesit sekali, Terjadilah dua kelompok pertempuran sengit yang mendebarkan dalam gelanggang, Ko bok-im-bun melawan Hiat hong Pang-cu.

Sedang Giok-Iiong melawan Kim-i Pang-cu, terjadilah perang tanding yang jarang terjadi dalam dunia persilatan selama ini.

Sekonyong-konyong dua jalur bianglala warna kuning dan merah darah meluncur tinggi ketengah angkasa dari tengah hutan, sedemikian terang cahaya api dua jalur bianglala itu menerangi malam gelap dan sunyi ini menyolok mata.

Tak tertahan pemuda baju kuning berseru kejut.

"Celaka, Hiat-hong-pang dan Kim-i pang mengerahkan seluruh bala bantuannya . ."

Benar juga belum lenyap suaranya dari dalam hutan yang gelap itu lantas kelihatan bayangan orang berkelebatan membawa kesiur angin yang keras.

Entah berapa puluh lakilaki berbadan besar-besar mengenakan seragam hitam dan kuning mas berloncatan keluar dengan gesit dan tangkasnya meluruk kearah gelanggang pertempuran ini.

Ditangan para pendatang ini pasti membekal senjata yang berkilauan entah pedang tombak atau senjata tajam lain, sekejap saja mereka sudah mengepung rapat gelanggang pertempuran ini, seolah-olah mereka sudah mengatur suatu macam barisan.

Ci-hu-giok-li mengerutkan kening, katanya pada pemuda baju kuning.

"Mereka sudah membentuk barisan apa, kenapa aku tidak mengenalnya ?"

Dengan sikap serius pemuda baju kuning menjawab.

"Barisan apakah ini aku sendiri juga tidak tahu Naga-naganya malam ini kita harus turun tangan tidak mengenal kasihan, bunuh dulu sebanyak mungkin supaya barisan mereka kocar kacir, setelah itu kita berdaya menolong Ma-siau-hiap meloloskan diri dari kepungan ini p BcIum habis omongannya tiba-tiba terdengar suara.

"Hyuuuu," ... , wuuuu , , ..wu !"

Dari kejauhan terdengar bunyi sangkalala yang keras sekali berkumandang dimalam gelap. Tak terasa pemuda baju kuning membanting kaki seraya katanya gegetun.

"Celaka, bala bantuan orang-orang Pek-hunto telah tiba . ."

Perlu diketahui meskipun letak Pek-hun to jauh dimuara sungai Ham-kang, mereka jarang sekali beroperasi atau berkecimpung didaerah Tiong-goan, Tapi tokoh-tokoh silat dari pulau Mega putih ini tidak sedikit jumlahnya, apalagi kepandaian mereka sangat hebat dan banyak ilmu tunggal serta simpanan yang sakti, hakikatnya kekuatan mereka sangat besar tidak boleh dipandang ringan.

Maka begitu mendengar bunyi sangkala itu, seketika semua orang yang hadir dalam arena adu kepandaian itu melengak kaget.

Saat mana situasi pertempuran sudah mencapai titik puncak yang paling seru.

senjata Hiat-hong ling ditangan Hiathong pangcu sudah diputar dan dimainkan sedemikian rupa sampai seluruh badannya bertabirkan cahaya merah darah yang berhawa dingin, sedemikian hebat dan menakjubkan sampai mengaburkan pandangan.

Betapapun hebat dan lincah permainannya ini selulup timbul diantara kabut hijau yang menderu dingin, berloncatan tangkas dan menari-nari.

Tapi diatas kelihatan gerak geriknya sudah semakin terkekang dan semakin terdesak dibawah angin.

Cambuk sebenarnya berbentuk rantai ular mas ditangan Kim i Pang cu saat mana juga telah dimainkan begitu rupa laksana naga hidup, jurus serangannya sangat aneh dan lucu lagi, seluruh angkasa dilingkupi sinar kuning bayangan ular mas.

Demikian juga sepasang potlot mas ditangan Giok-liong juga telah mengunjukkan perbawa sebagai senjata pusaka yang ampuh mandraguna, lambat laun dan pasti akhirnya Giok liong sudah mendesak lawannya.

Begitu bunyi sangkala terdengar, mendadak Hiat-hong Pang-cu membenturkan sepasang senjata dikedua tangannya sendiri berbareng bersuit keras, seketika seluruh tubuhnya mengepulkan uap merah, pancaran sinar merah darah dari kedua senjatanya itu juga mendadak melebar besar terus menggulung deras sekali kearah Ko-bok im-hun.

Disebelah sana dalam waktu yang bersamaan Kim i pangcu juga mementang mulut memekik panjang dan nyaring menenbus angkasa, setiap kali tangannya menggentak cambuk ular mas di tangannya menari dan membelit-belit dengan kencangnya sampai berbunyi nyaring.

Baru saja para anak buah Kim-i-pang dan Hiat-hong-pang baru bisa berdiri tegak karena terdesak oleh samberan deru angin senjata yang tengah bertempur ditengah gelanggang mendadak melihat pertanda aba-aba serbuan serentak dari pimpinan masmg-masing.

Serempak para komandannya segera menggerakkan senjata beramai-ramai, berbareng puluhan senjata tajam meluncur menyerang musuh ditengah gelanggang itu.

Pada saat yang sama pula, Pemuda baju kuning mendongak bergelak tawa, suaranya nyaring merdu bagai pekik burung hong, sekali membalik tangan tahu-tahu ia sudah melolos keluar sebatang pedang pendek yang memancarkan sinar dingin.

Tangkas sekali badannya menubruk maju laksana burung garuda raksasa, diseling dengan bantalan sinar tajam langsung iapun menerjunkan diri ketengah gelanggang pertempuran.

Ci-hu-giok-li juga insyaf bahwa situasi sudah di ambang pintu, paling gawat, sekali berlaku lambat atau ceroboh sulit dapat mengejar harapan menang.

Terdengarlah suara pemuda baju kuning berkumandang, katanya.

"Nona Kiong, serbulah pintu hidup, biar aku yang rendah menerjang pintu belakang!"

Belum lenyap suaranya sudah disusul garang dan jerit kekalutan berulang-ulang, darah menyemprat deras membasahi rumput nan hijau subur, Ternyata Tan Hak-siau telah menari-nari kencang dan gesit sekali, badannya terbungkus oleh cahaya terang dari pedang pendeknya yang galak dan ganas sekali, sedemikian lincah ia menggerakkan senjatanya laksana bintang bertaburan ditengah angkasa.

Ci-hu-giok li Kiong Ling-ling juga tidak mau ketinggalan terdengar teriakannya nyaring.

"Awas saudara Tan aku menurut saja pada petunjukmu!"

Sekali raih gampang sekali ia merogoh keluar sepotong sapu tangan sutra halus seringan asap seenteng kabut.

Enteng saja digentakkan lantas menerbitkan kabut ungu.

Laksana bidadari menari nari lemah gemulai sebat sekali badannya melayang masuk melalui pintu hidup yang ditunjukkan tadi.

Pintu hidup ini sebetulnya dijaga oleh lima laki-laki kekar berseragam kuning mas, mereka berputar putar cepat dan rapi serta teratur, sinar golok berkelebat cepat bagaikatt bunga salju.

Namun karena barisan ini baru bergerak.

berputarnya masih agak lamban, tapi toh sudah menunjukkan perbawanya yang kompak.

Begitu Kiong Ling-ling menerjang masuk kedalam pintu hidup, kontan ia merasa empat penjuru badannya berkelebatan bayangan kuning mas yang menyilaukan pandangannya, Entah berapa banyak sinar golok berbareng meluruk kearah badannya.

Dasar berkepandaian tinggi hatinya menjadi tabah, tanpa gemetar sedikitpun ia malah tertawa riang, serunya.

Posting Komentar